Menuju konten utama

Kasus Pembatalan Acara Syafiq Basalamah, Negara Harus Melindungi

Menurut Ketua YLBHI, M. Isnur, pemerintah harus melindungi kelompok atau jemaah yang melakukan kajian dan diskusi keagamaan karena hak asasi semua umat.

Kasus Pembatalan Acara Syafiq Basalamah, Negara Harus Melindungi
Ilustrasi pengajian di Masjid. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Jaminan kebebasan beragama kembali menjadi sorotan setelah sebuah surat dari GP Ansor beredar. Isinya tentang keberatan kehadiran Syafiq Riza Hasan Basalamah yang akan mengisi kajian keagamaan pada Kamis (22/2/2024) lalu.

Hal itu diungkapkan langsung oleh Syafiq Basalamah lewat akun instagram @syafiqrizabasalaham_official. Ia mengatakan kegiatan kajian yang rencananya dilakukan di Masjid Assalam Purimas, Surabaya, dibatalkan.

"Qodarrullah kajian dibatalkan, semoga Allah menjaga kita semua," ujar akun tersebut sekaligus mengunggah isi surat dari GP Ansor

Dalam surat tersebut GP Ansor menyatakan keberatan atas kehadiran Syafiq Basalamah karena dua hal. Pertama, ceramahnya dianggap provokatif dan adu domba. Kedua, ceramah yang disampaikan mengarah pada ujaran kebencian dan berpotensi memecah belah kerukunan umat Islam.

Ketua Umum PP GP Ansor, Addin Jauharuddin, menegaskan bahwa GP Ansor tidak pernah mengusir atau membubarkan kegiatan pengajian Syafiq Basalamah di Gunung Anyar, Kota Surabaya, Jawa Timur.

"Tidak pernah Banser membubarkan pengajian, yang ada setiap ada pengajian Banser selalu mengawal," kata Addin saat dikonfirmasi reporter Tirto, Jumat (23/2/2024).

Menurut Addin, pengajian tersebut dilangsungkan di wilayah permukiman dan pesantren Nahdlatul Ulama (PBNU). Lalu, telah disepakati perjanjian bahwa tidak boleh ada penceramah yang menyebarkan ajaran radikal, provokatif, adu domba, ujaran kebencian, dan memecah belah kerukunan.

Sore hari, kata dia, dilakukan salat Magrib berjamaah. Usai salat magrib, para panitia pengajian meminta orang-orang NU untuk segera meninggalkan lokasi karena ternyata mengundang Syafiq Riza Hasan Basalamah.

Menurut Addin, Syafiq memiliki rekam jejak yang termasuk dalam perjanjian tersebut. Maka itu, ungkapnya, pihak Ansor meminta acara dihentikan.

"Banser menolak acara-acara yang berkedok pengajian yang sebenarnya berisi ceramah-ceramah intoleran, radikal, dan ingin mengubah sistem negara bangsa ini," tutur Addin.

Dia mengaku mendukung apa yang dilakukan PCNU setempat dan memandang hal itu sudah benar. Apalagi, katanya, dalam kasus ini terdapat korban luka dari anggota GP Ansor.

"Karena ada korban juga dari pihak kami, makanya kami membuat laporan ke kepolisian," ungkap Addin.

Ditegaskan Addin, semua pihak harus berupaya menjaga persatuan dan NU memiliki cara seperti ini. Terlebih, saat ini situasi politik masih hangat.

"Berani ceramah intoleran, radikal, menghujat amaliyah Nahdlyiiin dan melawan ideologi negara, maka Ansor Banser akan digarda terdepan untuk melawan," ujar Addin.

Kongres XVI Gerakan Pemuda Ansor

Para anggota GP Ansor mengikuti Kongres XVI GP Ansor di Terminal Penumpang Kapal Pelni, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/2/2024). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.

Ormas Tak Berwenang Membubarkan

Menurut peneliti Setara Institute, Halili Hasan, Surabaya menjadi salah satu titik yang kerap menjadi penolakan hingga pembubaran ceramah di Jawa Timur. Ia mengatakan aksi tersebut kerap berkaitan dengan GP Ansor.

"Kita harus akui bahwa kelompok-kelompok yang dulu diam sekarang memilih speak up dan GP Ansor yang paling kencang. Tapi keterlibatan GP Ansor kalau pakai data yang kami rilis memang kebablasan, melampaui batas. Tidak boleh sampai membubarkan, menolak dan melakukan tindakan koersif-respresif seperti membubarkan kegiatan, itu tidak boleh," katanya.

Ia mengingatkan, upaya pembubaran hanya bisa dilakukan aparat negara. Organisasi masyarakat tidak berwenang untuk membubarkan.

Halili menekankan, penyampaian keberatan adalah upaya paling keras yang bisa dilakukan warga sipil saat melakukan penolakan. Ia beralasan, penyampaian keberatan tidak menghentikan atau menutup ruang yang berbeda untuk menyampaikan ekspresi.

Ia menyinggung aksi ormas yang melakukan pembubaran saat ini tidak beda jauh dengan aksi ormas FPI di masa lalu yang membubarkan kegiatan pengajian keagamaan lain.

"Kalau kita membiarkan pembubaran-pembubaran itu, ya apa bedanya dengan aksi-aksi pembubaran yang dilakukan oleh kelompok-kelompok intoleran seperti FPI sebelumnya?" kata Halili.

Menurutnya, ceramah adalah ekspresi kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ia menjelaskan, kebebasan beragama secara umum ada dua kategori. Pertama, kebebasan internal atau forum internal. Kebebasan internal, ungkapnya, tidak boleh digugat dalam keadaan apapun sehingga warga harus saling menghormati pilihan ideologis dan teologis sesuai keyakinan.

Kedua adalah kebebasan eksternal. Kebebasan ini memiliki batasan-batasan dalam melaksanakan keyakinan. Kegiatan berceramah masuk dalam poin kebebasan eksternal.

"Nah, menceramahkan yang menjadi keyakinan kita menjadi kebebasan eksternal sehingga dia pada dasarnya bisa dilakukan limitasi. Pertanyaannya kemudian apakah ormas punya kewenangan untuk melakukan limitasi? Ormas itu nggak boleh. Yang boleh melakukan hanya negara," kata Halili.

Negara, imbuhnya, juga harus melakukan limitasi secara proporsional sesuai aturan yang berlaku yang bersifat universal dan tidak diskriminatif.

Kerumunan Massa Sambut Kepulangan Muhammad Rizieq Shihab

Muhammad Rizieq Shihab menyapa para pengikutnya yang membanjiri jalan menuju kediamannya di sekitar Petamburan, Jakarta pada Selasa (10/11/2020). tirto.id/Andrey Gromico

Sementara itu, Ketua YLBHI, M. Isnur meminta pemerintah turun tangan secara hati-hati dalam menyelesaikan masalah antara kelompok pro Syafiq Basamalah dengan GP Ansor. Hal ini menurutnya perlu dilakukan agar konflik tidak berkepanjangan yang berujung konflik sosial.

"Pemerintah harus turun tangan dan ambil bagian untuk memediasi serta mendudukkan masalah secara clear. Memastikan tidak boleh ada ancaman kekerasan, tidak boleh ada hasutan kebencian, tidak boleh ada upaya-upaya pelarangan kebebasan beragama bagi kelompok tertentu," kata Isnur, Jumat (23/2/2024).

Isnur menilai perlu ada pendekatan komprehensif dalam kasus ini.

Pertama, aparat perlu turun tangan untuk memeriksa sejauh mana ujaran atau kampanye bernada kebencian yang dikeluarkan oleh seseorang atau kelompok tertentu. Menurutnya, kelompok yang tidak menerima ujaran kebencian tentu akan bereaksi akibat ujaran kebencian tersebut.

Kedua, tambahnya, pemerintah harus melindungi kelompok atau jemaah yang melakukan kajian dan diskusi keagamaan. Ia mengingatkan negara harus melindungi umat dalam berkeyakinan dan menghormatinya.

"Pemerintah pertama harus menghormati hak asasi semua umat, semua orang termasuk juga terlindungi dari ancaman kebencian. Kedua, harus melindungi ketika ada sekelompok orang atau kelompok umat yang terancam atau diganggu haknya oleh orang lain," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait NEWS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - News
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Irfan Teguh Pribadi