Menuju konten utama
Periksa Data

Hoaks Pilpres: Anies Diburu, Masyarakat Dibohongi

Video menjadi “senjata” utama penyebaran hoaks tentang Anies dan semua capres dan cawapres lain. Tapi, bukan itu masalah terbesarnya.

Hoaks Pilpres: Anies Diburu, Masyarakat Dibohongi
Header Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024. tirto.id/Quita

tirto.id - Anies Baswedan paling banyak menjadi target hoaks, terutama di Facebook; walau ia juga diserang di platform-platform lain. Prabowo dan Ganjar pun tak luput, meski jumlah hoaksnya lebih sedikit. Video menjadi “senjata” utama penyebaran hoaks tentang Anies dan semua capres dan cawapres lain. Tapi, bukan itu masalah terbesarnya.

Rabu (14/2/2024) merupakan puncak dari pesta demokrasi di Indonesia. Hari pencoblosan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terlaksana. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) per 22 Februari 2024 pukul 8 malam, dengan 75,1 persen suara terkumpul, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mendapat 24,09 persen suara, jauh di bawah pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang mendapat 58,92 persen suara.

Berbulan-bulan sebelumnya, beredar konten video di Facebook berisi narasi yang menyebut Anies Baswedan mengganti namanya menjadi Mahdi Yohanis Khan.

Hasil penelusuran menunjukkan, video yang beredar pada Selasa (26/9/2023) itu merupakan potongan dokumentasi peletakan batu pertama pembangunan tempat ibadah umat Hindu etnis Tamil di Kalideres, Jawa Barat, pada 14 Februari 2020, saat Anies masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tak ada hubungannya dengan penggantian nama.

Yang menjadi masalah, video yang telah terbukti sebagai hoaks itu mendapat 3.400 komentar dan 1.400 likes. Komentarnya pun menunjukkan beberapa orang percaya terhadap narasi ini. Sebuah akun meninggalkan komentar, “Org yg haus dgn jabatan dan kekuasaan sampai agamapun dipermainkan.” Yang lain berkomentar, “Simunafik.”

Hoaks menjadi masalah berulang di Pemilu 2024 ini, seperti yang terjadi pada Pemilu 2019. Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) mencatat, ada 2.330 hoaks yang beredar sepanjang 2023. Dari jumlah tersebut, 1.292 hoaks atau sekitar 55 persen dari total hoaks teridentifikasi sebagai hoaks politik. Angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan hoaks sejenis yang ditemukan pada masa Pemilu 2019, yaitu 644 hoaks.

Lebih lanjut, menurut data Mafindo, semua pasangan calon (paslon) calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi sasaran utama hoaks politik. Hoaks tentang mereka ada yang bernada positif (melebih-lebihkan kandidat), sebagian bernada negatif (yang menyerang atau memfitnah kandidat).

Untuk mendapatkan pemetaan yang lebih jelas tentang hoaks yang menyasar capres dan cawapres Pemilu 2024, Tirto mendata hoaks-hoaks terkait pemilu, yang diperiksa oleh media Tirto dan Tempo, sepanjang Juni—November 2023.

Kanal periksa fakta Tirto dan Tempo dipilih karena keduanya menyertakan tautan ke unggahan-unggahan hoaks yang dibahas di artikel periksa faktanya, baik berupa tautan langsung maupun arsip, yang diperlukan untuk kepentingan pendataan penelitian ini. Tirto bahkan selalu menyebut akun yang menyebarkan hoaks yang dibahas di artikel, sebagai salah satu cara mengantisipasi jika unggahan hoaks tersebut dihapus.

Hasilnya, untuk Tirto, dari sekitar 240 artikel cek fakta (40 artikel per bulan) dalam periode tersebut, ada 71 artikel soal cek fakta terkait pemilu. Untuk Tempo, totalnya ada 30 artikel cek fakta terkait pemilu.

Kemudian, dari artikel-artikel tersebut, Tirto mendata ada 102 unggahan hoaks seputar pemilu yang dibahas dalam 71 artikel cek fakta Tirto di atas, sementara ada 41 unggahan hoaks soal pemilu yang dibahas di 30 artikel Tempo.

Setelah melakukan penyisiran artikel periksa fakta di laman Tirto dan Tempo, Tirto mengidentifikasi capres dan cawapres yang disebut dalam hoaks, akun penyebar, format hoaks, isu hoaks, hingga di platform apa hoaks tersebut disebarkan.

Facebook Terbanyak

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024. tirto.id/Quita

Berdasarkan hasil pendataan, platform paling dominan ditemukan unggahan hoaks adalah Facebook. Di Tirto jumlahnya mencapai 65 unggahan (63,73 persen), diikuti YouTube, TikTok, Instagram, dan satu sisanya berasal dari pesan berantai di Whatsapp. Tren serupa juga ditemukan di Tempo. Kurang lebih, 1 dari 2 hoaks soal Pemilu 2024 yang diperiksa Tempo, diunggah di Facebook.

Banyaknya temuan unggahan hoaks dari Facebook ketimbang platform lain, bisa jadi akibat keterlibatan Tirto dan Tempo sebagai pemeriksa fakta pihak ketiga Facebook. Dari program ini, Tirto dan Tempo punya akses ke dashboard pemeriksaan fakta Facebook, yang menjadi salah satu sumber untuk menemukan unggahan hoaks seputar pemilu.

Namun, sebagai pembanding, data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga menunjukkan Facebook sebagai platform dengan unggahan hoaks pemilu paling banyak. Dari periode 19 Januari 2022—27 Oktober 2023, catatan Kominfo ada 526 unggahan soal hoaks seputar pemilu di berbagai platform, 85 persen berasal dari Facebook.

Perlu diketahui, Tirto menemukan banyak hoaks dengan isi serupa yang disebarkan di dua atau lebih platform yang berbeda. Hoaks soal upaya menyingkirkan Gibran yang tersebar pada September 2023, misalnya, beredar di Facebook dan YouTube.

Sehingga, terlihat bahwa ada semacam jaringan dalam penyebaran hoaks ini. Lebih lanjut soal ini akan diperdalam di artikel kedua pada seri investigasi ini.

Siapa yang Dibidik?

Berdasarkan riset yang dilakukan Tirto, capres lebih banyak menjadi "target" ketimbang cawapres. Anies Baswedan, capres nomor urut 1, paling sering disinggung dalam berbagai konten hoaks di Tirto maupun Tempo.

Dari 71 artikel cek fakta Tirto, sebanyak 27 artikel, atau 38 persen, berkaitan dengan Anies. Sementara itu, di kanal cek fakta Tempo, Anies diberitakan sebanyak 17 kali (sekitar 55,67 persen) dari total 30 artikel.

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024. tirto.id/Quita

Dari jumlah keseluruhan, Prabowo dan Ganjar terlihat mengekor Anies, baik dalam cek fakta Tirto maupun Tempo. Cawapres cenderung tak dibicarakan sebanyak capres, kecuali Gibran, yang jumlahnya hanya satu angka di bawah Ganjar.

Cukup banyaknya hoaks soal Gibran barangkali terkait dengan proses pencalonannya yang menuai kontroversi, seperti buntut perubahan UU Pemilu dan pencalonannya, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memvonis Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari dan enam anggota lainnya melanggar kode etik karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres dalam Pemilu 2024.

Ditambah lagi, ada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang sebelumnya menyatakan Ketua MK Anwar Usman, paman Gibran, terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam memutuskan soal perubahan UU Pemilu.

Kembali ke data. Selain jadi yang paling banyak diserang, dari data gabungan Tirto dan Tempo, Anies paling banyak diserang (konten negatif) di Facebook, sebanyak 38 unggahan. Di Facebook, jenis hoaks yang menyerangnya kebanyakan berhubungan dengan politik (8 unggahan) dan pembunuhan karakter (7 unggahan). Ia juga banyak diserang di YouTube, sebanyak total 12 unggahan.

Secara spesifik, isu hoaks yang dikaitkan dengan Anies cukup beragam, mulai dari keterlibatan dalam kasus korupsi, pengalihan dukungan dari partai, sampai dengan kabar pindah agama.

Sementara itu, Prabowo banyak dikaitkan dengan isu gagal mencalonkan diri, serta mendapatkan ataupun kehilangan dukungan.

Hoaks tentang Ganjar ada yang menyerang secara personal, seperti soal menenggak minuman keras, sampai dengan kinerjanya yang disebut menjadikan Jawa Tengah sebagai provinsi paling miskin di Pulau Jawa.

Video Disertai Teks Jadi Pilihan Penyebar Hoaks

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024. tirto.id/Quita

Jika dilihat dari format hoaksnya, dari 113 unggahan hoaks yang berhubungan dengan Pemilu 2024, yang diperiksa Tirto dari Juni—November 2023, sekitar 7 dari 10 hoaks berbentuk video dan teks. Dalam kebanyakan kasus, video-video ini disertai teks yang menyudutkan capres maupun cawapres tertentu. Namun, isi video seringkali tidak berhubungan dengan teks penyertanya.

Misalnya, di sebuah unggahan terkait Anies Baswedan pada tanggal 18 Juli 2023, disebut bahwa Anies dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buntut dari penyelenggaraan Formula E di Jakarta. Nyatanya, video hanya menampilkan informasi yang tak mendukung klaim tersebut.

Kembali ke format hoaks. Jenis format hoaks yang juga banyak ditemukan di hoaks yang dianalisis lewat artikel periksa fakta Tirto adalah video saja (tanpa teks penyerta), disusul oleh teks saja. Sisanya, ada 3 unggahan di berbagai platform media sosial yang berbentuk teks saja dan 2 unggahan yang berbentuk teks dan foto.

Contoh dari unggahan berbentuk teks dan foto ini adalah foto suntingan yang diklaim menunjukkan Ganjar Pranowo membersihkan toilet di Solo.

Tren yang sama juga bisa dilihat di artikel-artikel cek fakta terkait pemilu di Tempo pada periode yang sama. Sebanyak 76,5 persen bentuk hoaks yang diperiksa Tempo juga berbentuk video dan teks.

Dari analisis unggahan hoaks dari Tirto dan Tempo, bisa dibilang bahwa kategori format hoaks yang banyak beredar, jika melihat dari klasifikasi tujuh kategori misinformasi dan disinformasi, bentuknya lebih ke koneksi yang salah, yakni ketika judul, gambar, dan keterangan tidak mendukung konten.

Namun, banyak juga yang termasuk pada kategori konten yang menyesatkan, yang menggunakan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah informasi atau individu, dalam hal ini capres dan cawapres Pemilu 2024.

Isu Politik di Atas Isu SARA

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024. tirto.id/Quita

Melihat klasifikasi isunya, dari artikel periksa fakta Tirto ditemukan paling banyak soal isu politik. Dari total 71 artikel periksa fakta di Tirto terkait isu Pemilu 2024, 42 di antaranya soal isu politik, disusul isu hukum (diskualifikasi, suap, korupsi, dll), pembunuhan karakter, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan sisanya isu lain.

Di Tempo, setengah dari 30 artikel cek fakta Tempo terkait Pemilu 2024 membahas hoaks yang menyinggung isu politik. Namun, persentase hoaks dengan tema pembunuhan karakter capres/cawapres lebih banyak dari yang dibahas Tirto.

Mengingat periode Juni—November 2023, mayoritas adalah masa persiapan jelang persiapan penetapan capres dan cawapres, tidak aneh kalau banyak ditemukan hoaks seputar isu politik. Terutama terkait dengan penetapan pasangan calon ataupun dukungan dari beberapa pihak ke calon presiden tertentu.

Sentimen Hoaks Kebanyakan Negatif

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024

Infografik Periksa Data analisis hoaks Pemilu 2024. tirto.id/Quita

Dari sisi sentimen terhadap capres maupun cawapres tertentu, kebanyakan unggahan hoaks yang dianalisis Tirto bersifat negatif, hampir 7 dari 10 total hoaks yang dianalisis di 71 artikel periode Juni—November 2023. Jumlahnya lebih banyak dibanding sentimen positif, 3 dari 10 total hoaks.

Perlu diketahui, sentimen ini dikelompokkan berdasarkan artikel periksa fakta, sehingga mencakup unggahan dengan informasi yang sama di beberapa platform.

Untuk Anies, yang menjadi capres yang paling banyak dibicarakan dalam unggahan hoaks, 62,5 persen isinya bernada negatif, atau sebanyak 15 topik, sementara sisanya, 9 topik, atau 37,5 persen, bernada positif.

Contoh dari klaim hoaks bernada positif terkait Anies Baswedan adalah tentang klaim kerumunan warga di Kalimantan yang menyambut Anies. Klaim ini beredar pada Agustus 2023. Video ini ternyata merupakan potongan rekaman acara Jambore Daerah yang diselenggarakan Yamaha RX-King Indonesia Pengurus Provinsi (YRKI Pengprov) D.I Yogyakarta.

Ganjar menjadi yang paling banyak dibahas kedua, dengan jumlah 14 topik hoaks. Yang menarik, dalam kasus Ganjar, jumlah topik hoaks dengan sentimen positif terhadap Ganjar seimbang dengan sentimen negatifnya.

Prabowo kemudian menyusul dengan 13 topik hoaks, dengan proporsi hoaks bersentimen negatif 8 topik, dan 5 topik bersentimen positif, pada periode Juni-November 2023.

Tren yang mirip juga terlihat di unggahan hoaks Tempo berdasarkan topik dan jumlah artikel cek fakta media tersebut. Dari total 30 hoaks, kebanyakan, 73,3 persen, memuat sentimen negatif terhadap capres/cawapres dan 26,6 persen memuat sentimen positif.

Masalah Besarnya: Hoaks Menyebabkan Perpecahan

Menukil riset “Comparison of News Literacy, Media Consumption, and Trust between Indonesia and Malaysia” yang dipublikasikan di Asian Journal of Media and Communication tahun 2023, penyebaran disinformasi dan informasi di Indonesia dan Malaysia telah menyebabkan perpecahan sosial-politik dan protes massal.

Dalam wawancaranya bersama Tirto pada Kamis (8/2/2024), salah satu penulis riset tersebut, yakni Ika Karlina Idris, menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia berada dalam level tak bisa membedakan mana informasi yang riil dan tidak riil. Masyarakat Malaysia punya kemampuan agak lebih untuk membedakannya.

“Orang Indonesia, fake atau real news, dia tetap mau share. Nah, jadi dengan psikologi massa yang seperti itu, ditambah dengan disinformasi, ditambah dengan social media troops [warganet] yaudah, berat dampaknya adalah ke public discourse [diskursus publik] kita,” jelas Ika.

Beredarnya hoaks itu nyatanya berdampak ke sentimen yang dituai capres. Dari hasil pengamatan Tim Riset Tirto, banyaknya hoaks yang menyasar Anies berbanding lurus dengan sentimen negatifnya. Menurut pantauan Drone Emprit di media daring dan media sosial sepanjang Juni—November 2023, persentase sentimen negatif yang diterima Anies selalu lebih gemuk dibandingkan Ganjar dan Prabowo.

Pada Juni 2023, 25 persen pembicaraan tentang Anies di media daring dan media sosial cenderung negatif, 57 persen bernada positif, dan sisanya netral. Sebagai pembanding, sentimen negatif terhadap Prabowo dan Ganjar masing-masing hanya 5 persen dan 2 persen.

Pola itu konsisten pada beberapa bulan setelahnya. Namun, pada Oktober dan November 2023, Ganjar lebih banyak menuai sentimen negatif. Selama bulan Oktober, proporsi Anies, Prabowo, dan Ganjar diperbincangkan dengan nada negatif masing-masing 11 persen, 10 persen, dan 13 persen.

“Sentimen negatif terhadap Ganjar didorong oleh sindiran Kiky Saputri mengenai sosok Ganjar yang “baper” saat di-roasting di salah satu acara TV,” tulis analisis Drone Emprit.

Untuk diketahui, adegan roasting Kiky kepada Ganjar itu tayang dalam program Lapor Pak! di Trans 7. Dilansir dari pemberitaan Detik, Sabtu (28/10/2023), Kiky menyebut kalau ada sebagian adegan yang dipotong saat roasting tersebut.

Meski sentimen negatif terhadap Anies cenderung tinggi, sentimen positif terhadapnya tetap lebih tinggi dibandingkan paslon lainnya, sejak Juli—November. Pada Juli 2023, persentase sentimen positif terhadap Anies mencapai 73 persen, naik dari bulan sebelumnya sebesar 57 persen. Lalu, perbincangan bernada netralnya hanya 10 persen.

Sementara, sentimen positif ke Prabowo menyentuh 71 persen dan Ganjar 9 persen. Sentimen netral terhadap keduanya masing-masing 22 persen dan 87 persen.

Jika menilik tren elektabilitas capres, tingkat keterpilihan Anies tampak mengalami kenaikan pada Juli dan November 2023. Menurut survei Indikator Politik, elektabilitas Anies pada Juli 2023 menyentuh angka 23,9 persen, naik dari bulan sebelumnya sebesar 21,5 persen.

Capaian itu fluktuatif dan sempat menurun selama periode 18—21 Oktober 2023 hingga berada di level 21,8 persen. Pada November 2023, keterpilihan Anies meningkat ke 23,7 persen, tetapi tetap paling bontot di antara dua capres lainnya.

Sementara itu, keterpilihan Ganjar pada November 2023 justru mengalami kemerosotan cukup signifikan. Laporan Indikator Politik yang sama mengungkap, elektabilitas capres yang diusung PDIP itu berada di level 35,5 persen pada akhir Oktober 2023, turun menjadi 27,8 persen sepanjang 27 Oktober—1 November 2023. Angka itu lalu melorot lagi menjadi 24,7 persen selama kurun waktu 23 November—1 Desember 2023.

Terbentuknya sentimen positif itu tak terlepas dari belanja iklan yang dikucurkan oleh masing-masing paslon. Berdasarkan data Meta ads Library, dalam 90 hari terakhir terhitung sejak Rabu (3/1/2024), Prabowo-Gibran merogoh kocek untuk iklan, nilainya menembus Rp16,24 miliar untuk 93.048 konten yang diiklankan.

Ganjar-Mahfud menggelontorkan dana sebesar Rp11,93 miliar yang terdistribusi dalam 82.228 konten iklan. Anies-Muhaimin membayar Rp11,56 miliar untuk mempromosikan 81.417 konten.

Hoaks Mengganggu Akses Publik Terhadap Fakta

Bicara soal ranah digital dan sentimen publik, Associate Professor Public Policy and Management program Monash University Indonesia, Ika Karlina Idris, menjelaskan bahwa media sosial merupakan marketplace of attention, di mana kreator konten, pengerahan buzzer, hingga upaya belanja iklan dilakukan demi mendapat perhatian dari warganet.

Saat berbincang bersama Tirto, Kamis (8/2/2024), Ika mengatakan bila seseorang merasa cocok dengan nilai atau value dari konten yang disajikan—termasuk konten disinformasi dan misinformasi—konten itu berpotensi membentuk persepsi si penikmat konten.

Akhirnya apa? Karena kita sudah attention ke situ [isi konten], ada di top of mind kita, akhirnya kita tidak mau mencari, kita dibuat terlena kita tidak mau mencari konten-konten yang lain, kita enggak mau untuk lebih kritis

Imbas lainnya, orang cenderung akan terjebak dalam “filter bubble” karena ia makin terekspos dengan konten sejenis.

“Ketika kita dibikin jadi pasif engaging, yaudah akhirnya kita taunya itu aja, apalagi belum kalau disinformasi itu cocok dengan bias kita,” bebernya.

Dalam konteks Pemilu, penggunaan ranah digital sebagai “senjata” penyebaran informasi itu kini kian masif. Ika menyebut, ada perbedaan mencolok antara Pemilu 2019 dengan Pemilu 2024, yakni gencarnya micro influencer atau akun dengan jumlah pengikut minimalis.

Pada 2019, penggaung utama cenderung merupakan akun-akun besar, kemudian diamplifikasi oleh akun kecil lainnya. Namun, di 2024, algoritma media sosial (seperti TikTok), memungkinkan akun kecil bisa bertengger di beranda For Your Page (FYP) dengan potensi eksposur yang besar.

“Jadi pada dasarnya, siapapun sekarang sudah bisa memulai [penyebaran disinformasi/misinformasi]. Masalahnya adalah ketika itu ada [konten], itu akan dimainkan narasinya sama akun-akun yang lebih besar,” tandasnya.

==

Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Periksa Data, pembaca dapat mengirimkannya ke email [email protected]


tirto.id - News
Penulis: Alfitra Akbar, Alfons Yoshio Hartanto, Fina Nailur Rohmah, Farida Susanty & Shanies Tri Pinasthi
Editor: Farida Susanty & Shanies Tri Pinasthi