tirto.id - Seorang konten kreator, Alshad Ahmad mengatakan, anak harimau peliharaannya yang bernama Cenora mati. Itu adalah anak harimau ketujuh yang mati di bawah pengawasan Alshad.
“Anak harimau yang cantik, baik, tenang, kalem, selalu bisa nemenin dan jagain adiknya, selalu manja dan sayang banget ke papahnya,’’ tulis Alshad Ahmad dalam unggahan Instagram, Selasa (25/7/2023).
Sepupu pesohor Raffi Ahmad itu kerap membuat konten untuk YouTube-nya dengan mengundang banyak bintang tamu untuk melihat Cenora. Banyak juga yang menduga harimau tersebut terpapar virus.
Namun, Alshad membantahnya. Ia mengaku telah memeriksa harimau tersebut ke dokter hewan.
“Kemungkinan besar bukan virus, bukan bakteri juga, tapi ada hal lain entar gue jelasin lengkap di YouTube karena penjelasannya panjang,” kata dia.
Kasus ini kemudian memantik polemik karena ada dugaan eksploitasi hewan liar untuk kepentingan konten. Pengurus Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Akuatik, dan Hewan Eksotik Indonesia (ASLIQEWAN), drh. Nur Purbo Priambada menilai, perilaku Alshad merupakan bentuk eksploitasi terhadap hewan.
“Ya, ini bisa dibilang seperti itu, karena walaupun bentuk ambigu, tidak ada penyiksaan, tapi ada korban [tujuh harimau mati], meski banyak alibi, satwa kecil-kecil mati satu demi satu," kata Purbo kepada Tirto, Rabu (26/7/2023).
Purbo menyesalkan terdapat anak harimau yang mati saat dirawat oleh Alshad, meski dengan justifikasi bahwa hewan tersebut legal dan bukan satwa yang dilindungi.
“Tapi ketika ada kasus hewan sakit atau satwa mati itu kan ada hal yang bermasalah," ucapnya.
Dia menjelaskan ketika satwa dipelihara oleh manusia, maka harus dipenuhi seluruh kesejahteraannya, seperti bebas dari lapar dan haus; bebas dari penyakit; bebas dari rasa stres dan tertekan; bebas dari ketidaknyamanan; dan bebas seperti perilaku alaminya.
Jika kesejahteraan tersebut tidak terpenuhi, maka biasanya hewan akan menjadi stres, dan dampaknya mudah sakit. Apalagi harimau yang dipelihara masih anakan dan sangat rentan terpapar virus dari lingkungan sekitar, hewan lainnya, hingga manusia yang berinteraksi dengannya.
“Kalau hewan kecil, kan, idealnya mereka hidup bersama induknya. Kalau manusia yang rawat, tapi sudah sesuai apa belum," ujarnya.
Kemudian, dia mengatakan, sesuai dengan panduan dari Social Media Animal Cruelty Coalition (SMACC), ketika satwa liar dijadikan sebuah konten, itu merupakan bentuk kekerasan terhadap hewan.
Walaupun ketika ditampilkan satwa tersebut seperti baik-baik saja, dirawat dengan baik, kata Purbo, tetapi terjadi kekerasan ketika satwa tidak bisa mengekspresikan perilaku alaminya.
“Ya bisa jadi itu ada bentuk ekspresi stres yang terlihat ketika dibuat konten dan tak disadari akhirnya menimbulkan permasalahan," tuturnya.
Bentuk eksploitasi lainnya, kata dia, ketika harimau betina tersebut melahirkan tujuh ekor anak, tiga sampai empat kali dalam waktu tiga tahun. Padahal, idealnya betina harimau mengandung 90-100 hari, setelah melahirkan anaknya dirawat sampai umur dua tahun, baru diperbolehkan untuk kawin lagi.
“Itu jahat sih karena semacam dipaksa untuk beranak dan melahirkan gitu, kasihan juga," tegasnya.
Atas perilaku tersebut, Purbo menyarankan kepada pemerintah agar mencabut izin pemeliharaan satwa kepada Alshad Ahmad. Hal itu juga sebagai peringatan kepada setiap individu lainnya agar tidak usah memelihara satwa liar dengan alasan apa pun, apalagi dengan dalih penangkaran atau konservasi.
“Penyebab interaksi manusia dengan satwa liar menimbulkan penyakit zoonosis, ini yang tidak pernah diperhatikan sama orang. Harapannya dari kasus ini dipikirkan ke sana, agar tidak usah kita pelihara satwa liar karena akan berisiko," ujarnya.
Ia juga mendesak kepada Kementerian Lingkungan dan Kehutanan (KLHK) agar mengecek kembali ketika suatu pihak mendapatkan izin penangkaran satwa liar, harus diperhatikan apakah operasionalnya sudah sesuai mandatnya dan panduan yang semestinya.
“Jadi pengawasan lebih baik, ada evaluasi, ketika ada permasalahan, yang paling penting bagaimana permasalahan bisa diketahui, terus dievaluasi,” kata Purbo.
Hal senada diungkapkan Riszki Is Hardianto, peneliti dari Yayasan Auriga Nusantara. Ia mengatakan jika Alshad menggunakan penangkaran satwa liar untuk konten, maka hal itu merupakan sebuah bentuk eksploitasi terhadap satwa.
“Karena kan tujuannya untuk perkembangbiakan kan, kalau memang penangkaran izinnya. Dan kalau dibilang itu bagian dari edukasi tentang satwa liar tapi satwanya dimainkan seperti peliharaan, kan ya, yang mana itu tidak seharusnya," kata Riszki kepada Tirto, Rabu (26/7/2023).
Dari sisi harimau yang mati, ia mendesak kepada KLHK agar sesegera mungkin mengevaluasinya. Apakah karena fasilitas di sana kurang memadai untuk kebutuhan satwanya atau apa.
“Mengingat ini bukan kejadian yang pertama satwa di sana sudah mati," ujarnya.
Lalu, dia juga khawatir jika satwa yang dijadikan konten malah akan menginspirasi banyak masyarakat untuk memelihara satwa liar dan meningkatkan perdagangan secara ilegal.
Padahal, tempat satwa liar adalah di alam yang memiliki fungsinya masing-masing untuk menyeimbangkan ekosistem. Ketika banyak satwa dipelihara, tentu akan membuat keseimbangan ekosistem terganggu dan pastinya akan mengancam kelestarian satwa itu sendiri.
“Belum lagi sudah banyak penelitian yang menerangkan bahwa kita saat ini sedang menghadapi kepunahan massal berikutnya,” kata dia.
Selain Alshad, sebenarnya banyak pesohor yang memelihara satwa liar. Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) misalnya, diketahui memelihara singa putih; aktor cum eks Wakil Bupati Indramayu, Lucky Hakim juga memelihara hewan liar seperti ular dan buaya. Ia juga memelihara monyet albino, hingga kelinci ukuran besar.
Kemudian artis Irfan Hakim diketahui memelihara sejumlah hewan, salah satunya alpaca, monyet, bunglon, dan beberapa jenis burung, salah satunya burung hantu.
Selanjutnya Audrey King of The Jungle. Sosok yang satu ini juga gemar memelihara hewan liar. Beberapa di antaranya adalah biawak, buaya, dan ular. Ia juga memelihara babi dan monyet.
KLHK akan Selidiki
KLHK akan menyelidiki kasus kematian Cenora, harimau Benggala yang dipelihara selebritas Alshad Ahmad. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK, Satyawan Pudyatmoko menyebut, pihaknya akan menurunkan tim khusus untuk memeriksa kematian harimau itu.
“Iya benar," kata Satyawan kepada Tirto, Rabu (26/7/2023).
Ia mengaku belum bisa memberikan keputusan atas kasus kematian hewan yang dipelihara oleh Alshad, baik terkait sanksi ataupun pencabutan izin memelihara hewan non-domestik.
Keputusan akan diambil setelah ada evaluasi dari tim yang melakukan penyelidikan. Ia mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018, harimau Benggala bukan termasuk satwa liar yang dilindungi di Indonesia.
“Tergantung hasil evaluasi nanti," ujarnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz