tirto.id - Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia Edy Rahmayadi jadi sorotan setelah kasus pengeroyokan yang menyebabkan kematian terhadap seorang Jakmania bernama Haringga Sirla. Edy dituntut melepas jabatan sebagai Ketum PSSI karena dia juga merangkap Gubernur Sumatera Utara.
Desakan untuk mundur disampaikan Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhali. “Ya sebaiknya [Edy Rahmayadi] melepaskan jabatan [ketua PSSI],” ujar Akmal kepada reporter Tirto, Senin (24/9/2018).
Desakan ini tampaknya sulit terwujud. Pada kesempatan terpisah, Edy menampakkan wajah tak nyaman saat ditanya soal rangkap jabatan oleh presenter Aiman Wicaksono dalam siaran langsung Kompas Petang di Kompas TV, Senin kemarin.
Aiman bertanya: “Anda kan sekarang menjabat Gubernur Sumatera Utara, apakah Anda merasa terganggu ketika tugas Anda, tanggung jawab Anda menjadi gubernur kemudian juga menjadi Ketua Umum PSSI?”
Edy tak lantas menjawab. Ada jeda dua detik sebelum mantan Pangkostrad TNI AD ini menjawab: “Apa urusan Anda menanyakan itu. Bukan hak Anda bertanya kepada saya.”
Pernyataan itu viral di media sosial. Banyak lelucon muncul sampai-sampai ada tagar #SiapPakEdy di lini masa Twitter pada Senin malam hingga Selasa (25/9/2018) pagi menjelang siang.
Pernyataan Edy Rahmayadi yang Kontroversial
Jauh sebelum pernyataan dia guna dimintai tanggung jawab atas kematian suporter sepakbola, Edy tercatat lebih dari sekali memberi pernyataan kontroversial. Sebut saja saat ditanya jurnalis Tirto pada 13 Oktober 2017: “Sejak 2016 ada setidaknya 9 suporter sepakbola tewas baik di dalam maupun luar stadion. Apa tanggapannya?”
Edy, yang saat itu masih menjabat Panglima Kostrad, menjawab begini: “Tanggapannya saya mau mundur saja jadi umum PSSI! Kamu [saja yang] jadi ketua PSSI, mudah-mudahan tidak ada yang tewas, deh.”
Saat ricuh pembelian tiket Piala AFF 2016, berlokasi di lapangan Kostrad Jakarta, reporter Tirto juga pernah kena semprot dari Edy sewaktu dimintai komentar. "Orang sedang sibuk untuk martabat bangsa, kamu malah sibuk dengan menyudutkan orang lain," ujar Edy.
Komentar lain yang kontroversial saat Evan Dimas dan Ilham Udin memilih menjadi pemain Selangor F.C., sebuah klub sepakbola di Malaysia. Mengontrak pemain adalah hal biasa dalam industri sepakbola modern.
Namun, kontrak profesional itu dianggap Edy tak lazim. “Siapa mereka? Seenaknya saja mengontrak-ngontrak,” kata Edy, 6 Desember 2017.
Terbaru, Edy berdalih memegang pipi seorang suporter PSMS saat disebut menampar suporter. “Sudah suatu kebiasaan saya memegang pipi, jika enggak saya megang kepala. Kok larinya [saya dianggap] menampar, gitu? Tangan saya ini besar, jika nampar orang sayang sekali. Ya, Anda udah tahulah itu,” kata Edy.
Dalam video yang diunggah di YouTube, terlihat Edy menampar wajah suporter itu. (Lihat menit ke 1:59.)
Soal jawaban dan pernyataan kontroversial yang diutarakan Edy, Hendry Bangun, anggota Dewan Pers, menilai hal itu "hak Edy". Namun, lanjutnya, pertanyaan wartawan kepada Edy juga adalah pertanyaan yang biasa.
“Itu pertanyaan normal. Yang ditanyakan normal. Sebagai pejabat publik, [dia] harus siap ditanya apa saja, namanya pejabat publik,” ujar Hendry kepada Tirto.
Suko Widodo, seorang pengamat komunikasi dari Universitas Airlangga, menilai "gaya komunikasi Edy" memakai pendekatan apa yang disebut "komunikasi dengan tujuan untuk mengendalikan" (controlling style). Cara komunikasi macam ini biasanya dipakai dalam tradisi militer, notabene Edy adalah mantan panglima Kostrad.
"Mestinya [sebagai pejabat publik] tidak begitu," ujar Widodo. "Tapi, seringkali tekanan masalah membuat naluri defensif dengan memperlihatkan pesan yang sifatnya instruktif."
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Fahri Salam