Menuju konten utama
Hari Raya Iduladha 2023

Jerit Hati Pedagang Kurban di Tengah 'Banjir' Impor Sapi & Domba

Ekonom dari Celios menyarankan sebaiknya pemerintah impor daging saja di momen-momen krusial, ketimbang sapi atau domba hidup.

Jerit Hati Pedagang Kurban di Tengah 'Banjir' Impor Sapi & Domba
Hewan kurban di Bekasi, Jawa Barat, Jumat (16/4/2023). tirto.id/Dwi Aditya Putra

tirto.id - Di bawah payung terpal berwarna orange dan biru, puluhan sapi kurban siap jual berjejer di lapak milik Putut. Bobot berat, warna, hingga jenis sapi ia jual bervariasi. Sapi-sapi itu didatangkan langsung dari peternak lokal yang ada di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Jawa Timur memang merupakan sentra ternak sapi potong terbesar di Indonesia dengan populasi sebanyak 4,9 juta ekor. Berikutnya disusul oleh Provinsi Jawa Tengah 1,8 juta ekor, Sulawesi Selatan 1,4 juta ekor, NTB 1,3 juta ekor, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) 1,2 juta ekor.

Sementara data Pemprov NTB menunjukan, populasi sapi ternak sejak 2014-2022 rata-rata berada di angka 1 juta ekor. Sapi tersebut tersebar dari 10 kabupaten kota di NTB. Data 2022 terakhir populasi sapi ternak di wilayah itu berada di 1,21 juta.

Putut mengakui Iduladha kali ini menjadi momentum untuk bisa menjual hewan kurbanya. Di samping ia tidak bisa menutupi rasa kekhawatirannya terhadap banyaknya sapi impor masuk ke Indonesia. Karena bisa saja, kata dia, sapi tersebut justru akan menggerus pasar para pedagang hewan kurban.

“Tentu ada kekhawatiran ya. Secara harga mungkin sapi dari impor lebih murah daripada lokal," ujarnya saat berbincang dengan reporter Tirto, saat ditemui di lapaknya, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (16/4/2023).

Ia menuturkan harga jual sapi lokal saat ini bervariasi dari yang terendah Rp16 juta per ekor sampai dengan di atas Rp25 juta per ekor. Harga jual ini pun tergantung dari bobot berat sapi tersebut. Sementara sapi impor kemungkinan bisa berada di bawah harga tersebut.

“Ini jelas mengganggu mekanisme pasar. Kita enggak bisa nahan pembeli untuk beralih ke (sapi) murah," ujarnya.

Sampai saat ini, dari sekitar 30-an sapi yang ada di lapaknya, tidak sampai lima ekor yang terjual. Dia pun berharap penjualan bisa maksimal jelang H-7 Iduladha meski di tengah bayang-bayang kekhawatiran impor.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan terjadinya kenaikan impor untuk sapi dan domba hidup pada Mei 2023 atau jelang Iduladha. Seluruh sapi dan domba tersebut didatangkan dari Australia.

Nilai impor sapi hidup pada bulan lalu naik 4,4 persen dalam sebulan menjadi 36,99 juta. Sementara, nilai impor kambing atau domba sebesar 129,9 juta dolar AS, melonjak dari bulan sebelumnya nol alias tidak ada importasi.

Secara pola, kenaikan impor sapi jelang Iduladha memang selalu mengalami kenaikan. Pada 2022, Pemerintah Indonesia mendatangkan 200.000 sapi impor Australia dalam rangka menjaga stabilitas pasokan daging untuk memenuhi stok selama hari besar keagamaan nasional mulai dari Ramadan, Idulfitri, maupun Iduladha.

Ribuan sapi hidup impor saat itu diklaim untuk mendukung kebutuhan daging selama Ramadan dan Lebaran. Beberapa sapi impor yang baru datang akan dilakukan penggemukan dua sampai tiga bulan ke depan untuk kebutuhan Iduladha dan ada juga sapi yang siap untuk dikirim ke sentra-sentra untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Kegagalan Pemerintah

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Agus Warsito menilai, masuknya impor sapi dan domba hidup menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam mengkapitalisasi potensi ada di dalam negeri. Padahal, sedari kecil masyarakat sudah dicekoki oleh pemerintah mengenai tentang negara agraris dan pertanian.

“Tapi faktanya hari ini yang bisa menikmati itu adalah petani peternak luar negeri. Ini kegagalan pemerintah mengkapitalisasi potensi yang ada dinegara kita,” kata dia saat dihubungi Tirto.

Agus merasa sedih di tengah banyaknya peternak hewan di Indonesia, pemerintah justru memilih jalan impor. Pada akhirnya potensi market yang besar ini tidak bisa dinikmati oleh para peternak dalam negeri.

“Cobalah kalau itu dikapitalisasi sedemikian rupa, itu ibarat sebuah orkestra diatur, sehingga market besar ini dinikmati oleh peternak dan petani kita sendiri. Tidak pelru devisa kita buang buang ke luar negeri hanya untuk kebutuhan daging," katanya.

Dia melihat periode pemerintah saat ini terlalu memanjakan keinginan konsumen. Tapi sayangnya tidak memberikan potensi market besar itu kepada peternak ada dalam negeri.

“Jangan sekarang malah digelontorkan impor dari luar negeri kambing, sapi, domba. Masa kita mau menjadi penonton dinegara kita sendiri peternak peternak itu. Sedih saya dengan kebijakan pemerintah pro pada konsumen tapi tidak pada peternak petani," katanya.

Jika ini dibiarkan, lanjut Agus, maka tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi negara net importir dalam waktu puluhan tahun lagi. “Kebijakan pemerintah mestinya bersihkan impor. Tapi mesti ada pembebanan-pembenanan sehingga harga bisa bersaing dengan peternak luar negeri,” kata dia.

Kehilangan Potensi Pendapatan

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, Iduladha ini seharusnya memang dimanfaatkan oleh peternak dan pedagang sapi atau domba lokal. Akan tetapi, jika impor untuk komoditas tersebut naik, maka otomatis akan bersaing secara head to head dengan sapi lokal.

"Maka ini juga akan menjadi permasalahan bisa menekan harga juga di level peternak lokal atau para pedagang," ujarnya saat dihubungi Tirto.

Bhima tidak menampik bahwa secara keuntungan lebih besar jual sapi impor ketimbang lokal. Karena dari segi harga bisa saja lebih murah, kemudian dijual dengan harga pasaran sapi lokal.

“Tentunya ini akan membuat para peternak kehilangan potensi pendapatan yang akan hilang selama musim Iduladha. Padahal mereka sudah mempersiapkan sejak lama," jelasnya.

Dia menyarankan sebaiknya pemerintah melakukan impor untuk daging saja di momen-momen krusial. Ketimbang sapi atau domba hidup.

“Mungkin harus lebih bijak dan pemerintah juga harus melihat itu antara pasokan dan kebutuhan serta margin yang diterima oleh para peternak lokal,” kata Bhima.

Jangan sampai kebijakan impor asal-asalan, kata Bhima, justru merugikan para peternak. Dampaknya ke depan juga masyarakat akan bergantung setiap kurban dengan sapi dan domba impor hidup.

Di sisi lain, salah satu pedagang hewan kurban lainnya, Alung menganggap tidak ada masalah dengan sapi dan domba hidup impor. Karena menurutnya masing-masing sudah mempunyai langganan dan pasarnya.

“Menurut saya tidak ada masalah sih selama ini," ujarnya.

Alung mengakui harga sapi dan kambing saat ini memang lumayan tinggi ketimbang impor. Hal ini dikarenakan harga pakan diberikan ikut naik serta langka.

“Seperti rumput untuk ngarit sudah langka dan harus mengeluarkan biaya operasional. Ampas tahu pun juga langka dan harganya lumayan per karungnya," ujarnya.

Meski begitu, dirinya tidak begitu khawatir dengan banjirnya impor sapi dan kambing hidup. Karena ia percaya rejeki itu sudah ada yang mengatur dan sesuai dengan porsinya masing-masing.

Menepis Rasa Khawatir

Sementara itu, General Manager Kandang Juragan, Azmi Najib Mahfudz mencoba menepis rasa khawatirnya terhadap banyaknya sapi dan domba hidup impor yang membanjiri Indonesia. Karena menurutnya, di tahun-tahun sekarang impor sapi hidup dalam kondisi gemuk itu tidak akan ketemu harganya untuk dijual di Indonesia.

“Sama sekali nggak khawatir," imbuhnya kepada Tirto.

Ia bahkan optimistis target tahun ini untuk sapi 250 ekor (dari tahun sebelumnya 90 ekor) dan kambing 300 ekor bakal laku terjual. Terlebih pihaknya memiliki persiapan yang lebih matang dan sistem dari mulai administrasi hingga pemasaran.

“Insyaallah, kami optimis,' ujarnya.

Dia mengatakan untuk tahun ini kandang juragan membuka program kurban dengan harga yang sangat variatif mulai dari Rp17 juta untuk pembelian sapi. Ia juga menyediakan berbagai jenis sapi, di antaranya: sapi bali, sapi limousin, sapi simmental, sapi po, sapi pegon.

"Selain itu juga ada kambing dan domba, harganya sangat terjangkau untuk dompet sobat juragan," imbuh dia.

Adapun target pasar utama yaitu customer di daerah Jabodetabek. Oleh karena itu, pihaknya tak sungkan memberikan penawaran khusus untuk warga Jabodetabek yang melakukan pembelian sapi di Kandang Juragan gratis ongkir.

Dia menjamin secara keseluruhan hewan di Kandang Juragan, diberikan pakan yang berkualitas, karena rumput yang diberikan pun khusus dengan kadar protein dan serat yang tinggi.

Selain itu, untuk mengoptimalkan penggemukan ternak, pihaknya juga memberikan pakan konsentrat. Setiap minggunya hewan di Kandang Juragan di kontrol kesehatannya oleh Dokter Hewan IPB.

“Pembelian sapi di Kandang Juragan kami berikan garansi penggantian hewan jika mengalami sakit/mati," tandasnya.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat realisasi impor sapi bakalan hidup sampai Jumat (16/6/2023) ini telah mencapai 145.895 ekor. Kemudian untuk kerbau bakalan mencapai 1.399 ekor.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi beralasan, sapi-sapi impor tersebut untuk memenuhi kebutuhan stok daging. Karena sampai dengan akhir Mei 2023 stok daging hanya sebesar 62.546 ton. Sementara kebutuhan di Juni ini adalah sebesar 240.266 ton.

"Potensi produksi sapi/kerbau lokal bulan Juni 741.620 ekor (setara daging 130.221 ton) potensi produksi sapi/kerbau bakalan bulan Juni 38.123 ekor (setara daging 7.308 ton), sehingga stok daging sapi sampai akhir Juni 2023 sebesar 29.710 ton," jelas dia kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait IDULADHA 2023 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz