Menuju konten utama
Penanggulangan Terorisme

Mencari Sosok Pengganti Boy Rafli Amar & Tantangan BNPT ke Depan

Fahmi berharap Jokowi memperhatikan sejumlah hal dalam pemilihan Kepala BNPT seperti merit sistem hingga kompetensi.

Mencari Sosok Pengganti Boy Rafli Amar & Tantangan BNPT ke Depan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/1/2022). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/rwa.

tirto.id - Kursi kepemimpinan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan segera berganti. Hal ini tidak lepas dari status Komjen Pol Boy Rafli Amar selaku Kepala BNPT memasuki masa pensiun pada 25 Maret 2023.

Pemerhati terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Stanislaus Riyanta menilai, BNPT masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Pertama, Riyanta menilai, kondisi BNPT berbeda dengan lembaga adhoc lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Badan Nasional Narkotika (BNN).

“Saya melihat BNPT masih kurang maksimal, masih kurang optimal di dalam menjalankan tugas sebenarnya. Contoh kasus seperti yang terakhir, yang kejadian bom di Astanaanyar, napiter yang masih merah ketika dia keluar, tetapi tidak terawasi dengan baik sehingga dia melakukan aksi lagi. Ini, kan, bukti bahwa pencegahan gagal dilakukan,” kata Ryanta, Jumat (24/3/2023).

Poin kedua, kata Ryanta, yang menjadi persoalan adalah indikator kerja yang tidak jelas. Ia menilai, BNPT butuh indikator spesifik untuk membuktikan kesuksesan kinerja seperti indikator penurunan angka teror atau penurunan anggota kelompok intoleran.

Hal itu penting, kata dia, karena BNPT hanya mengedepankan MoU dengan lembaga lain atau deradikalisasi. Hal ini semakin dipersulit dengan jumlah personel BNPT yang terbatas dengan 600 personel.

Di sisi lain, Riyanta juga melihat bahwa pendekatan terorisme sudah tidak lagi menggunakan cara konvensional. Dalam upaya perekrutan kegiatan terorisme saat ini, pelaku mulai menyebar konten mereka di media sosial. Hal ini membuat masyarakat mana pun bisa terpapar dan memunculkan aksi lone wolf.

Saat ini, Riyanta melihat kalau BNPT telah melakukan upaya kontra narasi. Akan tetapi, belum masif dan berpotensi sulit masuk kepada masyarakat yang terpapar ideologi teror. Ia mencontohkan, orang yang terpapar paham terorisme kerap kali akan menganggap pandangan pemerintah maupun BNPT sebagai pandangan thagut sehingga pesan deradikalisasi sulit masuk. Ia menilai, BNPT seharusnya melakukan pendekatan merangkul masyarakat.

“Ini kan kesadaran paling dasar di masyarakat belum tersampaikan secara penuh, belum terjadi secara penuh. Ini menjadi tantangan bagi BNPT," kata Riyanta.

Di sisi lain, kelompok teror saat ini juga mulai ada perubahan. Ia mengatakan bahwa kelompok sisa Abubakar Baasyir mulai menggunakan pendekatan soft power daripada hard power dengan teror. Mereka masuk ke berbagai sendi masyarakat, mulai dari parpol hingga struktur pemerintahan seperti BUMN.

Hal tersebut berbeda dengan kelompok-kelompok berafiliasi dengan ISIS seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang masih menggunakan pendekatan teror fisik, kata Riyanta.

PELANTIKAN KEPALA BNPT

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irjen Pol Boy Rafli Amar berjalan meninggalkan ruangan usai mengikuti upacara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/5/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/aww.

Permasalahan terorisme di Indonesia memang mengalami penurunan di era kepemimpinan Boy Rafly. Mengutip data BNPT bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT), Puslitbang Kemenag, Kajian Terorisme UI, BRIN, The Centre for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR), Nasaruddin Umar Office, The Nusa Institute, Daulat Bangsa, dan Alvara Research Institute, terdapat penurunan Indeks Potensi Radikalisme tahun 2022 sebanyak 2,2%, dari 12,2% di 2020 menjadi 10%.

Selain itu, BNPT juga membentuk FPKT dan duta damai di dunia maya. Mereka juga membentuk 5 kawasan terpadu Nusantara serta bekerja sama dengan 46 kementerian/lembaga untuk meningkatkan peran deradikalisasi.

Akan tetapi, survei BNPT menemukan Indeks Potensi Radikalisme lebih tinggi pada wanita, generasi muda dan mereka yang aktif di internet. Di saat yang sama, BNPT juga mencatat, mereka menemukan lebih dari 600 situs atau akun radikal di berbagai platform media sosial di dunia maya dan menyebarkan sekitar 900 konten propaganda.

BNPT juga mencatat bahwa napi terorisme Indonesia mencapai 475 orang yang tersebar di 62 lapas dan 1 lapas khusus teroris kelas IIB yang telah berhasil dideradikalisasi. Sementara itu, jumlah orang yang sudah dideradikalisasi dan berada di luar lapas mencapai 1.192 orang/kelompok orang eks napiter.

Lantas siapa yang layak untuk menggantikan Boy Rafly? Riyanta menilai, Kepala Densus 88 saat ini, Irjen Martinus Hukom layak untuk menjadi pengganti Boy. Ia beralasan, tidak sedikit eks napiter berubah karena dibina oleh Densus 88 di bawah kepemimpinan Hukom.

Riyanta mengatakan, Hukom menggunakan pendekatan humanis. Di sisi lain, Hukom punya jam terbang tinggi di Densus 88 yang aktif dalam pembinaan, penangkapan, dan menggunakan pendekatan humanisme.

“Daripada mencari orang lain, orang dari luar BNPT atau dari orang yang mungkin tidak punya pengalaman di terorisme, maka sebaiknya Kepala BNPT yang pengganti Pak Boy Rafli ini adalah orang yang benar-benar sudah menguasai tentang terorisme dan tidak perlu cari-cari program lain,” kata Riyanta.

Ia menambahkan, “Densus sudah punya program yang sangat baik. Jadi saya kira yang paling tepat penggantinya adalah Pak Martinus Hukom, jadi dia sebagai kadensus langsung diteruskan jadi kepala BNPT, ini sudah pas sehingga iramanya juga akan selaras antara iramanya Densus dengan iramanya BNPT. Jadi akan selaras sehingga kerja sama di lapangan juga berkesinambungan dan bagus saya kira.”

PELANTIKAN KEPALA BNPT

Presiden Joko Widodo (kanan) memberikan salam kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang baru dilantik Irjen Pol Boy Rafi Amar (kiri) usai upacara pelantikan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (6/5/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/aww.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, kerja BNPT di tangan Boy Rafli memang sudah baik. Ia beralasan, BNPT saat ini berfokus pada agenda mitigasi pencegahan dan rehabilitasi yang sistematis.

Akan tetapi, Fahmi menilai masih ada kritik dari sisi kehati-hatian dalam penyampaian informasi lantaran beberapa kali terekam memicu polemik. Dalam pandangan Fahmi, Kepala BNPT mendatang harus lebih siap dalam menerima kritik dan evaluasi.

“Kepala BNPT mendatang menurut saya harus mampu melanjutkan upaya menggalang dukungan yang lebih besar bagi proposal pemberantasan terorisme yang digagas lembaganya. Hal itu bisa dimulai dari upaya membawa BNPT menjadi lebih terbuka terhadap kritik maupun evaluasi eksternal, serta tidak bersikap defensif dan 'ngotot', terutama berkaitan dengan minimnya kemampuan mitigasi, kurang efektifnya program-program deradikalisasi dan kontraradikalisasi, pun rehabilitasi," kata Fahmi.

Fahmi juga menilai, Hukom layak untuk menjadi suksesor Boy di BNPT. Ia mengatakan, Hukom punya pengalaman dan kompetensi dalam penegakan hukum dan jaringan teror. Menurut Fahmi, nama Hukom bisa dibandingkan dengan pihak lain.

“Ya tinggal dikonteskan saja, mungkin saja ada nama-nama lain yang juga kompeten. Bagus lagi kalau ada nama lain yang punya jam terbang dalam soft approach pemberantasan terorisme," kata Fahmi.

Namun, Fahmi menekankan, pemilihan Kepala BNPT tidak serta-merta harus polisi. Sebagai catatan, semua kepala BNPT kerap diisi dari pejabat berlatar kepolisian meskipun lembaga tersebut juga menerima anggota TNI maupun pegawai sipil.

Menurut Fahmi, BNPT saat ini memang sangat lekat dengan aktivitas penindakan yang dilakukan Polri. Hal ini tidak lepas ketentuan perundangan bahwa pemberantasan terorisme masuk dalam ruang penegakan hukum.

“Artinya, selama ini BNPT masih bekerja di bawah bayang-bayang lembaga lain. Nah, ini juga salah satu tantangan ke depan, bagaimana pimpinan lembaga ini bisa untuk eksistensi sebagai leading sector, bukan subordinat Polri (walaupun berasal dari Polri)," kata Fahmi.

Fahmi berharap, Presiden Jokowi bisa memperhatikan sejumlah hal dalam upaya pemilihan Kepala BNPT seperti merit sistem hingga kompetensi.

“Ya tentunya ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan presiden dalam menunjuk Kepala BNPT. Selain mengacu pada merit sistem, aspek integritas dan kompetensi, saya kira alangkah baiknya jika presiden bisa menunjuk figur yang kira-kira mampu menjawab ekspektasi banyak kalangan untuk mengembangkan model pemberantasan teror yang tidak lebih menakutkan ketimbang terornya itu sendiri. Terutama dalam hal mitigasi yang komprehensif meliputi kewaspadaan, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan dan trauma healing," kata Fahmi.

Baca juga artikel terkait BNPT atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz