tirto.id - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengatakan tidak ada ketentuan pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80 Tahun 2019 yang secara eksplisit melarang wakil menteri rangkap jabatan.
Kata Hasan, memang dalam pertimbangan putusan terdapat frasa yang mengarah ke sana, namun bunyi putusan tidak melarang hal tersebut.
"Yang jelas sampai hari ini, di putusan MK nomor 80 tahun 2019, tidak ada bunyi putusan yang melarang itu. Itu clear. Di pertimbangan ada kata-kata yang seperti itu, tapi dalam putusan tidak ada," kata Hasan Nasbi dalam konferensi pers di Kantor PCO, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Beberapa pejabat yang saat ini rangkap jabatan, kata Hasan Nasbi, tidak melanggar apapun karena pelarangan bukan termasuk dalam amar putusan.
Hasan menambahkan bahwa anggota kabinet seperti menteri maupun dirinya memang tidak diperbolehkan untuk merangkap jabatan. Namun, untuk wakil menteri secara aturan masih diperbolehkan.
"Tapi hari ini perkeputusan itu dibuat, minggu kemarin ya, perkeputusan itu dibuat itu tidak melanggar aturan apapun. Jadi kalau anggota kabinet, kepala PCO, enggak boleh memang," tutur Hasan Nasbi.
Terkait dengan masyarakat yang menggugat putusan itu, Hasan Nasbi pun mempersilakan. Baginya, hal itu adalah hak konstitusi warga negara.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies, Juhaidy Rizaldy Roringkon, yang mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara di Mahkamah Konstitusi meminta agar wakil menteri (wamen) dilarang merangkap jabatan.
Juhaidy menguji materi Pasal 23 UU Kementerian Negara lantaran merasa dirugikan hak konstitusionalnya. Menurut dia, pasal tersebut hanya mengatur larangan rangkap jabatan terhadap menteri, sementara terhadap wakil menteri tidak diatur larangan serupa.
Adapun Pasal 23 UU Kementerian Negara tersebut berbunyi: "Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD."
Menurut Juhaidy, setidaknya terdapat enam wakil menteri saat ini yang merangkap jabatan sebagai komisaris dan/atau dewan pengawas BUMN. Padahal, wakil menteri merupakan satu kesatuan unsur pemimpin dalam kementerian yang tidak dapat dipisahkan dengan menteri.
Dalam hal ini, Juhaidy mengutip pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang menegaskan bahwa wakil menteri semestinya dilarang merangkap jabatan, seperti layaknya menteri.
Pada pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 80 itu, Mahkamah menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian wakil menteri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana halnya pengangkatan dan pemberhentian menteri.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































