tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019 dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto, telah mengetahui bahwa dugaan suap yang dilakukannya melawan undang-undang, tetapi tetap dilakukan.
Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Sekjen PDIP itu dilakukan bersama eks Kader PDIP, Saeful Bahri, dan Advokat, Donny Tri Istiqomah, dan buron Harun Masiku, untuk mewujudkan sempurnanya delik.
"Bahwa terdakwa Hasto Kristiyanto bersama sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku menyadari perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang undangan. Akan tetapi masing-masing secara bersama sama tetap melakukan perbuatan tersebut, serta saling membagi peran satu sama lain dalam mewujudkan sempurnanya delik," kata Jaksa saat membacakan replik atau jawaban atas pleidoi atau nota pembelaan dari Hasto dan kuasa hukumnya dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).
Jaksa mengatakan, Hasto telah berkerja sama dalam melakukan dugaan suap kepada eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, senilai Rp600 juta, untuk meloloskan Harun Masiku merebut kursi parlemen. Oleh karena itu, Jaksa mengatakan, pembelaan Hasto dan kuasa hukumnya pada poin 14 yang menyebut perbuatan Hasto tidak memenuhi unsur Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP harus lah dinyatakan ditolak dan dikesampingkan.
"Berdasarkan analisa yuridis tersebut di atas maka dalil nota pembelaan terdakwa dan tim penasihat hukum yang menyatakan perbuatan terdakwa tidak memenuhi unsur Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP harus lah dinyatakan ditolak dan dikesampingkan," ujar Jaksa.
Lebih lanjut, Jaksa juga menjawab soal pembelaan Hasto dan kuasa hukumnya dalam poin 13, yang menyatakan surat dakwaan dan surat tuntutan penuntut umum bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, juga harus dikesampingkan.
Jaksa menyebut, penyidikan yang dilakukan terhadap Hasto berdasarkan dengan bukti baru yang belum digunakan dalam persidangan untuk terdakwa Wahyu Setiawan, Saeful Bahri, dan Agustiani Tio, yang telah inkrah pada 2020 lalu.
"Penyidikan perkara Terdakwa didasarkan ditemukannya bukti baru oleh Penyidik di mana bukti tersebut belum dijadikan alat bukti dalam persidangan perkara atas nama Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina dan perkara Saeful Bahri di mana bukti baru tersebut mengungkap peran terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian suap kepada Wahyu Setiawan bersama-sama Agustiani Tio Fridelina," tutur Jaksa.
Jaksa menilai, Hasto tetap dapat didakwa meski bukti tersebut belum dimunculkan dalam putusan perkara terdakwa yang sudah dinyatakan inkrah.
Jaksa juga mengutip beberapa keterangan ahli, yang telah memberikan keterangan pada persidangan sebelumnya. Salah satunya keterangan Ahli Pidana Muhammad Fatahillah yang berpendapat bahwa pemeriksaan dapat kembali dilakukan apabila pengembangan menemukan pelaku baru dalam sebuah perkara sudah disidangkan dan inkrah.
"Berdasarkan uraian analisa yuridis tersebut di atas, maka dalil nota pembelaan yang menyampaikan surat dakwaan dan surat tuntutan penuntut umum bertentangan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus ditolak dan dikesampingkan karena bertentangan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan," pungkas Jaksa.
Diketahui, dalam kasus ini, Hasto telah dituntut dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp600 subsider 6 bulan kurungan penjara.
Hasto diduga membantu buron Harun Masiku yang pada Pileg 2019 menjadi Caleg di Dapil 1 Sumatera Selatan, untuk merebut kursi parlemen. Saat itu, pemilik suara terbanyak, Nazaruddin Kiemas meninggal dunia dan seharunya digantikan oleh Rezky Aprilia yang memiliki suara terbanyak setelah Nazarudin.
Namun, Harun melakukan aksi suap dengan memberikan sejumlah uang kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Sebagian uang suap, diduga bersumber dari Hasto.
Selain itu, dalam dakwaan Jaksa, Hasto juga diduga telah melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku untuk kabur saat hendak ditangkap oleh KPK pada 2020 lalu.
Selain itu, Hasto juga didakwa memerintahkan kepada Stafnya, Kusnadi untuk menghilangkan alat bukti saat Hasto hendak diperiksa oleh KPK.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































