Menuju konten utama

FSPMI-KSPSI: Tak Ada Korelasinya UMP Tinggi dengan Kebangkrutan

Sejumlah perwakilan buruh membantah pernyataan Menkopolkam, Budi Gunawan, tentang upah tinggi yang dinilai jadi penyebab perusahaan bangkrut. 

FSPMI-KSPSI: Tak Ada Korelasinya UMP Tinggi dengan Kebangkrutan
Sekjen FSPMI, Sabilar Rosyad dan Wakil Presiden KSPSI, Roy Jinto Ferianto ditemui di sela-sela unjuk rasa di kantor Kemenaker RI, Jakarta, Kamis (7/11/2024). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Sekjen FSPMI, Sabilar Rosyad, menegaskan pemberian upah tinggi terhadap buruh tidak akan membuat perekonomian RI bermasalah. Menurutnya, tidak ada korelasinya antara upah tinggi dengan pailitnya perusahaan di Indonesia.

Hal tersebut dia lontarkan ketika menanggapi pernyataan Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan. Sebelumnya, Budi Gunawan melayangkan permintaan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk tidak menetapkan upah minimum dalam jumlah tinggi karena dinilai dapat mengganggu perekonomian RI.

“Tidak ada korelasinya upah yang tinggi menyebabkan perusahaan tutup. Fakta membuktikan, Jawa Tengah perusahaannya semua tutup, Sritex itu tutup, Jawa Tengah itu upah terendah se-Indonesia raya, Jawa Tengah itu bahkan upah terendah se-dunia,” tegas Sabilar saat ditemui di sela-sela unjuk rasa di kantor Kemnaker, Jakarta, Kamis (7/11/2024).

Sabilar juga menyatakan, tutupnya perusahaan disebabkan oleh gagalnya pemerintah alam melindungi dunia usaha di Indonesia.

“Itu yang terjadi. Kalau karena upah tinggi, mungkin Bekasi yang akan tutup duluan, bukan Jawa Tengah. Itu fakta,” imbuhnya.

Menurutnya, justru dengan upah tinggi dapat menaikkan daya beli masyarakat. Sabilar mengungkit pesan mantan Menaker, Ida Fauziah, yang pernah berpesan bahwa terdapat tiga faktor dalam pengupahan di Indonesia.

“Pertama, bagaimana upah bisa mempresentasikan memenuhi kebutuhan hidup layak. Kedua, upah bisa menaikkan daya beli. Dan yang ketiga, bagaimana pengupahan bisa mengurangi disparitas upah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Sabilar mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) 51 tahun 2023 yang dikeluarkan juga tidak mengatasi masalah ketiga faktor tersebut.

“Ternyata tidak bisa menjawab. Dan itu diputuskan oleh MK juga bertentangan dengan UUD 1945,” ujarnya.

Dia kembali menegaskan bahwa kenaikan upah buruh tidak akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, justru jika ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka harus menumbuhkan daya beli masyarakat.

“Upah buruh harus tinggi. Baru nanti daya beli naik, ekonomi akan tumbuh, konsumsi itu akan naik,” pungkasnya.

Di kesempatan yang sama, Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Roy Jinto Ferianto, turut menanggapi. Dia dengan tegas meminta Budi Gunawan untuk membuktikan pernyataannya mengenai upah buruh yang tinggi menjadi penyebab terganggunya pertumbuhan ekonomi RI.

“Tolong dibuktikan mana, kalau Pak Budi Gunawan menyampaikan bahwa perekonomian sedang [terganggu] gara-gara upah, buktikan perusahaan mana yang tutup, yang bangkrut gara-gara bayar upah. Nggak ada, data kami nggak ada. Kementerian pun nggak punya data itu,” tuturnya.

Roy pun menyinggung perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang ditetapkan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Senin (21/10/2024). Dia mengatakan, Sritex mengalami bangkrut akibat gagal membayar utang kepada bank dan supplier.

“Kita paham, pailitnya Sritex akan digiring karena momentumnya bertepatan dengan penetapan upah minimum. Sritex itu tutup karena gagal bayar utang kepada bank dan kepada supplier loh. Bukan karena upah,” tegasnya.

Menurut Roy, pailitnya Sritex dijadikan kambing hitam oleh pemerintah agar menunjukkan seakan-akan industri di Indonesia sedang terpuruk akibat penetapan UMP.

“Jadi ini sengaja digiring karena sejak putusan itu tanggal 31, malam itu Menko Perekonomian ngumpulin pengusaha, yang akhirnya Sritex dijadikan sebagai bumper seolah-olah industri sedang tidak baik-baik saja. Tidak ada satu data pun sejak penetapan upah minimum, ada perusahaan gara-gara upah minimum, tutup,” ujar Roy.

Dia juga menambahkan, pailitnya sebuah perusahaan disebabkan berbagai faktor, yakni sepinya minat beli, geopolitik ekonomi internasional, dan utang piutang dengan bank yang tidak berhasil dibayar, yang kemudian dinyatakan pailit oleh pihak lain.

“Jawa Tengah hari ini tujuh perusahaan tutup. Satu karena nggak punya order, kedua gara-gara memang punya utang ke bank yang nggak dibayar-bayar, sehingga bank melakukan PKP UD Pengadilan Niaga, terjadi resusitasi utang, dan kemudian nggak dibayar, akhirnya menjadi pailit,” jelas Roy.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, meminta pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Menurutnya, penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah.

“Agar tidak terjebak pada kebijakan-kebijakan yang populis,” kata Budi Gunawan dalam Rapat Koordinasi Nasional Penyelenggaraan Pemerintah Daerah di Sentul International Convention Center, Bogor, Kamis (7/11/2024).

Dia menyebut upah minimum provinsi yang terlalu tinggi atau tidak rasional berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Baca juga artikel terkait UPAH MINIMUM PROVINSI atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Irfan Teguh Pribadi