Menuju konten utama

Gerbang Neraka di Tengah Gemerlap Kota Paris

The Gates of Hell terinspirasi oleh puisi berjudul "Divine Comedy" yang berpusat pada visi abad pertengahan tentang kehidupan setelah kematian.

Gerbang Neraka di Tengah Gemerlap Kota Paris
Header Mozaik Gerbang Neraka. tirto.id/Tino

tirto.id - Hôtel Biron berdiri megah di persimpangan Jalan Varenne dan Invalindes di arondisemen 7 pusat kota Paris. Sejak 1908, mansion bergaya rocaille ini dipilih oleh pematung berkebangsaan Prancis, Auguste Rodin, sebagai tempat untuk mengabadikan karya-karyanya.

Bangunan yang kini dibuka untuk publik sebagai Musée Rodin tersebut dikelilingi halaman yang luas dan asri. Beberapa patung diletakkan di berbagai sudut halamannya, berlapis dengan tanaman-tanaman yang ditata dengan memesona.

Kontras dengan pekarangan yang cantik dan berwarna-warni. di bagian kiri halaman depan terdapat sebuah pintu hitam legam dengan detail yang kompleks. Pintu itu merupakan karya monumental Rodin yang dikenal dengan La Porte de l’Enfer (The Gates of Hell) alias Gerbang Neraka.

Sejak pertama kali museum ini diresmikan, karya tersebut menjadi primadona pengunjung. The Gates of Hell merupakan dianggap sebagai manifestasi visual dari tema-tema kekaryaan Rodin dan salah satu karya penting dalam sejarah seni rupa modern.

Rodin banyak mengusung tema-tema tradisional tentang alegori dan mitologi, ia produktif menghasilkan karya pada akhir abad ke-19. Secara visual, karya-karya patungnya mengesankan pendekatan naturalis dalam merepresentasikan tubuh manusia.

Lebih dari 200 Figur Manusia

Menjelang akhir abad ke-19, kota Paris menjadi ratu dalam perhelatan seni rupa dunia. Banyak pameran yang diikuti oleh berbagai partisipan dari berbagai negara digelar di kota ini. Edouard Lockroy selaku Menteri Perdagangan dan Industri Prancis saat itu, adalah sosok yang mendorong kebijakan untuk memajukan industri dan perdagangan Prancis, termasuk dalam bidang seni rupa.

Salah satu ide besarnya pengusulan pembangunan Museum Dekoratif baru di tahun 1879. Museum ini direncanakan akan menampung karya seni terkait industri kreatif dan dekoratif dari seluruh dunia.

Pada 1880, penyempurnaan rencana pembangunan museum semakin dikembangkan. Rodin mendapatkan komisi dari Lockroy untuk membuat sebuah karya monumental yang rencananya akan dipasang sebagai pintu gerbang museum.

Untuk proyek Museum Dekoratif, Rodin merancang sebuah visualisasi yang terinspirasi oleh puisi epik Dante Alighieri berjudul Divine Comedy yang berpusat pada visi abad pertengahan tentang kehidupan setelah kematian.

The Gates of Hell

The Gates of Hell. wikimedia commons/free/Allan J. Cronin

Rodin tertarik terhadap kekuatan dan dramatisasi Dante dalam mendeskripsikan bagian Inferno dalam puisi naratif tersebut. Selain itu, ia pun memiliki ketertarikan kepada karakter-karakter yang dihadirkan dalam Divine Comedy, seperti dalam kisah Orpheus dan Eurydice, serta kisah Paolo dan Francesca.

Sebagai seniman naturalis, Rodin berusaha mengekspresikan tema-tema mengenai penderitaan, kesengsaraan, dan penebusan dalam medium patung. Melalui bentuk-bentuk dramatis dan ekspresif yang digambarkan dengan gestur dan bentuk setiap figur, ia hendak menghidupkan perasaan yang dialami manusia serta memengaruhi jiwa dan spiritualitas.

Gagasan tersebut tertuang dalam rencana karya gerbang yang ia sebut dengan The Gates of Hell. Dengan tinggi sekitar enam meter dan lebar tiga meter, karya ini mencakup lebih dari 200 figur manusia, termasuk penggambaran Adam dan Hawa, Orpheus dan Eurydice, serta The Thinker.

Semua figur dikomposisikan pada tiga bagian panel pintu, serta dua tiang yang menyangga di kanan dan kiri. Rodin begitu memerhatikan detail setiap figur, termasuk di bagian setiap lekukan rambut, tekstur kulit, dan proporsi tubuh. Detail karya yang sangat rumit dan presisi.

Museum yang Gagal Dibangun

Di sebuah gedung lama bekas biara bernama L’Hôtel de La Tourelle yang berlokasi di Jalan l’Université di Paris, Rodin mulai mengerjakan The Gates of Hell. Dalam prosesnya, patung-patung kecil dibuat terlebih dahulu menggunakan lilin, tanah liat, dan gips.

Butuh proses pematangan dengan penuh hati-hati, serta waktu yang lama untuk mengerjakan figur-figur dalam karya tersebut. Rodin bekerja sama dengan jajaran asistennya, termasuk pematung andal seperti Antoine Bourdelle, Jules Desbois, Henri Lebossé, dan François Pompon.

Satu di antara deretan asistennya ada seorang perempuan pematung berbakat, yakni Camille Claudel. Ia dikenal sebagai genius patung yang memiliki hubungan asmara kontroversial dengan Rodin. Camille pun menjadi sosok yang berpengaruh dalam kekaryaan Rodin pada periode tersebut.

Dua tahun kemudian mereka pindah ke sebuah studio yang lebih besar di Boulevard des Invalides, dan akhirnya pindah ke bangunan Hôtel Biron pada tahun 1908. Rodin merasa mansion tersebut sangat cocok sebagai tempat tinggal sekaligus studio untuk menghasilkan karya-karya monumental.

Seiring dengan pengembangan karya The Gates of Hell berlangsung, muncul berbagai kendala dalam pembangunan Museum Dekoratif. Di antaranya ketidaksepakatan antara pemerintah dan seniman mengenai konten dan gaya yang akan dipamerkan.

Ketika Perang Dunia I meletus di Eropa pada tahun 1914, proyek pembangunan museum resmi dihentikan karena anggaran dana pembangunan yang kurang. Di samping itu, fokus negara berpindah kepada perang.

Wacana pendirian Museum Dekoratif kembali digaungkan setelah perang selesai. Meski begitu, rencana tersebut masih tidak pernah direalisasikan secara penuh dari ide Edouard Lockroy saat awal proyek dicetuskan.

The Gates of Hell

The Gates of Hell. wikimedia commons/free/Jean-Pierre Dalbéra from Paris, France

Karya yang Tidak Pernah Selesai

Tiga puluh empat tahun berlalu sejak pertama kali Rodin membuat The Gates of Hell, karya itu tak kunjung selesai karena berbagai kesibukan pengerjaan karya-karya lain.

Beberapa potongan figur kecil yang muncul dibuat ulang sebagai karya terpisah dalam skala yang lebih besar. Di antaranya tertuang sebagai karya-karya populer Rodin seperti Le Penseur (The Thinker), The Kiss (Le Baiser), dan Ugolin et ses enfants(Ugolino and His Children).

Ia sempat memiliki harapan untuk memamerkan The Gates of Hell untuk Exposition Universelle 1889. Sayangnya rencana tersebut tidak terealisasikan dengan berbagai distraksi.

Hingga tahun 1907, keinginan Rodin hampir terwujud pada penampilan karya di Musée du Luxembourg. Rencananya The Gates of Hell akan dibuat dalam versi perunggu dan marmer mewah. Lagi-lagi tidak ada yang tahu pasti kapan ia merencanakan untuk menyelesaikan karya ini, karena ia terus mengubah dan menambahkan detail baru.

Infografik Mozaik Gerbang Neraka

Infografik Mozaik Gerbang Neraka. tirto.id/Tino

Setelah rencana pembangunan Museum Dekoratif dihentikan, Rodin masih berambisi untuk mengerjakan The Gates of Hell. Warsa 1917, Léonce Bénédite, kurator pertama Musée Rodin, berhasil meyakinkan sang seniman untuk memperbolehkannya merekonstruksi mahakarya itu dicetak dalam perunggu.

Kondisi kesehatan Rodin semakin menurun saat memasuki usia senja. Pada 17 November 1917, ia mengalami serangan jantung yang merenggut nyawanya. Karya monumentalnya masih belum dianggap selesai hingga ia meninggal dunia. Ia pun belum sempat melihat hasil cetakan perunggu dari upaya panjangnya selama puluhan tahun.

Patung dan model figur-figur kecil dalam karya tersebut ditemukan di studionya. Beberapa di antaranya dicetak dengan jumlah terbatas atas persetujuan pengelola Musée Rodin. Kemudian hasil cetakan patung dijual dan disumbangkan sebagai bentuk pelestarian serta pengetahuan seni dan budaya.

Cetakan perunggu pertama The Gates of Hell diresmikan di Musée Rodin sebagai sebuah karya terpisah. Ada beberapa reproduksi yang ditampilkan di berbagai museum dan koleksi pribadi di seluruh dunia. Di antaranya di Kunsthaus Zürich, The National Museum of Western Art di Tokyo, serta Rodin Museum di Philadelphia.

Meski sudah direproduksi dalam berbagai material dan warna di berbagai tempat, The Gates of Hell yang paling otentik dan komprehensif tetap berada di Paris.

Baca juga artikel terkait KARYA SENI atau tulisan lainnya dari Audya Amalia

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Audya Amalia
Penulis: Audya Amalia
Editor: Irfan Teguh Pribadi