tirto.id - Rachel Vennya menjadi sorotan publik usai kabur dari lokasi karantina COVID-19. Terbaru, selebgram berusia 26 tahun lewat akun instagram miliknya @rachelvenya, meminta maaf karena telah membuat kerugian bagi masyarakat banyak dan mengklaim akan belajar dari kasusnya.
“Aku mau minta maaf sama kalian semua atas semua kesalahan aku,” kata Rachel dalam akun sosial media instagramnya.
Rachel Vennya diketahui kabur saat karantina sepulang dari Amerika Serikat, yang hingga saat ini menjadi salah satu negara dengan penularan COVID-19 yang cukup tinggi di dunia.
Kejadian tersebut semakin mendapat perhatian publik setelah Komando Daerah Militer Jayakarta (Kodam Jaya) selaku Kogasgabpad Covid 19 merilis hasil penyelidikan internal. Mereka menemukan indikasi Rachel kabur dari karantina atas bantuan anggota TNI.
“Dari hasil penyelidikan sementara, terdapat temuan bahwa adanya oknum anggota TNI bagian Pengamanan Satgas di bandara yang melakukan tindakan non-prosedural,” kata Kepala Penerangan Kodam Jaya, Kolonel Artileri Pertahanan Udara (Arh) Herwin BS dalam keterangan tertulis.
Kodam Jaya pun sudah mengantongi terduga pelaku anggota TNI yang membantu kaburnya Rachel. Terbaru, Herwin mengatakan FS resmi dinonaktifkan sebagai bagian satgas. “Yang bersangkutan (FS) sudah dinonaktifkan untuk dikembalikan ke satuan,” kata Herwin, Kamis (14/10/2021).
Herwin menuturkan, pihak TNI melakukan evaluasi intern usai kasus Rachel terungkap ke publik. Di sisi lain, kasus Rachel diserahkan ke kepolisian karena ranah sipil. “Karena ranah sipil, dari Kodam Jaya akan dilimpahkan masalahnya ke polisi,” kata Herwin.
Ramai-Ramai Mengkritik
Aksi kabur Rachel Vennya ini mendapat kritik dari berbagai pihak. Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengingatkan bahwa kabur dari karantina membahayakan publik.
“Siapapun Anda. Yang diduga selebgram dan diduga kabur, serta diduga dibantu petugas. Anda tak dapat meninggalkan karantina atas alasan apa pun. Hal itu menempatkan risiko bagi masyarakat. Apalagi jika Anda datang dari negara berisiko super tinggi. Jangan merasa punya privilese,” tulis Djoerban dalam akun Twitter @ProfesorZubairi.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria pun mengaku sedih Rachel Venyya yang notabene figur publik justru tidak melakukan hal benar. Padahal para selebgram bisa menjadi panutan para pengikutnya.
“Selebgram itu, kan, punya pengikut. Followers yang banyak. Seharusnya jadi contoh bagi yang lain,” kata Riza di Bali Kota Jakarta, Kamis (14/10/2021).
Hal senada diungkapkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia berkata, tindakan Rachel membahayakan publik dengan tidak ikut karantina sesuai prosedur. Karena itu, Budi mendorong agar Rachel dikarantina ulang dan mendapatkan sanksi.
“Ya harusnya dia segera masuk karantina lagi. Dia harusnya masuk karantina lagi dan dihukum supaya jangan melanggar lagi,” kata Menkes Budi.
Sementara itu, Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito memastikan pelanggar pelaku karantina dapat disanksi pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Jika ada pihak-pihak yang tidak mengindahkan imbauan untuk karantina maka dapat dikenakan sanksi sebagaimana yang tertera dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit menular dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” kata Wiku dalam konferensi pers virtual, Kamis (14/10/2021).
Wiku mengatakan pada prinsipnya kedua regulasi tersebut mengimbau pelaksanaan karantina agar pelaku perjalanan tidak jatuh sakit maupun membawa penyakit.
Di sisi lain, mekanisme penegakan kekarantinaan kesehatan akan diawasi oleh Komando Tugas Gabungan Terpadu atau Kogasgab 4 yang terdiri dari unsur TNI, kementerian dan lembaga terkait, serta relawan yang dipimpin oleh Pang Kotama Operasional TNI di bawah Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Jika ada pelanggaran yang dilakukan petugas, Kogasgab akan menindaklanjuti temuan tersebut.
“Terkait pelanggaran yang ada, baik pembuat kebijakan dan petugas di lapangan terus melakukan monitoring dan evaluasi,” kata Wiku.
Transparansi & Pelibatan TNI Perlu Dikontrol
Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Anandar menilai kasus Rachel Vennya sebagai sinyal agar pelibatan TNI tidak perlu berlebihan dalam penanganan pandemi. Ia bilang, pelibatan TNI dalam penanganan pandemi memang diperbolehkan, tetapi tidak boleh tanpa pengawasan.
Rivanlee mengatakan, kontrol otoritas kesehatan atas TNI harus berjalan, sehingga kejadian seperti kasus Rachel Vennya bisa dihindari.
Kasus Rachel, kata dia, membuktikan kekhawatiran KontraS soal keterlibatan TNI dalam pandemi yang diluncurkan saat HUT TNI. KontraS mencatat, TNI melakukan tindak eksesif [PDF]. Dalam kurun waktu Oktober 2020 - September 2021, KontraS setidak-tidaknya menemukan terdapat 47 peristiwa penindakan yang melibatkan aparat TNI.
Secara rinci, tindakan yang diambil tersebut berupa 20 kali penyegelan, 26 kali pembubaran paksa, dan 1 kali pengerahan kendaraan taktis milik militer. Selain soal kekerasan, pelibatan TNI dalam fungsi penegakan protokol kesehatan harus dilakukan secara akuntabel dan berada di bawah kontrol sipil. Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh militer semisal kekerasan dan penyalahgunaan kewenangan secara eksesif harus diusut secara efektif.
“Karena ketika tak ada mekanisme kontrol atas keterlibatan TNI, orang-orang yang punya relasi berpotensi menggunakan hubungan tersebut demi kepentingan pribadi. Conflict of interest lah kurang lebih,” kata Rivanlee kepada reporter Tirto, Jumat (15/10/2021).
Rivanlee lantas mendorong agar koordinasi antar-otoritas penegakan kesehatan perlu diperkuat agar kasus anggota TNI membantu kabur tidak terulang. “Koordinasi dengan otoritas kesehatan guna memetakan permasalahan serupa, sehingga antisipasi dalam melakukan penegakan aturan berjalan,” kata Rivanlee.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ISESS Khairul Fahmi mendesak agar kasus Rachel yang melibatkan anggota TNI diproses tegas. Fahmi khawatir, penindakan yang lembek justru memicu kasus-kasus seperti Rachel lain.
“Saya justru tidak yakin bahwa praktik yang seperti ini baru terjadi sekali pada Rachel Vennya. Bisa jadi ada kasus-kasus sebelumnya. Jika ini tidak ditindak tegas, bisa jadi juga akan ada praktik-praktik seperti ini di masa depan,” kata Fahmi, Jumat (15/10/2021).
Fahmi mengingatkan, karantina masih menjadi sebuah kewajiban di masa pandemi dan tidak boleh ada yang melanggar. Menurut dia, pelanggaran karantina bisa memicu ancaman bagi publik, apalagi status COVID sebagai bencana non-alam masih belum dicabut.
Khusus untuk TNI, kejadian Rachel ini perlu ditindak serius, apalagi TNI saat ini tengah diapresiasi dalam perbantuan penanganan COVID, kata Fahmi. Kejadian Rachel tidak boleh berhenti hanya kepada anggota yang membantu, tetapi juga pada atasan maupun pihak terkait.
“Supaya ini jelas karena TNI ini bertindak atas dasar perintah kemudian juga harus jelas pengawasannya, jelas pengelolaannya sehingga saya kira ini bukan tanggung jawab si okbum, tapi juga tanggung jawab dari para pimpinannya secara bertingkat karena ada kelalaian di sini, tidak mengawasi bahkan mungkin saja ada keterlibatan, ada peran serta, setidaknya mengetahui perbuatan ini dari rekannya dan dari pimpinannya,” kata Fahmi.
Fahmi juga mendesak penelusuran kasus secara serius tidak hanya dari sisi kelalaian pengawasan, tetapi juga menelusuri motif anggota. Ia khawatir ada motif tertentu, entah iming-iming janji atau hal lain sehingga melawan hukum. Penelusuran juga dilakukan agar permasalahan diketahui hingga akhir.
Di sisi lain, kata dia, hukuman yang diberikan harus tegas seperti kasus korupsi bencana alam. Hal itu penting agar membuat jera dan tidak ada anggota maupun warga lain yang ikut-ikutan seperti Rachel. Ia mendesak kasus dibuka transparan agar publik mengetahui komitmen TNI dalam penyelesaian kasus Rachel.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz