Menuju konten utama

IPW Kecam Aksi Represif Polisi terhadap Pendemo dan Jurnalis

Sugeng Teguh Santoso mengatakan, setidaknya ratusan orang pedemo di tangkap aparat kepolisian.

IPW Kecam Aksi Represif Polisi terhadap Pendemo dan Jurnalis
Sugeng Teguh Santoso. instagram/sugengteguhsantoso

tirto.id - Indonesia Police Watch (IPW) mengecam kekerasan aparat yang menangkap pendemo yang mengawal putusan Mahkamah Konstitusi di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mengatakan setidaknya ratusan orang pedemo di tangkap aparat kepolisian. Di saat bersamaan, pihak penegak hukum membatasi akses bantuan hukum bagi demonstran yang ditangkap untuk didampingi selama proses pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

Padahal, kata dia, KUHAP, UU Bantuan Hukum, UU Kehakiman, dan Kovenan hak-hak sipil dan politik menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum terhadap masalah hukum yang dihadapi.

"Sementara berdasarkan informasi pihak Polda Metro hanya membatasi jumlah advokat yang bisa mendampingi para demonstran yang ditangkap," kata Sugeng dalam keterangan yang diterima Tirto, Jumat (23/8/2024).

Demo mahasiswa dan masyarakat sipil di Jakarta dan beberapa kota memprotes upaya DPR RI mengesahkan revisi RUU Pilkada yang disinyalir mengabaikan putusan MK Nomor 60 dan Nomor 70, yakni soal syarat usia calon kepala daerah (cakada) dan ambang batas pencalonan bagi partai politik (parpol).

"Protes mahasiswa dan publik di depan DPR RI adalah tindakan konstitusional untuk mengingatkan anggota anggota DPR RI taat pada konstitusi," ucap Sugeng.

Disi lain, Sugeng mengapresiasi langkah Polres Jakarta Barat dalam menangani ratusan pedemo yang ditangkap kemudian dipulangkan. Sebanyak 105 orang digiring ke Polres Jakarta Barat yang terdiri dari 102 pelajar dan 3 orang dewasa.

Menurut Sugeng, hingga pukul 03.00 Jumat (23/8/2024), jumlah pedemo yang dipulangkan sebanyak 35 orang. Sisanya, 67 pendemo menunggu proses administrasi.

Pihak Polres Jakbar meminta pelajar yang tertangkap untuk menghubungi orang tua dan membuat perjanjian serta tanda tangan di atas meterai. Pelajar yang sudah dijemput oleh orang tuanya langsung diperkenankan pulang.

"Tidak boleh dijemput oleh orang lain," tutur Sugeng.

IPW mendesak Polri dapat meningkatkan profesionalisme anggota-anggotanya di lapangan yang menangani demonstrasi dalam skala besar agar tidak terprovokasi melakukan kekerasan. Ia meminta Polri melatih dan mendidik anggota-anggotanya untuk memahami Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.

"Terhadap anggota polisi yang melakukan kekerasan dengan tidak mengindahkan prosedur dalam perkap tersebut harus diproses etik dan pidana," tutup Sugeng.

Tidak hanya pendemo yang menjadi korban represif polisi, awak media yang meliput jalan aksinya demonstrasi turut terkena aksi kekerasan aparat kepolisian.

Jurnalis Tempo berinisial H juga diduga dipukuli polisi. Mulanya, H sedang merekam aparat TNI dan Polri yang diduga menganiaya seorang pendemo yang terkulai.

Saat itu H berada di dekat pagar sisi kanan gerbang utama Gedung DPR RI yang dijebol massa sekitar pukul 17.00 WIB. Lokasi pagar jebol ini berada di dekat jembatan penyeberangan orang Jalan Gatot Subroto.

Salah seorang aparat menonjok pipi kanan H. Bagian kepala H juga dipukul. Tak sampai di situ. Seorang tentara juga menendang bagian belakang H saat akan digiring ke pos keamanan.

Selain itu, jurnalis IDNtimes turut mendapatkan perlakuan intimidasi dari polisi yang mengamankan massa aksi. Semula, dua orang jurnalis meliput kericuhan demo DPR di dekat pagar yang jebol di sebelah kanan gedung DPR. Polisi terlihat menangkap lebih dari enam orang dari massa aksi.

Setelah ditangkap, demonstran itu ditarik ke dalam pos. Kemudian, polisi berseragam dan polisi berpakaian preman terlihat melakukan penganiayaan berupa pukulan dan menendang orang-orang yang ditangkap.

Salah seorang jurnalis merekam peristiwa penganiayaan tersebut. Setelah itu, sekitar tiga orang menghampirinya dan mencoba merampas ponsel jurnalis itu. Jurnalis mempertahankan ponselnya dengan menarik dan berteriak.

Baca juga artikel terkait PUTUSAN MK atau tulisan lainnya dari Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Hukum
Reporter: Fransiskus Adryanto Pratama
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang