tirto.id - Kementerian Agama (Kemenag) mengatakan jemaah haji lanjut usia (Lansia), Disabilitas, dan risiko tinggi dapat melakukan berbagai rukhsah atau keringanan ibadah yang perlu diterapkan untuk mencegah mudarat dan memberi kemudahan.
Sebab, saat ini penyelenggara ibadah haji di tanah suci akan memasuki masa puncak. Kegiatan Wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah, tawaf Ifadah merupakan rangkaian puncak haji yang akan banyak menguras energi jemaah.
Ketika jemaah haji sakit dan tidak mampu mengerjakan thawaf dengan berjalan sendiri, maka bisa dibantu dengan ditandu atau digendong. Boleh menggunakan kursi roda atau alat lainnya jika tidak dapat berjalan atau ada masalah lain saat melakukan Sa’i.
“Jika jemaah tidak bisa melempar jumroh dengan berbagai alasan, maka boleh diwakilkan orang lain yang sudah melaksanakannya,” kata Dodo, melalui keterangan tertulisnya, Senin (19/6/2023).
Keringanan lain, lanjutnya, jemaah yang ingin cepat-cepat kembali ke Makkah saat di Mina (sebelum tanggal 13 Dzulhijjah), boleh pergi lebih awal yaitu pada tanggal 12 Dzulhijjah (nafar awwal). Jemaah yang berhalangan untuk wukuf karena sakit atau melahirkan dapat melaksanakannya di dalam mobil atau ambulans.
Jemaah haji tamattu’ atau haji qiran yang tidak sanggup membayar dam boleh menggantinya dengan berpuasa selama 10 hari, dengan rincian tiga hari ketika sedang berhaji dan tujuh hari di Tanah Airnya.
Ia menambahkan, keringanan lainnya, jika tidak bisa melaksanakan mabit atau bermalam di Muzdalifah, boleh hanya sepintas di sana asalkan pada waktu malam hari atau hanya berada di mobil saja. Lalu, Salat boleh dijamak dan diqashar selama melaksanakan ibadah haji atau umrah.
“Semua rukhsah atau keringanan tersebut menunjukkan bahwa aturan-aturan yang ada dalam Islam bukan untuk menyulitkan umatnya,” ujarnya.
Ia menuturkan pada tahun 2023, populasi jemaah lansia mencapai 30 persen lebih disertai jemaah kategori risiko tinggi, dan penyandang disabilitas.
“Karenanya, menjelang puncak haji, para jemaah lansia, risti dan penyandang disabilitas perlu mengantisipasi dengan tidak memaksakan diri melaksanakan ibadah-ibadah sunnah yang menguras tenaga, seperti umrah sunnah berkali-kali," tuturnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri