tirto.id - Pemerintahan Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka resmi berjalan pada 21 Oktober 2024. Baru beberapa hari, Prabowo langsung 'mengagetkan' publik dengan mengumumkan kabinetnya, yakni Kabinet Merah Putih, yang 'gemuk' dengan melantik lebih dari 48 menteri, 56 wakil menteri dan membuat 5 badan baru yang dipimpin menteri.
Analis politik sekaligus Ketua Departemen Komunikasi, Media dan Studi Kebudayaan Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menilai, kabinet Prabowo bukan hanya soal gemuk, melainkan berbeda dengan pakem presiden sebelumnya di mana kabinet di awal pemerintahan perlu diisi profesional.
"Pak Prabowo justru pertama kali dia membuat, menyusun kabinetnya, mayoritas hampir 60 persennya adalah partai politik sehingga yang profesional sangat sedikit. Jadi ini kan semacam apa ya, melawan tradisi. Berbeda dari sebelumnya. Nah jelas kalau begitu ada kepentingan-kepentingan kan?" kata Kunto saat berkunjung ke kantor Tirto dalam acara podcast For Your Politics.
Kehadiran kabinet gemuk diikuti dengan status Prabowo yang kembali ke 'setelan pabrik'. Prabowo yang dalam Pilpres 2024 dikenal lewat aksi 'gemoy' mulai menunjukkan sikap aslinya yang tegas, keras dan berapi-api usai dilantik pada 20 Oktober 2024. Padahal, Prabowo berhasil memenangkan Pilpres 2024 lewat aksi gemoy di depan publik selama kampanye.
"Pak Prabowo kembali menjadi Pak Prabowo yang kita kenal selama ini, sebelum dia tiba-tiba jadi gemoy. Waktu pemilu 2024, saya pangling dengan Pak Prabowo karena joget-joget. Nggak banyak berapi-api dalam pidato," begitu kata Kunto.
Kunto menilai aksi tersebut merupakan pencitraan politik Prabowo. Ia menilai, upaya menjadi gemoy adalah trik untuk menipu publik. "Ya itu kan pencitraan, kan sah-sah aja gitu. Kita aja yang bisa dibohongin. Cuman kan dengan demikian kita bisa memprediksi pemerintahan Pak Prabowo, gaya komunikasinya terutama akan seperti dia sebelum gemoy. Berapi-api atau bahkan mungkin emosional, marah-marah," kata Kunto.
Kunto menilai, semangat patriotisme dan menggebu-gebu Prabowo itu bisa menjadi bumerang jika gagal dikelola. Ia mengingatkan, publik memilih dia karena gemoy, bukan karena sikap kerasnya.
"Ingat, dia dipilih gara-gara gemoy. Bukan gara-gara berapi-api. Pada pemilu sebelumnya dia berapi-api kalah kan gitu. Jadi mungkin ya itu sifat aslinya, tapi Pak Prabowo harus refleksi bahwa dia dipilih karena gemoy. Bukan karena berapi-api," kata Kunto.
Kunto melihat, pemerintahan Prabowo mungkin tidak mengarah pada otoriter, melainkan militeristik. Akan tetapi, pemerintahan Prabowo butuh oposisi untuk menjaga keseimbangan pemerintahan dan itu ada di PDIP.
"Kita sangat berharap PDIP tetap di luar barisan untuk menjaga ini. Karena PDIP punya track record sebagai oposisi yang lumayan kuat. Nah ini yang kemudian jadi harapan kita bahwa ada yang mengontrol Pak Prabowo. Tapi kalau akhirnya ini masuk juga PDIP, barangnya masuk juga, itu juga akan susah kemudian menghindari," kata Kunto.
Tidak hanya bicara soal kabinet dan semangat oposisi, Kunto juga berbicara kemungkinan matahari kembar di mana Wapres Gibran Rakabuming Raka disebut-sebut sebagai boneka Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di pemerintahan Prabowo. Selain itu, kehadiran isu fufufafa hingga potensi cawe-cawe 'Mulyono', nama satire yang merujuk ke Joko Widodo, lewat Gibran yang notabene anaknya ikut dibahas Kunto.
Penasaran? Berikut isi wawancaranya dengan Tirto:
Anda melihat kondisi Kabinet Gemuk Prabowo seperti apa?
Kalau boleh saya mencoba membandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, aman Pak SBY, zaman Pak Jokowi ketika mereka pertama menjadi presiden, kabinet yang dibentuk itu lebih banyak kabinet yang sifatnya profesional.
Kita ingat Pak Jokowi misalnya pada 2014. Bagaimana kabinetnya isinya orang profesional semua. Sedikit yang dari partai gitu kan? Sampai akhirnya 2015 dia diancam di-impeach oleh partainya sendiri. Nah, Pak SBY juga demikian. Isinya orang-orang profesional, teknokrat, gitu-gitu.
Nah, ini nampaknya berbeda dengan Pak Prabowo kali ini. Pak Prabowo justru pertama kali dia membuat, menyusun kabinetnya, mayoritas hampir 60 persennya adalah partai politik sehingga yang profesional sangat sedikit. Jadi ini kan semacam apa ya, melawan tradisi. Berbeda dari sebelumnya. Nah jelas kalau begitu ada kepentingan-kepentingan kan? dan kita lihat bahwa selama ini Pak SBY, Pak Jokowi mungkin pertama kali ketika mereka jadi presiden, misinya lebih untuk mengembalikan kepercayaan publik dan kepercayaan pasar. Sehingga dia isi itu kabinet oleh profesional. Tapi, kali ini, Pak Prabowo melihat bahwa, nggak perlu lagi karena rakyat, mayoritas sudah memilih saya. Saya menang satu putaran.
Yang kedua, problem bagaimana akhirnya Pak Jokowi di era sebelumnya, itu berusaha merangkul semua kekuatan politik yang ada untuk menciptakan stabilitas dan ini kan jadi status quo selama paling tidak lima tahun terakhir. Status quo ini bahaya kalau diganggu ketika masa transisi. Jadi Pak Prabowo sangat sadar itu sehingga ada 17 lebih menteri dan wakil menteri dari pemerintah Pak Jokowi. Itu kan cara untuk mempertahankan status quo.
Pak Prabowo berorientasi pada kekuatan-kekuatan politik yang mendukung kekuasaannya. Pak Prabowo tampaknya tidak terlalu peduli dengan kepercayaan pasar dan kepercayaan publik.
Sebelumnya Prabowo ingin membentuk zaken kabinet, apakah terlaksana?
Ini kan kontradiktif kan akhirnya. Di awal Pak Prabowo bilang mau bikin kabinet profesional, kabinet zaken yang berarti diisi oleh sebagian besar orang profesional, tapi kan kebalikannya yang terjadi. Yang profesional justru minoritas, mayoritasnya adalah dari partai politik.
Walaupun kemudian ada argumen bahwa dari partai politik juga profesional kok. Ya nggak mungkin lah. Pasti ada kepentingan partai politik lebih besar daripada soal profesionalisme, soal kemudian ini kan orientasi.
Kalau profesional, kita tahu orientasinya pada profesi dia, pada keahlian dia, tapi ketika dia dari partai politik, ya tentu keahlian dan profesi dia jadi nomor sekian setelah partai politik. Itu kan realitas yang tidak bisa dinafikan apapun alasannya.
Menteri-Wamen Kabinet Merah Putih digembleng dalam retret Magelang yang bernuansa militeristik. Ada relevansinya dengan kinerja?
Ini bukan militeristik, ini military way kan kalau bahasanya Pak Prabowo. Military way itu kan sebenarnya kalau dalam bahasa Pak Prabowo adalah disiplin. Disiplin itu sendiri kalau dari definisinya sebenarnya lebih teknik untuk membuat orang patuh terhadap sesuatu dan di military way, disiplin itu tercermin dari semua tubuh. Jadi cara tegapnya, bajunya, itu disiplin. Jadi membentuk seseorang seperti layaknya militer. Apakah military way membentuk disiplin? Iya ketika zaman Prusia dulu.
Militer modern itu ada di abad 18-an atau 17-an ketika Prusia membangun tentara dengan baris-berbaris itu, yang kemudian dikenal dengan militer modern, yang akhirnya itu terbukti militer yang lebih modern dengan disiplin itu menang atas militer yang nggak disiplin.
Tapi kan semuanya sekarang udah disiplin. Sudah ada pembentukan-pembentukannya meski beda-beda. Cina punya disiplin sendiri, Amerika punya disiplin sendiri, Indonesia pun punya disiplin sendiri dalam konteks militer.
Tapi, kalau ditanya apakah ini akan mempengaruhi kinerja menteri? Mungkin tidak. Karena disiplinnya militer ya untuk membentuk insan militer berperang sedangkan menteri dan pejabat negara kan bukan itu urusannya.
Ini ada teorinya, namanya kognitif disonansi. Anda pernah ikut ospek? Dan seakan-akan ada perlombaan ospek yang paling kejam lah, yang paling bagus dan itu kan sebenarnya ada teorinya.
Salah satu cabang kognitif disonansi itu semacam legitimasi atas effort. Kalau kita merasa effort kita tinggi, maka kita akan bilang itu bagus dan bermanfaat. Karena kita akan punya kognitif disonansi atau gap kognitif jika ternyata effort yang besar itu hasilnya nggak sebesar itu sehingga kita berusaha untuk kemudian menyamakan hasil dengan effort. Padahal hasilnya mungkin di sini [nggak tinggi]. Coba liat kampus-kampus yang katanya ospeknya paling kejam. Berapa persen suksesnya dibandingkan kampus-kampus yang ospeknya nggak kejam? Sama aja kok.
Nggak ada temuan ilmiah bahwa kampus-kampus itu secara ranking lebih tinggi daripada kampus-kampus yang ospeknya tidak kejam. Jadi, itu menurut saya lebih pada bonding dan kemudian pride. Bahwa dia merasa lebih pride jadi anggota Kabinet Merah Putih daripada kabinet sebelumnya mungkin.
Apakah nanti bonding ataupun pride kelompok ini akan berujung pada kinerja? Belum tentu. Karena bisa jadi ujungnya adalah mereka jadi nggak mau mendengarkan yang di luar kelompoknya.
Urgensi apa di balik Presiden Prabowo membentuk kabinet gemuk?
Kalau menurut saya urgensi nomor satu Pak Prabowo ingin mengamankan transisi dengan status quo. Dia nggak ingin ada gangguan-gangguan atau nggak ingin ada aktor-aktor yang kemudian mencoba untuk mengganggu masa transisi.
Yang nomor dua, menurut saya ya dia butuh dukungan yang lebih besar di parlemen. Apalagi program-programnya juga ambisius. Program makan bergizi gratis, hilirisasi yang kemudian diprotes oleh banyak masyarakat, terutama soal perusahaan lingkungan, soal perampasan tanah, hak, dan segala macam.
Ya saya tidak menafikan bahwa ada kepentingan bagi-bagi kekuasaan itu kan. Karena akhirnya ini lebih transaksional gitu. Pengakuan Pak Bahlil misalnya, Menteri ESDM yang bilang ada tukar guling jabatan. Memang bagi-bagi kekuasaan realitasnya, apalagi yang mau ditutupi kan gitu?
Beberapa sosok dalam Kabinet Merah Putih adalah nama-nama baru. Bagaimana kira-kira kinerja mereka?
Biasanya nih di pemerintahan sebelumnya. Kalau ada nama orang yang tidak terkenal atau bukan dari partai politik jadi menteri dan publik nggak terlalu tau, itu biasanya akan di back up dengan wakil menteri yang punya reputasi yang sangat bagus.
Sehingga si menteri ini, menterinya cuma simbol. Di publik akan bilang oke menterinya cuma simbol, tapi kita percaya bahwa ada wakil menteri yang bekerja.
Yang kedua, ya bagi-bagi tadi gitu. Ini yang lucu, yang menarik adalah kita lihat partainya Pak Prabowo, Gerindra. Itu punya menteri lebih sedikit daripada partai lain, tapi, di wakil menteri, Gerindra punya lebih banyak daripada partai lain. Ini kan seperti apa ya, sinyalemen bahwa kalau kemarin wakil menteri itu orang yang benar bekerja, sementara menterinya adalah simbol.
Kalau sekarang kan ada menteri yang juga simbol, wakil menterinya kerja. Ada menteri yang oke, kita tahu track record-nya, nah wakil menterinya dimagangkan gitu. Dimagangkan untuk dapat rekam jejak yang baik. Yang mungkin, well let's see 6 bulan atau 1 tahun ke depan mungkin wakil menteri yang magang ini akan jadi menteri beneran.
Prabowo banyak memecah Kementerian era Jokowi menjadi kementerian tersendiri. Apa niatan hal ini?
Misalnya Kemendikbudristek menjadi tiga Kementerian baru. Iya, karena ada cara pikir, pola pikir bahwa apa yang diurusi oleh Dikdasmen, pendidikan dasar dan menengah itu sangat berbeda dengan pendidikan tinggi misalnya. Orientasinya sudah berbeda, birokrasinya sudah berbeda sehingga ada kebutuhan untuk memecah itu supaya lebih fokus. Supaya kementerian ini terlihat prioritasnya. Cuma problem-nya, bukan rahasia lagi bahwa komunikasi dan koordinasi antar-kementerian itu sangat susah.
Bisa dibayangkan kalau kemudian problem pendidikan ini butuh dua kementerian, Dikdasmen dan Dikti riset untuk kemudian koordinasi. Yang dulunya ada di satu kementerian lebih enak koordinasinya. Cuman urusan eselon satu dengan eselon satu gitu kan. Tiba-tiba jadi kementerian antarkementerian.
Cuma saya punya harapan bahwa kantor komunikasi presiden itu juga akan ngurusin soal koordinasi dan komunikasi antarkementerian. Tidak jadi istilahnya corong propagandanya istana. Itu yang sebenarnya saya punya harapan.
Kenapa ini dipecah? Saya melihatnya ada prioritas tadi dari Pak Prabowo. Lalu yang kedua ya ada mungkin motif bagi-bagi, supaya lebih banyak kue yang dibagikan. Walau irisannya jadi kecil-kecil.
Bagaimana agar mengelolanya berjalan lancar?
Ya percepatan soal perubahan nomenklatur. Lalu, kemudian percepatan soal pembagian atau distribusi anggaran. Percepatan kemudian pengaturan komunikasi dan koordinasi antarkementerian/lembaga.
Bicara anggaran, apakah kementerian dengan kabinet gemuk akan membebani negara?
Iya kan ada yang sudah ngitung kan bahwa kemungkinan hampir bengkak Rp2 triliun dalam lima tahun ke depan. Itu cuma urusan belanja pegawai aja. Belum urusan yang lain. Belum untuk anggaran proyeknya. Belum untuk yang lain-lain kan gitu. Jadi bisa dibayangkan betapa gemuknya dan betapa borosnya. Jadi tadinya misalnya mesin 1.500 cc jadi 5.000 cc. Karena ada bahan bakar yang lebih banyak.
Prabowo bilang menteri dari parpol jangan incar duit negara. Bagaimana pandangan Anda?
Kenapa banyak orang memilih Pak Prabowo ketika pemilu itu? Salah satunya adalah soal ketegasan. Karakteristik kepribadian yang tegas, yang diharapkan itu bisa mengatasi atau bisa memberikan solusi terhadap masalah korupsi atau problem-problem hukum lainnya di Indonesia dan ketegasan ini yang diharapkan dari Pak Prabowo.
Cuman masalahnya kan kita tahu realitas politiknya nggak sesederhana itu. Pak Prabowo bukan raja yang dapat wahyu dari langit kan. Pak Prabowo itu ada di sebuah negara modern yang di situ, ada jaring kekuasaan. Ada aktor-aktor yang lain yang juga punya kekuasaan. Ketika itu diganggu, ya mungkin mereka akan membalas dan itu kan akhirnya kita nggak bisa bergantung pada kepribadian Pak Prabowo yang tegas. Tapi kemudian mekanisme evaluasi seperti apa? Mekanisme kontrol seperti apa yang dibangun oleh Pak Prabowo terhadap Menteri-Menterinya supaya nggak kemudian ambil APBN.
Kabinet Prabowo juga diisi banyak pengusaha seperti Erick Thohir, Maruarar Sirait, atau Rosan Roeslani. Apakah ada potensi konflik kepentingan ke depan?
Dalam hitungan hari kabinetnya Pak Prabowo ini, kemarin sudah ada cerita soal pelanggaran konflik kepentingan. Seorang Menteri Desa yang baru dilantik kemudian menyebarkan undangan pakai kop surat Menteri Desa untuk mengumpulkan massa mendukung istrinya yang sedang mencalonkan diri jadi kepala daerah. Itu kan konflik kepentingan.
Nggak usah pengusaha. Bahkan itu bisa dilakukan oleh yang bukan pengusaha. Jadi sangat mungkin ketika tidak ada kontrol dan mekanisme soal etik dan konflik kepentingan di kabinet, ya ketakutan kita pasti akan terjadi. Sama seperti misalnya ketika pemerintahnya Pak Jokowi, konflik kepentingannya kan juga sarat. Waktu Covid misalnya soal pengadaan tes PCR, lalu vaksin, itu kan banyak menyoroti soal konflik kepentingan itu dan kita sih berharap itu tidak berlanjut di kabinet Pak Prabowo.
Cuma saya tidak melihat adanya upaya-upaya untuk kemudian meminimalisir konflik kepentingan ini di awal-awal selain hanya lip service saja. Ya itu kan semacam Pak Prabowo kemudian bisa bilang, ini loh aturan-aturan yang harus disepakati oleh Menteri-Menteri saya.
Salah satunya adalah soal konflik kepentingan gitu. Dan ketika mereka melanggar ini mereka bersedia mundur atau mereka bersedia dihukum gitu. Atau kemudian ini loh sistem yang kita bangun di kabinet untuk meminimalisir konflik kepentingan.
Ada perbedaannya dengan kabinetnya Jokowi dulu soal konflik kepentingan?
Ya karena orang-orangnya kebanyakan sama, saya nggak melihat ada perbedaan gitu dan karena nggak ada sistem yang dibangun juga, saya nggak melihat ada perbedaan yang sangat signifikan. Yang saya lihat ya harapan-harapan dari masyarakat, harapan dari media, harapan dari akademisi, tapi belum tentu itu resonate dengan mereka kan gitu.
Dibandingkan dengan Jokowi secara personal, gaya komunikasinya Prabowo seperti apa?
Pak Prabowo kembali menjadi Pak Prabowo yang kita kenal selama ini, sebelum dia tiba-tiba jadi gemoy. Waktu pemilu 2024, saya pangling dengan Pak Prabowo karena joget-joget. Nggak banyak berapi-api dalam pidato.
Ya itu kan pencitraan, kan sah-sah aja gitu. Kita aja yang bisa dibohongin. Cuman kan dengan demikian kita bisa memprediksi pemerintahan Pak Prabowo, gaya komunikasinya terutama akan seperti dia sebelum gemoy. Berapi-api atau bahkan mungkin emosional, marah-marah.
Dan itu untuk menegaskan jiwa patriotisme dia, jiwa korsa dia, dan kemudian untuk bilang bahwa ini loh saya tegas. Itu sih sebenarnya akan berdampak positif kalau kemudian ini bisa diatur dengan baik. Maksudnya kapan dia harus tegas, kapan kemudian dia harus lembut.
Ini yang kemudian jadi permasalahan. Bisa nggak Pak Prabowo kemudian mengatur ritme itu atau jangan-jangan selalu kelepasan dengan gebrak-gebrak meja atau nanti berapi-api. Karena ya akhirnya capek juga kalau semuanya terus berapi-api. Ada masalah-masalah birokrasi yang nggak akan selesai dengan hanya marah-marah.
Ingat, dia dipilih gara-gara gemoy. Bukan gara-gara berapi-api. Pada pemilu sebelumnya dia berapi-api kalah kan gitu. Jadi mungkin ya itu sifat aslinya, tapi Pak Prabowo harus refleksi bahwa dia dipilih karena gemoy. Bukan karena berapi-api.
Bagaimana jalan pemerintahan ke depan dengan gaya rasa otoriter seperti ini?
Mungkin gayanya bukan otoriter. Gayanya lebih tegas ala militer, lebih apa ya, asertif gitu. Kalau otoriter kan sifat pemerintahan. Apakah ke depannya akan otoriter? Saya pikir nggak. Karena ya tadi ada banyak kepentingan kan aktor-aktor yang tidak bermain. Seperti sekarang PDIP masih di luar barisan.
Kita sangat berharap PDIP tetap di luar barisan untuk menjaga ini karena PDIP punya track record sebagai oposisi yang lumayan kuat. Nah ini yang kemudian jadi harapan kita bahwa ada yang mengontrol Pak Prabowo. Tapi kalau akhirnya ini masuk juga PDIP, barangnya masuk juga, itu juga akan susah kemudian menghindari.
Iya kemungkinan selalu ada. Saya kan orang kuantitatif statistik yang probabilitas itu selalu ada. Walaupun di bawah 5 persen. Cuman peluangnya ada. Mungkin kecil, cuman ada dan itu lah yang kita khawatirkan ketika semua elite itu ada di satu barisan, nggak ada lagi yang kemudian mengontrol pemerintahan ini dengan baik. Ya kalau rakyat bukan sebuah institusi politik yang kuat ter-establish gitu.
Dibandingkan dengan Jokowi, perbedaan mencolok di mana soal personality Prabowo?
Gaya komunikasi Pak Jokowi kan memang menarik. Sebagai orang Jawa, selalu lemah-lembut di depan. Bisa kemudian membuat simpati, orang merasa kasihan dan sekaligus senang, itu yang memang dieksploitasi dari Jokowi gitu kan.
Walaupun di belakang layar kita nggak tahu sebenarnya Pak Jokowi gimana, tapi kan kita bisa lihat bagaimana cara kemudian dia menampilkan kesederhananya, keluguannya di akhir jabatan dia tiba-tiba anak yang jadi wakil presiden. Anak yang jadi ketua partai kan. Itu kan sangat jauh dari bayangan kita Pak Jokowi.
Bagaimana Anda melihat personality Wapres Gibran Rakabuming Raka yang juga berbeda dari Ma’ruf Amin?
Ada kesepakatan pembagian tugas antara presiden dan wakil presiden. Zaman Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf mungkin pembagiannya ya seperti kita tahu, Pak Ma'ruf lebih pasif gitu kan. Walaupun nggak pasif-pasif banget. Pak Maruf ngurusin stunting loh. Kan itu urusan yang sangat penting juga gitu.
Nah kalau Mas Gibran kan masih muda. Sehingga sangat mungkin dia akan lebih terlihat di publik, lebih banyak kunjungan. Dan itu kan mengisi ruang di mana Pak Prabowo sekarang yang udah sepuh. Iya kan? Dia presiden tertua kita kan? Jadi ini ada pembagian tugas pasti dan salah satunya kan dengan undang-undang aglomerasi Jakarta dia akan ngurusin Jakarta kan? Tugas wakil presiden kan? Ya karena belum jadi aja gitu.
Apakah Jokowi masih ikut berperan di dalamnya?
Iya karena ada anaknya. Ya kita lihat kan ada 17 menterinya Jokowi yang masuk kabinetnya Pak Prabowo, Itu satu. Lalu kemudian ketika ditanya soal cawe-cawe dalam kabinet? Bisa jadi Jokowi bilang kan saya cuman memberikan saran, Pak Prabowo juga nggak enak juga kali nolak.
Dan itu indikatornya kan adalah bagaimana sikap PDIP ke Prabowo aja. Kalau PDIP masih agak asem ke Prabowo berarti kan pengaruh Jokowinya masih kuat. Kalau PDIP sudah friendly mungkin pengaruh Jokowinya sudah semakin memudar.
Apakah Jokowi masih akan cawe-cawe lewat Gibran?
Power politiknya Pak Jokowi memang pasti akan memudar karena dia nggak punya partai politik kecuali Projo yang katanya akan jadi partai politik. Lalu kemudian dia juga punya PSI yang ketumnya adalah putranya, Kaesang.
Jadi dan sangat mungkin Golkar ada pengaruh juga gitu kan. Karena ketumnya sendiri bilang jangan main-main sama Raja Jawa ini kan gitu. Jadi kekuatan politiknya mungkin tidak secara langsung tapi orang paham bahwa ada kekuatan Jokowi di belakang institusi-institusi politik itu, partai-partai politik itu. Dan tentu ini akan jadi apa ya, akan diperhitungkan dalam permainan catur politik kita.
Apakah ada potensi Gibran jadi membayangi Prabowo seperti matahari kembar?
Kalau Gibran masih kemarin pulang dari Magelang juga bagi-bagi susu, Itu kan memang cara bapaknya ya. Mungkin konsultannya sama. Bahwa Pak Jokowi juga saat jadi presiden itu ya kampanye terus-menerus. Selalu bagi-bagi, selalu kemanapun bagi-bagi.
Tapi, apakah itu akan jadi matahari kembar? Menurut saya ya nggak sih. Publik paham bahwa yang jadi presiden adalah Pak Prabowo. Harapan mereka juga ke Pak Prabowo gitu kan. Kita lihat di media sosial pun kan sentimen terhadap Gibran sangat rendah. Ya sangat negatif.
Soal fufufafa gitu kan. Soal bagaimana MK membuat dia bisa jadi wakil presiden, calon wakil presiden, dan segala macamnya itu. Itu juga belum selesai kan masalah itu. Sehingga bahkan ada dorongan untuk impeachment wakil presiden yang secara aturan hukum tata negara kayaknya nggak mungkin.
Ada dorongan itu karena kan masalah PTUN-nya, PDI-Perjuangan, lalu kemudian dorongan dari masyarakat sipil dan warganet sangat kencang di media sosial. Soal bagaimana jejak digital yang katanya Mas Gibran lewat akun fufufafa itu menghina Pak Prabowo.
Pak Prabowo sendiri kan sudah memberikan statement bahwa yaudah lah kan itu sudah kemarin. Lalu secara institusional politik juga kayaknya nggak ada peluang untuk impeach Wapres gitu. Ngapain impeach wapres kan gitu? Apa urgensinya gitu kan?
Soal akun fufufafa apakah akan mempengaruhi hubungan Gibran dan Prabowo?
Sebenarnya saya nggak tahu. Saya bukan orang ketiga dalam hubungan mereka, tapi kan bisa dilihat bagaimana statement-statement Pak Prabowo yang tampaknya nggak apa-apa.
Pak Prabowo terkenal tau balas budi dan loyal. Dia tidak akan serta-merta meninggalkan Jokowi dan keluarganya. Dan berarti anaknya gitu kan. Gara-gara rumor ini gitu kan. Apalagi kejadiannya memang udah lama gitu.
Dia akan tetap berpegang pada loyalitas ala prajuritnya dia. Dan berarti kita bisa ramalkan ya mungkin ada nggak enakan. Tapi itu kemudian tidak serta-merta Prabowo akan meninggalkan Gibran dan Jokowi gitu nggak. Saya melihatnya Pak Prabowo akan lebih taktis dan strategis memanfaatkan isu ini demi untuk ya sedikit keluar dari cawe-cawenya Pak Jokowi mungkin dalam beberapa urusan. Jadi dia akan memanfaatkan aja.
Apakah program Jokowi akan diteruskan Prabowo? Misalnya Ibu Kota Nusantara (IKN).
Janjinya sampai sekarang sih masih. Soal IKN misalnya, iya nanti 2029 pelantikan presiden dan DPR yang baru akan di IKN. Tapi kan itu masih 5 tahun lagi gitu kan. Sangat mungkin molor juga.
Lalu kemudian Pak Prabowo sendiri bilang bahwa kabinet ini disusun karena ketidakpastian global dengan segala kondisi geopolitik yang ada. Sehingga ya akan sangat dinamis. Kita nggak tau perkembangan apa di Timur Tengah, kita gak tau perkembangan apa di Laut Natuna, Rusia dan Ukraina, kita nggak tau. Dan itu bisa memicu konflik yang sifatnya global dan pasti negara manapun akan mengubah orientasi pemerintahan. Kalaupun ada yang bilang soal potensi otoritarianisme atau diktator, saya sih ngelihat-nya, dalam beberapa hari kabinet ini terbentuk sudah banyak sekali kontroversi yang terjadi.
Ini menunjukkan bahwa dengan kabinet yang heterogen dan gemuk ini, kita nggak bisa lihat akan bersama-sama, bersatu untuk kemudian menindas rakyat gitu kan. Kalau boleh dibilang ya walaupun jadi otoriter, otoriter yang tidak mampu. Dan mungkin masih peluang bagi masyarakat sipil untuk memberikan kritik atau perlawanan.
Terakhir kan di BEM FISIP UNAIR yang dibekukan, tapi tiba-tiba dalam hitungan hari sudah beres. Ini kan masalah di layer-layer di bawahnya yang ABS [Asal Bapak Senang] ini kan. Jadi akhirnya, pada akhirnya, cara berpikir masyarakat Indonesia terhadap presiden itu masih seperti raja.
Padahal, realitas politiknya tidak seperti itu. Bahwa ketika dia melakukan sesuatu, bukan karena dia mau aja. Karena memang ada concern kekuatan-kekuatan lain yang kemudian membuat dia harus berjalan di koridor itu.
Nah pemahaman ini sangat susah, ya kan. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia masih di luar, apa ya, di luar imajinasi atau bayangan mereka. Tapi yang penting adalah, satu, selama masyarakatnya masih percaya pada pemerintahan, masih ada legitimasi terhadap pemerintahan, maka pemerintahan bisa melakukan apa yang dianggap baik.
Cuma yang kita khawatirkan adalah kepada fungsi kontrol ini. Sehingga tidak terjadi Orde Baru jilid dua, misalnya, gitu. Nah, kita harus memperkuat masyarakat sipil untuk bisa punya fungsi kontrol.
Ada harapan pada kabinet gemuk ini?
Dengan lebih banyak orang yang mengurusi negara ini, saya berharap lebih banyak yang diberesin. Jangan sebaliknya. Semakin banyak orang, malah nggak kerja-kerja. Itu kan kayak kerja kelompok waktu mahasiswa.
Harapan saya itu. Lalu kemudian yang kedua, Pak Prabowo sendiri di beberapa media itu dianggap sebagai juru selamat ekonomi dan juru selamat Indonesia. Dan saya memang berharap itu terjadi, tapi yang lebih penting lagi, kembali lagi, fungsi kontrol. Jangan sampai risiko yang diambil terlalu besar yang dipertaruhkan adalah wong-wong cilik warga rakyat biasa. Itu jangan sampai.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Andrian Pratama Taher