tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini sosok Bapak yang meminta buron Harun Masiku untuk menghindari operasi tangkap tangan (OTT) dan menenggelamkan ponsel adalah Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, mengatakan, dalil pembelaan dari Hasto, selaku terdakwa dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019 dan peringan penyidikan, dan kuasa hukumnya yang mengklaim sosok Bapak tidak merujuk pada Hasto karena terdapat 28 laki-laki di DPP PDIP, harus dikesampingkan. Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa saat membacakan replik atau jawaban atas pleidoi atau nota pembelaan yang disampaikan oleh Hasto dan kuasa hukumnya dalam kasus tersebut.
"Dalam pleidoinya terdakwa dan penasihat hukum terdakwa berdalih bahwa di DPP ada 37 orang, di mana 28 di antaranya adalah laki-laki sehingga penyebutan bapak tidak bisa diasosiasikan dengan hanya terdakwa. Bahwa dalih tersebut tidak benar karena menurut ahli Dr. Frans Asisi Datang berpendapat bahwa kepada logis dan tidak logis itu dihubungkan berdasarkan text dan konteksnya. Adanya perkataan amanat bapak tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteks kejadian sebagaimana diuraikan dalam poin satu di atas," kata Jaksa dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).
Sosok Bapak muncul pada rekaman telpon antara Harun Masiku dan Satpam PDIP, Nurhasan, saat KPK melakukan OTT pada 2020 lalu. Dalam rekaman tersebut, Nurhasan meminta Harun untuk berdiam diri di DPP PDIP dan menenggelamkan ponsel atas perintah Bapak.
Jaksa mengatakan, sosok Bapak yang diyakini adalah Hasto dan sudah dipahami dengan baik oleh Harun maupun Nurhasan. Jaksa menyebut, ketika Harun menanyakan keberadaan Bapak, Nurhasan langsung menyampaikan perintah dari Hasto untuk meminta Harun berdiam di DPP.
"Saat Harun Masiku menanyakan, 'bapak di mana' atau 'bapak suruh ke mana', maka Nurhasan tanpa menanyakan siapa bapak yang dimaksud Harun Masiku di antara 28 orang laki-laki yang ada di DPP. Langsung memahami dengan menjawab, 'bapak lagi di luar, perintahnya Pak Harun suruh standby di DPP'," pungkas Jaksa.
Diketahui, dalam kasus ini, Hasto dituntut dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp600 subsider 6 bulan kurungan penjara. Hasto diduga membantu buron Harun Masiku, yang pada Pileg 2019 menjadi Caleg di Dapil 1 Sumatera Selatan, untuk merebut kursi parlemen. Saat itu, pemilik suara terbanyak, Nazaruddin Kiemas meninggal dunia dan seharunya digantikan oleh Rezky Aprilia yang memiliki suara terbanyak setelah Nazarudin.
Namun, Harun melakukan aksi suap dengan memberikan sejumlah uang kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Sebagian uang suap diduga bersumber dari Hasto.
Selain itu, dalam dakwaan Jaksa, Hasto juga diduga telah melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku untuk kabur saat hendak ditangkap oleh KPK pada 2020 lalu.
Selain itu, Hasto juga didakwa memerintahkan kepada Stafnya, Kusnadi untuk menghilangkan alat bukti saat Hasto hendak diperiksa oleh KPK.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































