Menuju konten utama

Elite PSSI Bisa Apa? Mencalonkan Diri Lagi.

Sebagian besar exco PSSI aktif mendaftar untuk pemilihan exco periode berikutnya. Wajah-wajah lawas macam La Nyalla Mattalitti dan Andi Darussalam juga tercatat mengambil formulir pendaftaran.

Elite PSSI Bisa Apa? Mencalonkan Diri Lagi.
Ilustrasi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). ANTARA FOTO

tirto.id - Sejak desas-desus pengaturan skor mendapat kemilau lampu sorot pada penghujung 2018, mereka yang masih punya nalar lurus berharap satu hal: segera ada perombakan besar-besaran di tubuh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Banyak orang merasa tak masuk akal sama sekali jika pos-pos strategis dalam induk sepakbola Indonesia tersebut dihuni orang-orang yang punya afiliasi dengan klub.

Situasi diperparah tatkala jadwal kompetisi masih tumpang tindih dengan kepentingan tim nasional; kinerja wasit acap menuai tanda tanya; sanksi untuk klub saban hari memunculkan kesan tebang pilih; dan kerusuhan suporter menjamur di mana-mana.

Koordinator Save Our Soccer (SOS), Akmal Marhali bilang, untuk mengatasi segala sengkarut ini “PSSI harus dipotong satu generasi [...] Kolamnya harus dikuras, kalau perlu bikin kolam baru.”

Gayung bersambut. Pelan tapi pasti, mereka yang berada di tampuk kepemimpinan berguguran. Edy Rahmayadi, yang kini menjabat Gubernur Sumatera Utara, mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum pada Kongres di Bali, 20 Januari lalu.

Beberapa bulan berselang, pengganti Edy, Joko Driyono, juga purnatugas. Jokdri, demikian dia biasa dipanggil, terbukti bersalah dalam kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor.

Mantan manajer Pelita Jaya Karawang itu tidak sendiri. Dua sejawat Jokdri di forum eksekutif, Johar Lin Eng dan Hidayat, juga cabut. Johar hengkang usai dinyatakan bersalah dalam perkara suap Persibara Banjarnegara, sementara nama terakhir tersandung kasus pengaturan skor sejumlah pertandingan Liga 2 2018.

Forum eksekutif PSSI menyusut. Terhitung sejak divonisnya Jokdri, struktur kepengurusan tinggal berisi 11 orang: satu plt ketum, satu sekjen, dan sembilan anggota Exco.

Berbagai agenda lantas mencuat, termasuk rencana mempercepat kongres pemilihan ketua umum dan exco baru—yang harusnya dihelat 2020—jadi 2 November 2019. Revolusi PSSI, yang sejak awal didengungkan, tinggal berjarak satu lemparan batu dari kenyataan.

Tapi harapan itu menguap Selasa (2/10/2019) kemarin. Komite Pemilihan (KP) PSSI, organisasi yang bertugas sebagai 'KPU-nya Kongres PSSI', mengumumkan nama-nama yang sudah mengambil formulir pendaftaran untuk bursa ketua umum, wakil ketua umum, dan exco PSSI periode 2019-2023.

Dalam daftar ini muka-muka lama tampak enggan meletakkan jabatannya begitu saja.

Dari para exco aktif saat ini, cuma Condro Kirono yang tidak (atau belum) mengambil formulir. Sisa exco lain seperti Gusti Randa, Dirk Soplanit, Yoyok Sukawi, Papat Yunisial, Yunus Nusi, Pieter Tanuri, Refrizal, Juni Rachman, dan Very Mulyadi sudah mengindikasikan akan ikut lagi dalam bursa Exco PSSI 2019-2023.

Bahkan Iwan Budianto, Wakil Ketum yang kini menjabat Plt Ketua Umum PSSI, juga mengindikasikan hendak maju lagi. Mantan CEO Arema FC ini telah mengambil formulir bakal calon wakil ketua umum bersama delapan sosok lain, di antaranya Ahmad Riyadh, Gusti Randa, Benny Erwin, Cucu Somantri, Doli Sinomba Siregar, Doni Setiabudi, Sally Atyasasmi dan Wardy Ashari Siagian.

Pengamat sepakbola SOS, Akmal Marhali, menyayangkan situasi ini. Menurut Akmal, fakta bahwa orang-orang lama mendaftar lagi adalah bukti sesuatu yang tidak baik-baik saja sedang terjadi.

"Sejak awal saya selalu bilang PSSI dipotong satu generasi saja. Ini ada alasannya: 20 tahun terakhir terbukti orang yang itu-itu saja gagal membuat sepakbola kita lebih baik. Jika ingin mencoba berbenah, harus dimulai dari kerelaan mereka melepaskan jabatan dulu," tutur Akmal kepada reporter Tirto, Kamis (3/10/2019).

"Mereka harus sadar diri," Akmal menegaskan.

Gerbong Lama Merapat Lagi

Yang tak banyak diketahui—padahal sebenarnya wajib diketahui—adalah fakta bahwa tidak semua sosok di atas muncul karena secara sadar mendaftarkan diri. Pendaftaran menjadi bakal calon Ketua PSSI bisa diwakilkan oleh anggota PSSI.

“Kalau mendaftar, dalam hal ini mengambil formulir, memang enggak harus calonnya sendiri. Bisa diwakilkan atau didukung oleh anggota PSSI,” ujar Direktur Media dan Promosi PSSI Gatot Widakdo saat kami konfirmasi, Kamis (3/10/2019) pagi.

Sistem ini sebenarnya bisa dimengerti tujuannya. Anggota PSSI yang dimaksud Gatot terdiri dari ratusan orang yang mewakili Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI, klub peserta Liga 1, klub Liga 2, klub Liga 3, Asosiasi Futsal, dan Asosiasi Sepakbola Wanita. Lewat cara kerja ini KP berharap lebih banyak bakal calon yang tersaring.

Sayangnya, alih-alih menjadi momentum perubahan, pada praktiknya metode ini justru menjadi celah untuk menarik masuk mantan orang PSSI yang terpinggirkan sejak era Edy Rahmayadi.

Salah satu sosok yang langsung jadi objek perdebatan ialah La Nyalla Mattalitti. Laki-laki yang kini menjabat sebagai Ketua DPD RI itu secara mengejutkan masuk dalam pendaftar bakal calon Ketua Umum PSSI terbaru yang dirilis KP.

La Nyalla adalah orang lama yang sempat berada di pusaran konflik dualisme PSSI pada 2011. Saat itu dia muncul ke panggung drama sebagai Ketua Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI), ‘PSSI tandingan’ yang berseberangan dengan PSSI asli di bawah kepemimpinan Djohar Arifin Husin.

La Nyalla juga terlibat dalam konflik PSSI vs Kementerian Pemuda dan Olahraga yang berujung sanksi FIFA pada 2015 lalu. Saat itu dia sudah menjabat Ketua Umum PSSI yang 'bukan kaleng-kaleng', lewat KLB di Surabaya yang dihelat 18 April 2015.

Kiprahnya tidak berjalan lama. Dugaan korupsi bikin dia melarikan diri ke Singapura. Saat pulang, La Nyalla sudah terpinggirkan dari gerbong baru PSSI yang dipimpin Edy Rahmayadi.

Ada pula sosok Andi Darussalam Tabussala yang juga masuk dalam bursa calon exco rilisan KP. ADS, begitu dia dipanggil, juga bukan wajah baru meski tak pernah memimpin PSSI seperti La Nyalla.

Sempat menjadi whistleblower kasus pengaturan skor era Galatama, ADS merupakan satu dari triumvirat sepakbola Indonesia era 2000an, bersama Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie.

Perannya cukup strategis: mengepalai operator liga. Dia adalah inisiator dan pimpinan Badan Liga Indonesia (BLI), organisasi yang jadi embrio PT Liga Indonesia (LI).

ADS juga sosok yang menemukan bakat Joko Driyono. Dia adalah sosok yang pertama kali memercayai Jokdri menangani Badan Liga Amatir (BLA). Mentasnya Jokdri sebagai Komisaris PT LI—kemudian jadi Exco dan Ketua PSSI—tidak terlepas dari peran ADS.

Hubungan ADS dan Jokdri juga masih terpupuk baik. Saat Jokdri menjalani sidang pemeriksaan kasus perusakan barang bukti di PN Jaksel pada Mei-Juli 2019, ADS adalah salah satu suporter paling loyal. Reporter Tirto berkali-kali melihatnya datang langsung ke PN Jaksel untuk memberikan dukungan moral kepada kawannya.

Akibat Blunder Voters, Kembali ke Voters

La Nyalla dan ADS memang belum tentu akan dipilih dalam kongres yang digelar pada 2 November mendatang. Direktur Media dan Promosi PSSI Gatot Widakdo mengatakan mereka masih harus lolos berbagai tahapan untuk diresmikan sebagai calon ketua umum.

“Pendaftaran masih kami tunggu sampai 3 pukul 24.00. Mereka (pendaftar) baru ambil formulir. Setelah itu masih harus mengembalikan lagi, mengumpulkan berbagai persyaratan, baru bisa dibilang bakal calon. Setelahnya juga masih ada proses banding untuk sampai ke tahapan jadi calon ketua umum,” kata dia.

Walau demikian, bagi Akmal Marhali, sinyal awal ini sudah cukup mengkhawatirkan. Dan kekhawatiran ini, kembali lagi, tidak bisa dilepaskan dari ketidakseriusan anggota dan voters PSSI melakukan revisi statuta saat Kongres Luar Biasa di Ancol, 27 Juli lalu.

"Contohnya Pasal 38 ayat (4) yang membatasi pendaftar [Exco dan Caketum] harus sudah aktif di sepakbola selama lima tahun. Ini kan mengukurnya susah, akhirnya banyak yang ragu [orang baru tak mau mendaftar] dan calon yang masuk cuma itu-itu saja," kata Akmal.

"Sepakbola kita ini sepakbola kerajaan, sepakbola zaman batu. Selama aturan tidak diperbarui, enggak akan ke mana-mana."

Kongres di Ancol saat itu memang tidak terkesan sebagai forum yang benar-benar ingin merombak statuta. Dari pantauan reporte Tirto, kongres cuma berlangsung kurang lebih 30 menit. Padahal acara di dalamnya seharusnya sangat padat, lantaran saat itu anggota PSSI juga diagendakan menunjuk nama-nama yang akan mengisi struktur KP.

Dalam sebuah wawancara dengan Tirto, manajer Persib Bandung yang saat itu hadir, Umuh Muchtar, sampai berang bukan kepalang karena nyaris tak diberi ruang berpendapat.

"Capeklah, capek. Kalau soal kongres, ya, ini kan menurut saya cuma pengumuman, ya. Enggak ngomong [saat kongres], enggak bisa ngomong saya," kata Umuh.

Menurut pengamat olahraga sekaligus jurnalis senior Budiarto Shambazy, sikap para anggota PSSI ini akan kembali ke pangkuan mereka sendiri. 2 November mendatang sebagian dari mereka—yang berpredikat voters—akan secara langsung memberikan suara untuk setiap calon ketum, waketum, dan exco. Oleh sebab itu, harapan agar voters bisa bersikap 'lebih waras' akan terus meninggi.

"Sekarang harapan masyarakat itu tinggal di voters. Mereka harus bisa memilih calon yang benar-benar paling layak, kalau enggak ya sama saja," tandas Budiarto.

Baca juga artikel terkait KONGRES PSSI atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Rio Apinino