Menuju konten utama

Intuisi: Murni Suara Hati atau Wujud Lain Kecemasan Berlebih?

"Intuisi sebenarnya tentang merasakan sesuatu, alih-alih memikirkannya. Kecemasan acap kali tentang terlalu banyak memikirkan sesuatu."

Intuisi: Murni Suara Hati atau Wujud Lain Kecemasan Berlebih?
Header Diajeng Intuisi atau Anxiety. foto/istockphoto

tirto.id - Tanpa diketahui alasannya, mungkin kamu pernah tiba-tiba merasa tidak nyaman sebelum keluar dari rumah.

Di lubuk hati terdalam, perasaan itu berkelindan dengan semacam kekhawatiran.

Benar saja, rute jalan yang akhirnya tidak jadi kamu ambil itu ternyata menjadi lokasi kecelakaan beruntun.

Perasaan kompleks di atas disebut juga dengan intuisi atau dikenal sebagai firasat. Nah, di titik inilah batas antara intuisi dan kecemasan menjadi kabur.

Apakah intuisi benar-benar bisikan batin yang kuat dan misterius, atau jangan-jangan ia hanyalah wajah lain dari kekhawatiran atau kecemasan yang terlalu sering kita dengarkan?

Antara Suara Hati dan Suara Takut

Dikutip situs Treat My OCD, sederhananya, intuisi adalah perasaan tahu sesuatu tanpa alasan logis yang jelas. Intuisi datang dari naluri, firasat, atau kecenderungan alamiah yang muncul begitu saja.

Sedari lama, keakuratan intuisi diperdebatkan dalam penelitian.

Dr. Jean E. Pretz dalam buku teks Handbook of Intuition Research menjelaskan bahwa sekian dekade lamanya, komunitas psikolog melihat intuisi sebagai hal irasional dan tidak bisa diandalkan.

Namun, penelitian terbaru justru menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, intuisi bisa sangat akurat, bahkan lebih baik daripada keputusan yang dibuat lewat analisis panjang.

Meski begitu, intuisi bukanlah kebenaran mutlak.

Intuisi bisa membantu, tetapi tidak selalu harus jadi satu-satunya dasar dalam mengambil keputusan.

Kadang-kadang, yang kita sebut “intuisi” bisa saja sebenarnya adalah bentuk lain dari perasaan cemas.

Masih melansir dari situs yang sama, psikolog April Kilduff menjelaskan, bagi orang dengan gangguan kecemasan, saran untuk “mengikuti kata hati” tidak selalu tepat.

"Karena kata hati selalu menyuruh kamu untuk melarikan diri atau mengalihkan perhatian. Padahal kamu justru perlu melakukan kebalikan dari apa yang dikatakan oleh gangguan kecemasan itu," jelasnya.

Bagaimana Membedakan Intuisi dan Kecemasan?

Umumnya, kecemasan berasal dari rasa takut.

Kecemasan menimbulkan perasaan terdesak, tidak nyaman, dan membuat kita ingin segera bertindak agar perasaan itu hilang.

Dengan pikiran yang cemas, kita cenderung menjadi lebih sibuk untuk mencari jawaban tercepat dan membayangkan skenario terburuk.

Sebaliknya, intuisi terasa lebih tenang.

Intuisi datang sebagai keyakinan yang lembut tapi kuat, tidak panik, tidak mendesak. Intuisi sejalan dengan nilai-nilai dan jati diri kita, alih-alih didorong oleh ketakutan.

"Perbedaan utama, intuisi sebenarnya tentang merasakan sesuatu, alih-alih memikirkannya. Kecemasan acap kali tentang terlalu banyak memikirkan sesuatu," kata Kilduff, "Kecemasan bahkan mungkin mencoba mengalahkan intuisimu dan mengambil alih."

Selain itu, merangkum isi artikel dari Psychology Today, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membedakan intuisi dengan keceasan.

Pertama, dengarkan tubuh.

Seperti dijelaskan di atas, ketika suara hati hadir, perasaanmu bisa jadi lebih tenang dan kondisi tubuh lebih stabil, sedangkan kecemasan cenderung membuat fisik tidak nyaman, seperti merasakan sesak di dada, jantung yang berdebar kencang, dan membuat gelisah.

Kedua, carilah sumbernya.

Meski tidak bisa dijelaskan secara detail, intuisi muncul dari pengetahuan batin, alih-alih pikiran yang kacau. Intuisi juga tidak terpaku pada kejadian yang telah terjadi sebelumnya.

Di sisi lain, kecemasan biasanya datang karena terlalu banyak berpikir, atau terkadang berakar dari rasa takut, pengalaman buruk di masa lalu, hingga sering merasa diri tidak aman.

Selanjutnya, berikan jeda waktu.

Intuisi tidak pernah mendesak atau membuat panik. Ia memberi rasa tenang, bahkan ketika pilihan terasa sulit.

Sebaliknya, kecemasan menimbulkan rasa terburu-buru dan takut jika tidak segera bertindak.

Kalau kamu merasa ragu, beri waktu, tidur, atau tunggu beberapa hari. Intuisi akan tetap terasa tenang dan konsisten, sedangkan kecemasan biasanya berubah atau memudar.

Poin berikutnya, tuangkan pikiranmu dalam tulisan.

Aktivitas menulis membantu memperjelas apa yang sebenarnya kamu rasakan. Intuisi sering muncul lebih jelas saat dituangkan ke dalam tulisan, sedangkan kecemasan cenderung menciptakan lingkaran pikiran negatif.

Dengan rutin mencatat, kamu bisa mengenali pola antara perasaan intuitif yang tenang dan perbedaannya dengan pikiran cemas yang berputar-putar.

Kelima, cari ketenangan batin.

Sekali lagi, intuisi muncul saat pikiran tenang. Ketika kepala penuh dengan kekhawatiran, maka pikiran yang datang juga akan selalu khawatir.

Maka, luangkan waktu untuk diam, bermeditasi, atau sekadar refleksi diri. Ketenangan dapat membantu membedakan mana suara hati sejati, mana suara takut yang menipu.

Yang terakhir, bicarakan.

Membagikan perasaan dengan orang tepercaya atau terapis bisa memberikan sudut pandang baru.

Kadang-kadang, mengucapkan kekhawatiran yang ada di pikiran membuatnya jadi terasa lebih ringan dan jelas. Dengan begitu, kamu bisa lebih mudah mengenali mana intuisi yang jernih, dan mana kecemasan yang berlebihan.

Kalau kamu masih sering bingung membedakan keduanya, cobalah fokus pada nilai-nilai hidupmu, bukan perasaan sesaat.

Alih-alih mempertanyakan apa isi hati, saat membuat keputusan, coba tanyakan, “Apakah ini sesuai dengan apa nilai-nilai yang penting bagiku?”

Penting dicatat, apabila kondisi kecemasan membuatmu semakin sulit mengenali perasaanmu sendiri, maka kamu perlu bantuan professional atau terapis untuk membantu.

Perkuat Intuisi dengan Berani untuk Merasakan

Penulis The Good Trade, Stephanie Valente menyebutkan, pada dasarnya, setiap orang memiliki intuisi.

Intuisi bukan bakat langka, melainkan kemampuan alami yang sering tertimbun oleh keraguan, rasa tidak berharga, atau kebiasaan terlalu bergantung pada hal di luar diri, entah itu teknologi, aturan, atau opini orang lain.

Ketika kita mulai percaya lagi pada naluri sendiri, sedikit demi sedikit intuisi itu akan terasa lebih jelas.

Kunci untuk memperkuat intuisi adalah keterbukaan dan keberanian untuk merasakan.

Jangan menolak emosi yang muncul, karena justru di sanalah intuisi sering bersembunyi.

Dengan menenangkan pikiran, menetapkan niat setiap hari, dan melepas keterikatan pada hasil, kita memberi ruang bagi intuisi untuk tumbuh alami, tanpa paksaan.

Sekali lagi, intuisi bukan tentang kemampuan “melihat lebih” dari orang lain, melainkan tentang mendengar lebih dalam ke dalam diri sendiri.

Saat kita selaras dengan niat dan keheningan batin, intuisi bukan lagi misteri, ia menjadi teman setia yang menuntun kita menuju pilihan yang paling jujur dan selaras dengan diri.

Baca juga artikel terkait KECEMASAN atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Me Time
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Sekar Kinasih