tirto.id - Sepuluh tahun setelah 1965, Amerika Serikat kembali terlibat dalam urusan politik Indonesia. Kali ini mereka campur tangan dalam sengketa Timor Timur. Kala itu, Fretilin yang merupakan kelompok sayap kiri di Timor Timur, posisinya menguat. Keadaan ini membuat pemerintah Indonesia khawatir Timor Timur akan menjadi basis gerakan kiri di Asia Tenggara.
Dari Timor Timur, kelompok anti-Fretilin terbang ke Indonesia untuk meminta dukungan dan bantuan dalam melawan kelompok komunis. Awalnya Presiden Soeharto tampak ragu dan tak terlalu yakin dengan ide untuk mengirim kekuatan militer. Akan tetapi, pada 7 Desember 1975, pemerintah AS mengirim Secretary of State Henry Kissinger dan Presiden Gerald Ford untuk menemui Soeharto di Jakarta. Tak lama setelah itu militer Indonesia dikirim ke Timor Timur.
Penyerbuan Timor Timur oleh militer Indonesia adalah salah satu dari berbagai kasus kontroversial yang terjadi di masa singkat pemerintahan Presiden AS Gerald Ford yang menjabat dari 1974 hingga 1977. Sejak awal, pemerintahan Ford diwarisi beban Perang Dingin dari masa Richard Nixon, presiden pendahulunya yang mengundurkan diri.
Pada 1975, Ford tampaknya fokus membereskan sebagian permasalahan AS di Asia Tenggara. Ia mengumumkan penarikan diri AS dari Vietnam. Di luar penyerbuan Indonesia ke Timor Timur, Ford memfasilitasi upaya-upaya damai di berbagai wilayah lain yang berkonflik.
Ketika naik menggantikan Nixon, ia sebenarnya hanya melanjutkan formasi pemerintahan yang dibentuk oleh presiden sebelumnya. Ia hanya mengganti posisi Chief of Staff yang semula diemban Alexander Haig dan mengangkat Donald Rumsfeld. Belakangan, Rumsfeld dan Dick Cheney, deputinya, perlahan menjadi dua orang paling berpengaruh dalam pemerintahan AS selain Henry Kissinger.
Ihwal Nama dan Keluarga
Presiden Ford lahir di rumah kakeknya di Nebraska. Ia tak langsung menyandang nama Gerald Ford karena nama yang diberikan orang tuanya kala itu adalah Leslie Lynch King Jr. Sejak lahir, ia sudah harus berhadapan dengan konflik. Ford adalah anak tunggal King dari istrinya, Dorothy Ayer Gardner. Namun, Gardner pergi meninggalkan King ketika usia bayinya itu baru 16 hari. Gardner membawa serta bayinya ke Oak Park Illinois, rumah saudara perempuannya Tannisse dan saudara iparnya Clarence James. Tak lama kemudian ia pindah lagi ke rumah orang tuanya di Michigan.
Gardner dan King pun akhirnya bercerai pada 1913. Hak asuh penuh atas bayi mereka yang kala itu berusia 5 bulan didapatkan oleh Gardner. Charles Henry King, kakek Ford dari ayahnya, terus membayarkan uang tunjangan untuk Ford sampai ia meninggal pada 1930.
Seteru keluarga ini jadi konflik pertama dalam hidup Ford yang harus dihadapi. Dalam sebuah artikel di kanal berita Fox News, Josh Funk mengungkapkan cerita kekerasan yang harus dialami ibu Ford dari ayahnya.
Dorothy akhirnya menikah lagi dengan Gerald Rudolff Ford, anak dari keluarga pemilik perusahaan cat, pada 1917. Lewat pernikahan inilah ia mendapatkan nama resmi Gerald Ford. Perubahan nama ini pun diresmikan secara hukum ketika ia lulus kuliah pada 1935.
Meski punya latar belakang keluarga yang problematik, Ford akhirnya sukses menyelesaikan sekolah menengah dan diterima di Universitas Michigan. Sambil kuliah, ia juga sukses menjadi atlet mahasiswa ternama sebelum berhasil lulus dengan gelar sarjana ekonomi.
Setelah lulus dari Universitas Michigan, Ford awalnya berharap diterima di Yale Law School, namuan ditolak karena kala itu ia punya tanggung jawab sebagai pelatih tinju sekaligus asisten pelatih tim Yale. Baru pada musim semi 1938, Ford diterima sebagai mahasiswa di Yale Law School.
Menjadi Politikus Republikan
Ford sempat melamar di bagian kelautan dan sempat bertugas di beberapa pos termasuk di perairan Pasifik. Pada 1946 ia kembali ke Michigan dan langsung aktif di kongres Republikan lokal. Para pendukungnya mendorong Ford untuk menandingi Bartel Jonkman, anggota kongres Republikan.
“Saya merasa kongres harus dipimpin oleh orang berpandangan internasionalis, sementara sekarang, kita sangat terisolasi,” kata Ford seperti dikutip oleh Philip Kunhardt Jr. dalam bukunya Gerald R. Ford “Healing the Nation” (1999:79)
Maka dimulailah era politik dalam hidup Ford dengan mengunjungi rumah-rumah warga untuk berkampanye. Ia pun aktif sebagai anggota House of Representatives Michigan selama 25 tahun antara 1949 hingga 1973. Pada periode itu, ia sempat menolak tawaran untuk mencalonkan diri sebagai senat atau gubernur untuk Michigan karena tujuannya adalah menjadi ketua dewan; Speaker of the House.
Prestasi dan popularitasnya membuat Lyndon Johnson, Presiden AS kala itu, menunjuknya sebagai anggota Warren Commission. Komisi ini dibentuk sebagai satuan tugas khusus untuk menyelidiki pembunuhan Presiden John F. Kennedy. Tugas Ford di komisi ini cukup spesifik: menyiapkan biografi tersangka pembunuh Lee Harvey Oswald. Konon, di masa inilah Ford pertama kali berinteraksi aktif dengan Biro FBI.
Dikenal sebagai politikus yang fleksibel secara ideologi, Ford didorong untuk maju sebagai ketua House Minority. Ia pun terpilih pada 1965. Sekitar setahun kemudian, pemerintahan Johnson mulai dikritik karena keterlibatan AS di Vietnam. Ford dan Partai Republikan pun menegaskan keprihatinan karena mereka menganggap AS tidak melakukan tindakan yang diperlukan.
Partai Republik kemudian meraih lebih banyak dukungan menyusul sentimen publik yang meningkat terhadap Johnson. Tensi rivalitas Johnson-Ford pun meningkat. Pada November 1968, Richard nixon terpilih menjadi Presiden AS. Peran Ford dalam pemerintahan berubah menjadi "pengawal" bagi rencana kerja White House. Ketika Nixon mundur, ia pun naik menjadi Presiden AS yang ke-38.
Pada 2006, sebelum meninggal, Ford berstatus sebagai anggota Warren Commission satu-satunya yang masih hidup. Ia meninggal pada 26 Desember dalam usia 93 tahun akibat gangguan saluran arteri.
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Irfan Teguh Pribadi