tirto.id - Menteri BUMN, Erick Tohir kembali mendapat titel baru. Selain sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), kini Erick resmi menjadi Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Hal ini diputuskan dalam Kongres Luar Biasa PSSI.
Dalam KLB PSSI, Erick terpilih dengan perolehan sebanyak 64 suara. Sementara rival terkuatnya, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti memperoleh sebanyak 22 suara. Tiga kandidat lain yang ikut berpartisipasi, yakni Arif Putra Wicaksono, Doni Setiabudi, dan Fary Djemy Francis nihil suara.
Para pemilik suara PSSI berjumlah 86 yang merupakan 86 suara plus satu federasi tambahan. Ke-86 suara itu terdiri dari 18 klub Liga 1, 16 klub Liga 2, 16 klub Liga 3, 34 asosiasi provinsi (asprov), dua asosiasi, dan satu federasi futsal Indonesia.
Usai terpilih sebagai Ketua Umum PSSI, Erick berterima kasih kepada para pemilih. Ia senang KLB berjalan baik. Akan tetapi, Erick menegaskan bahwa keterpilihan dirinya sebagai Ketua Umum PSSI bukanlah kemenangan.
“Sekali lagi ini bukan merupakan kemenangan, atau saya sudah menang, belum. Ini adalah justru bagaimana kita ingin memastikan bekerja lebih baik, tantangannya sangat berat,” kata dia.
Erick bercerita, Indonesia dalam 94 hari lagi akan menggelar Piala Dunia U-20. Hal itu menjadi tantangan pemerintah saat ini. Oleh karena itu, Erick berterima kasih kepada pihak yang mendukungnya sebagai Ketua Umum PSSI.
“Terima kasih sudah dipercaya, tetapi juga menjadi beban bagaimana memastikan Indonesia bisa lebih baik lagi, khusunya jangka pendek di Piala Dunia U-20, kita akan urus satu per satu,” kata Erick.
Erick menambahkan, “Insyaallah saya rasa dengan dukungan masyarakat, suporter, wasit, pelatih, para pemain, dan lainnya kita sama-sama memastikan kejuaraan dunia U-20 berlangsung dengan baik.”
Posisi Ketua Umum PSSI yang disandangnya itu tidak menutup kemungkinan sebagai pintu masuk pria kelahiran 30 Mei 1970 itu untuk maju dalam Pemilu 2024, baik sebagai bakal capres atau cawapres.
Dalam survei Populi Center terhadap 1.200 responden selama 25 Januari hingga 3 Februari 2023, nama Erick masuk sebagai daftar bakal cawapres potensial yang mampu bersaing dengan Ridwan Kamil maupun Sandiaga Uno.
Ridwan Kamil mendapat dukungan paling tinggi dengan 22,4 persen. Setelah Ridwan Kamil ada nama Sandiaga Salahuddin Uno (16,8 persen), Andika Perkasa (9,9 persen), Agus Harimurti Yudhoyono (9 persen), Erick Thohir (8,8 persen), dan Khofifah Indar Parawansa (6,2 persen).
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, ada nilai positif bagi Erick Thohir dalam rencana untuk maju di Pilpres 2024. Saidiman beralasan, Erick bisa memperkuat branding sebagai profesional dan semakin besar jika membawa perubahan.
“Dan ini akan menjadi lebih kuat jika dalam kepimpinannya, ada perubahan signifikan dan manajemen PSSI yang menambah harapan warga tentang peningkatan prestasi tim,” kata Saidiman, Kamis (16/2/2023).
Saidiman menuturkan, nama Erick muncul setelah menjadi kandidat capres alternatif dari sisi profesional. Meski belum sekompetitif nama lain, seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto, kata dia, Erick bisa memiliki nilai lebih jika mampu memimpin lembaga seperti PSSI. Setidaknya, kata Saidiman, Erick bisa menjadi kandidat kuat bakal cawapres.
“Di antara tokoh lain, saya kira Erick salah satu yang paling potensial untuk dilirik sebagai bakal cawapres,” kata Saidiman.
Saidiman melihat dari modal yang kini dimiliki Erick. Pertama, Erick sudah melakukan sosialisasi dan publik mulai mendeteksi kegiatan sosialisasi mantan pemilik Inter Milan itu. Kedua, Erick memiliki social capital yang cukup baik karena bisa diterima di pelbagai kelompok.
“Sejauh ini, tidak terlihat ada kelompok masyarakat yang resisten,” kata Saidiman.
Ketiga, kata Saidiman, Erick memiliki kemampuan logistik yang kuat. Itu bisa melengkapi kelemahan tokoh-tokoh yang sekarang populer untuk jadi bakal calon presiden.
Keempat, Erick juga bisa menjadi simbol atau representasi kesinambungan pemerintahan sekarang. Ia menilai peluang Erick menjadi cawapres sangat besar dari 4 poin ditambah aktivitasnya di organisasi masyarakat dan intens di media massa.
“Ini bisa jadi daya tawar yang tinggi untuk koalisi partai mempertimbangkan dia sebagai bakal calon wapres,” kata Saidiman.
Saidiman menilai, peluang Erick akan semakin besar sebagai bakal cawapres jika membuat perubahan besar di PSSI. Jika berhasil, publik akan menilai kualitas menteri BUMN itu naik. Namun, semua tergantung kualitas Erick saat menjadi orang nomor satu di PSSI.
“Kalau kinerjanya bagus, itu bisa jadi modal sosial bagi Erick untuk melakukan sosialisasi ke publik,” kata Erick.
Hal senada diungkapkan analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin. Ia menilai, langkah Erick menjadi Ketua Umum PSSI akan menguntungkan. Ia menilai, langkah Erick sudah strategis dalam komunikasi pemasaran politik terpadu.
Dalam konsep tersebut, kata dia, ada beberapa elemen penting di antaranya adalah pengemasan diri, special events of politics, dan memelihara konstituen. Ia tidak memungkiri nama Erick menguat sebagai kandidat bakal capres.
“Terkait pengemasan diri, saya melihat ET sedang berusaha menaikkan daya tawar politik pada dirinya sendiri. ET punya potensi untuk masuk dalam list capres, tapi karena ia baru berkutat di politik dua tahun ke belakang ini, maka ia belum masuk dalam pusaran episentrum capres dan saya rasa ET menyadari hal ini sehingga ia berusaha untuk masuk di pusaran cawapres,” kata Alvin.
Alvin menambahkan, “Dalam rangka menaikkan political value, ET memainkan narasi dengan baik menurut saya. Ia kerap jadi 'EO' dan sempat di-mentioned oleh Presiden Jokowi.”
Terkait special events, Alvin melihat berkaitan dengan peristiwa-peristiwa apa saja yang memiliki magnet bagi media dan berdampak pada publik. Posisi Ketua Umum PSSI yang dipegang Erick tentu akan menarik perhatian publik, apalagi sepakbola itu memiliki tempat sendiri di penduduk Indonesia.
“Kemudian, dalam kaitan dengan memelihara konstituen, bila sebagai Ketum PSSI ada sebuah gebrakan ataupun kesan positif apalagi berupa prestasi, maka akan berimplikasi baik pula pada ET. Ada kesan ET memiliki performa pemimpin yang baik," kata Alvin.
Alvin juga melihat Erick tidak memiliki orientasi politik jangka pendek. Ia menilai, 4 tahun masa jabatan Ketua Umum PSSI akan menjadi momen Erick untuk membangun konstituen, yang nantinya berpotensi besar menjadi loyalis jika memenuhi permintaan konstituen. Pada akhirnya, kata Alvin, berdampak nyata pada ekuitas politik dari Erick sendiri.
“Mudahnya, jabatan Ketua PSSI ini seksi di mata media dan publik. Jabatan ini bila dikelola dengan baik akan mendatangkan keuntungan politik bagi ET," kata Alvin.
Alvin menilai, elektabilitas Erick akan meningkat jika berhasil membangun hubungan personal dan mendemonstrasikan keunggulan serta menjaga perasaan positif di benak publik. Ia tidak memungkiri posisi Erick sebagai Ketua Umum PSSI bisa merugikan secara politik bila gagal memenuhi ekspektasi publik atau terlibat skandal.
“Saya kurang mendalami PSSI, tapi dari pernyataan ET pasca-terpilih ia menjanjikan ada peningkatan prestasi. Nah, apabila janji dianggap oleh konstituen tidak terpenuhi, maka jabatan Ketua PSSI tidak akan berdampak pada elektabilitas ET. Selama tidak terlibat skandal besar, bagi saya ET akan aman-aman saja," kata Alvin.
Ia juga menilai, aksi buruk tidak hanya berdampak kepada pecinta sepak bola, melainkan juga publik. Ia beralasan Ketua Umum PSSI adalah kursi yang disorot publik sehingga tidak hanya menyasar pecinta bola saja.
"Kalau tidak ada gebrakan, tidak akan ada efek. Gebrakan di sini juga bicara mengenai narasi apa yang mau dimainkan oleh ET di jabatan barunya," kata Erick.
Ia pun menilai, posisi Ketua Umum PSSI tidak akan merugikan secara elektabilitas jika menjadi bakal capres atau cawapres resmi sekaligus Menteri BUMN. Ia mengembalikan kepada regulasi yang ada.
“Tentu perlu dilihat secara aturan, apakah lepas jabatan atau bagaimana, tapi fakta utamanya jabatan ketua PSSI ini bisa berdampak untuk menaikkan nilai jual ET bila dijalankan dengan tepat,” kata Alvin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz