tirto.id - Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), Komjen Pol. Marthinus Hukom, mengatakan bahwa Bali telah menjadi lokasi favorit kasus kejahatan transnasional (transnational crime) yang melibatkan orang asing. Dia menyebutkan kasus penembakan terhadap dua warga negara (WN) Australia di Munggu sebagai salah satu gambarannya.
“Mereka menjadikan Bali sebagai killing ground operasional sindikat-sindikat narkoba. Bahkan, kita menemukan suatu modus operandi penyebaran narkoba yang menggunakan teknologi terbaru (advanced),” ungkap Marthinus pada pidatonya saat pencanangan program Desa Bersinar, Kelan, Selasa (15/07/2025).
Secara garis besar, Indonesia menghadapi tantangan peredaran narkoba dari dua jaringan besar, yaitu Golden Triangle (Myanmar, Laos, dan Thailand), serta Golden Crescent (Iran, Afganistan, dan Pakistan). Bali diincar karena merupakan pusat rekreasi dan pariwisata kesenangan wisatawan. Di Pulau Dewata, bahkan ditemukan laboratorium (clandestine) narkoba dan kebun ganja di dalam ruangan.
“Ada rekan-rekan kita dari UNODC (Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkoba dan Kejahatan) mengatakan bahwa Myanmar ini mereka istilahkan sebagai compound of criminal, tempat berkumpulnya kriminal-kriminal untuk melakukan sindikasi kejahatan. Bagaimana negara kita kalau terjadi seperti itu? Satu negara yang tidak bisa dikontrol dengan baik oleh pemerintah, oleh penegak hukum, akan terjadi seperti di Myanmar,” tegasnya.
Selain itu, Marthinus mengungkap fenomena WN asal Rusia dan Ukraina yang malah menjadi partner in crime (rekan kejahatan) dalam kejahatan narkotika. Padahal, diketahui dua negara tersebut sedang terlibat perang. Para WNA yang terlibat dalam perdagangan gelap narkoba di Bali pun menggunakan peralatan canggih, seperti blockchain (buku besar terdistribusi) untuk mengelabui petugas.
“Dengan menggunakan teknologi advance (canggih). Peredaran narkoba yang mereka lakukan, pengguna tidak akan bertemu dengan penjual. Mereka bertemu di ruang media sosial, lalu kemudian mempunyai kesepakatan-kesepakatan, lalu ada pengkodean di situ, ada pembayarannya juga menggunakan cryptocurrency (mata uang kripto),” jelas Marthinus.
Lebih lanjut, Marthinus menjelaskan cara sindikat Ukraina-Rusia beroperasi. Mereka menggunakan chatbot dari aplikasi Telegram dengna format tertentu. Calon pembeli akan dipaksa masuk untuk mengisi format-format di situ. Tidak perlu waktu lama, format tersebut dapat diisi dalam waktu dua menit saja.
“Uniknya, dia sudah membuat zona-zona di Bali. Misalnya di daerah Sanur, formatnya begini. Bayangkan penjahat dari luar membagi wilayah operasionalnya menjadi zona-zona seperti itu. Setelah kita membayar dengan menggunakan kripto atau uang digital, tidak sampai dua menit kemudian, foto dan titik koordinat (pengambilan narkotika) dikirim. Mereka membungkusnya dengan aluminium foil, lalu dimasukkan ke dalam semacam kantong plastik kecil sehingga sulit atau tidak tembus air,” terangnya.
Selain sindikat Ukraina-Rusia, BNN juga mengungkap adanya kartel Myanmar dan Amerika Latin yang masuk ke Bali. Kartel Myanmar menggunakan jalur-jalur tradisional untuk mencapai Indonesia, sementara kartel dari Amerika Latin, seperti Kartel Sinaloa dari Meksiko, akan masuk melalui pintu-pintu penerbangan.
“Itu (penangkapan Kartel Sinaloa) pun sebelum Donald Trump menempatkan kartel sebagai terroirs asing, apalagi nanti betul-betul pendekatan anti-teror dilakukan (oleh Amerika). Maka membuka ruang bahwa mereka akan mencari pasar lain, termasuk di Indonesia,” beber Marthinus.
Namun, Marthinus mengungkap bahwa sulit melacak bisnis gelap para WNA tersebut dikarenakan sistem kerjanya yang rumit. Saat ini, BNN RI bekerja sama dengan Pemerintah Rusia dalam rangka mengusut transnational crime itu. Selain itu, proses pendeteksian juga memerlukan bantuan dari sektor masyarakat sipil.
“Supaya jangan sampai wilayah-wilayah kita ini dijadikan zona operasinya mereka. Tiba-tiba ada orang yang malam-malam jalan, dia korek-korek tanah atau di pinggir pohon, enggak jelas, itu kita harus sudah bisa kira-kira apa yang dia kerjakan di situ. Tidak menutup kemungkinan juga yang beroperasi di dalam wilayah-wilayah zona-zona tadi adalah saudara-saudara kita sendiri yang dimanfaatkan oleh sindikat-sindikat narkoba tadi,” tutupnya.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































