tirto.id - Center for Strategic and International Studies (CSIS) mewanti-wanti pemerintah agar tidak menjadikan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional (DKBN) sebagai musuh para pengusaha. Peringatan ini diungkapkan Direktur Eksekutif CSIS, Yose Rizal Damuri, menyusul diumumkannya rencana pembentukan serta pengumuman struktur DKBN, nomenklatur baru setara dengan kementerian/lembaga oleh Presiden Prabowo Subianto dalam waktu dekat.
"Saat ini banyak kebijakan-kebijakan yang cenderung menganggap bahwa dunia usaha ini sebagai salah satu sumber permasalahan. Padahal, kita ketahui dunia usaha itu adalah pihak yang membuat lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan itu tidak diciptakan oleh pemerintah, tetapi oleh dunia usaha," katanya, dalam Wake up call dari Jalanan: Ujian Demokrasi dan Ekonomi Kita, di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Upah Minimum Regional (UMR) di berbagai daerah di Indonesia memang tergolong cukup rendah. Namun, hal ini tidak bisa semata-mata hanya menyalahkan dunia usaha saja.
Upah rendah, kata Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, terjadi karena produktivitas di Indonesia juga masih sangat rendah. Sementara, produktivitas rendah salah satunya didorong oleh surplus tenaga kerja yang sampai saat ini belum mampu diatasi Indonesia.
"Bahwa tenaga kerja kita itu terlalu banyak, kita punya surplus tenaga kerja yang besar. Yang bersedia misalnya upahnya rendah pun dia masuk. Kalau kita misalnya naikkan upah minimum lebih tinggi, yang ada adalah banyak tenaga kerja ini yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Karena produktivitasnya kan tidak sama," ujar Deni.
Di sisi lain, rendahnya produktivitas juga disebabkan oleh masih kecilnya realisasi investasi, khususnya investasi teknologi atau barang mesin. Dalam hal ini, realisasi investasi pada barang mesin yang rendah, salah satunya disebabkan oleh tingkat suku bunga kredit di Tanah Air yang tergolong tinggi hingga adanya ketidakpastian hukum dan risiko bisnis yang besar.
"Sehingga tadi, hal pembentukan Dewan Buruh baik, tapi juga harus melihat realitas bahwa begini loh struktur perekonomian kita. Dan nggak bisa sekedar misalnya, oke demi kesejahteraan buruh, upahnya dinaikkan setinggi-tingginya. Demi kesejahteraan buruh, perlindungan sosial dan segala macam, yang misalnya itu nanti membebani pelaku usaha," tambah Deni.
Persoalan upah, lanjutnya, tidak sekadar masalah kenaikan gaji setinggi-tingginya saja. Di balik itu, ada masalah biaya hidup tinggi yang pada sebagian di antaranya menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Pertanyaannya bisa nggak pemerintah memfasilitasi atau membantu bahwa biaya hidup ini bisa terkendali misalnya lewat transportasi yang memadai, lewat tunjangan kesehatan dan lain-lain yang memadai, sehingga biaya hidup masyarakat atau buruh jadi rendah, sehingga dia tidak perlu misalnya meminta kenaikan upah yang tinggi," tandas Deni.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































