tirto.id - Presiden Joko Widodo melempar polemik pengesahan Revisi Undang-Undang Polri dan TNI kepada Kemenkopolhukam dan DPR. Dirinya enggan berkomentar mengenai kapan beleid itu resmi menjadi aturan negara.
"Coba ditanyakan ke DPR, tanyakan ke Kemenkopolhukam," kata Jokowi di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (19/7/2024).
Diwartakan sebelumnya, Menkopolhukam Hadi Tjahjanto membuka diskusi untuk membahas substansi revisi UU TNI-Polri. Hadi menyampaikan bahwa pihaknya membutuhkan setiap saran dan kritik dari organisasi masyarakat sipil. Dia menyadari banyaknya pihak yang mengkritik kedua RUU tersebut.
“Saya menekankan, bahwa pemerintah tidak hanya sekadar melakukan pemenuhan terhadap persyaratan formil pembentukan UU saja. Namun juga yang paling penting adalah mendorong dan memastikan substansi materi muatan RUU TNI dan RUU Polri mampu menjawab kebutuhan masyarakat dengan mengoptimalkan fungsi TNI dan Polri,” kata Hadi dalam acara Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan UU Kepolisian Republik Indonesia pada Kamis, 11 Juli 2024, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengkritik keberadaan Undang-Undang Polri yang menurutnya dibuat tergesa-gesa dan patut dipertanyakan karena dibentuk melalui Baleg bukan Komisi III selaku rekan kerja Polri.
"Mengapa lewat Baleg? Mengapa dilewatkan prosedur standar prakarsa pemerintah? Dan melewati seluruh rangkaian standar RUU yang baik?" kata Isnur.
Selain catatan kepada RUU Polri, Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy, juga memberikan catatan kepada RUU TNI. Andi menemukan perubahan pasal yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi dan menjauhkan institusi TNI dari reformasi institusional.
Dia menyoroti perubahan pada Pasal 47 Ayat 2 yang membolehkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil karena ada penambahan frasa "serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit".
Andi juga mengkritik penambahan frasa pada Pasal 53 Ayat 2 yang memperpanjang usia pensiun prajurit hingga 65 tahun apabila menduduki jabatan fungsional.
"Selain itu, terdapat langkah yang terburu-buru dan cenderung memaksakan pembahasan serta pengesahan dari DPR RI tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna," tegas Andi.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky