tirto.id - Tirto mengajukan pertanyaan: “Sejak 2016 ada setidaknya 9 suporter sepakbola tewas baik di dalam maupun luar stadion. Apa tanggapannya?”
Ketua Umum PSSI sekaligus Panglima Kostrad, Letjen. Edy Rahmayadi, menjawab begini: “Tanggapannya saya mau mundur saja jadi umum PSSI! Kamu [saja yang] jadi ketua PSSI, mudah-mudahan tidak ada yang tewas, deh.”
Dua kalimat di atas merupakan cuplikan tanya jawab antara Tirto dengan PSSI Edy Rahmayadi melalui sambungan telpon pada Jumat (13/10).Konteks pertanyaan itu adalah tewasnya suporter Persita Tangerang karena dikeroyok suporter PSMS Medan usai laga Liga 2 di Stadion Mini Persikabo. Namun Edy merasa pertanyaan itu tidak relevan diajukan.
“Pertanyaan jawaban itu pasti sudah tahu. Tanyanya jangan yang [jawabannya] sudah tahu deh,” ujar Edy.
Nada suara Edy agak melunak saat Tirto menjelaskan bahwa seorang wartawan tidak mungkin mengutip informasi dari narasumber berdasarkan pengetahuan subyektif. Selain itu, penjelasannya juga penting sebagai bentuk klarifikasi atas berbagai opini yang menyudutkan dirinya di media sosial.
“Ya emosional, pendidikan yang tidak pas, keterbelakangan,” kata Edy saat mencoba menjelaskan sebab mengapa kerusuhan yang berujung tewasnya suporter masih terjadi.
Menurut Edy setiap orang maupun kelompok mesti bisa menahan diri. Sebab kekerasan hanya mungkin dilakukan oleh orang-orang terbelakang yang tidak mengenal peradaban kemajuan zaman. “Angkat kayu, angkat batu, tembak-menembak, ini kan orang-orang primitif,” ujar Edy.
“Ya, jangan emosilah. Dunia ini, kan, penuh persoalan tapi tidak boleh emosi.”
Ironisnya Edy juga mengakui prajuritnya turut terlibat dalam pengeroyokan suporter Persita hingga tewas. Edy mengklaim prajuritnya tidak bisa menahan diri karena dilempari batu oleh suporter Persita usai pertandingan selesai digelar. Menurut Edy ada sekitar enam belas anak buahnya yang mengalami luka di bagian kepala.
“Pas mau pulang dilempari batu sampai benjol 16 orang. Di situ mungkin mereka tidak kuat iman sehingga mengejar, membalas. Terjadilah itu (suporter Persita tewas),” ujar Edy.
Baca juga:
Suporter Persita Tewas, Pangkostrad: Jangan Menyudutkan TNI
Saat ini Kostrad tengah menginvestigasi prajuritnya yang terlibat dalam bentrokan. Edy memastikan akan memberi sanksi kepada prajurit yang terbukti bersalah. Namun ia tak merinci sanksi seperti apa yang akan diberikan. “Kami sedang melakukan investigasi. Kalau sudah investigasi pasti akan ada sanksi,” katanya.
Edy mengaku turut berbelasungkawa atas tewasnya suporter Persita. Betapa pun tidak ada pembenaran bagi prajurit TNI mengeroyok warga sipil, apalagi hingga meninggal dunia. “Saya belasungkawa apa pun alasannya. Prajurit harusnya tahan uji, tahan nafsu,” kata Edy.
Edy yang sekarang menjabat sebagai Panglima Kostrad seperti tak mau ambil pusing dengan kritik masyarakat terkait tewasnya suporter Persita. Ia mengatakan apa pun situasi yang dialami PSSI, kritik selalu menghampirinya.
“Memang saya kerap disudutkan, kok. PSSI kalah disudutin, menang dibilang kebetulan. Memang tidak ada yang benar, kok, saya. Saya, kan, tidak menghendaki seperti itu (kerusuhan suporter). Ya, nanti kami benerin,” ujar Edy.
Versi Suporter Persita
Suporter Persita bernama Banu Rusman, pelajar STM PGRI Serpong, usia 17 tahun asal Serpong, Tangerang Selatan, meregang nyawa setelah mengalami pendarahan otak akibat pengeroyokan suporter PSMS Medan yang diduga prajurit TNI. Tirto menghubungi beberapa suporter Persita yang ada di lokasi untuk tahu bagaimana sebenarnya pengeroyokan ini bermula.
Dimas Nur Setianto, Koordinator Wilayah Tangerang Selatan Viola Wayang Persita, mengatakan bahwa semua bermula ketika istirahat babak pertama, tentara yang ada di tribun suporter PSMS mengejek Persita dengan chant: "ungu itu janda". Ejekan terus dilontarkan hingga pertandingan selesai.
Setelah wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan selesai, beberapa suporter Persita (Ultras Casual) masuk ke lapangan untuk memprotes manajemen. Hasil akhir 0-1 membuat tim kesayangan mereka gagal lolos ke babak perempat final Liga 2.
"Lalu di tribun selatan ada kejadian lempar-lemparan. Nah di situ tentara mulai ngamuk membabi buta. Suporter ditonjok, ditendang, dan dipukul pakai bambu. Sampai-sampai pintu stadion mereka suruh ditutup agar kami tidak bisa keluar lapangan. Yang lolos ke luar lapangan pun ditonjok," ujar Dimas kepada Tirto, Kamis (12/10) malam.
Dimas tidak bisa memastikan siapa yang melakukan pelemparan terlebih dulu. Tapi yang jelas, provokasi pertama kali dilakukan tentara dengan menyanyikan "ungu janda".
Hal serupa dikatakan suporter Persita lain, Fajar Noviyanto. Menurutnya, beberapa suporter Persita turun menuju ke arah bangku pemain Persita dengan membawa spanduk yang tulisannya tidak begitu terlihat.
"Waktu saya melihat ke arah tribun timur sudah terjadi saling lempar batu antara suporter PSMS dan Persita. Suporter PSMS hampir semua keluar dari tribun mengejar, memukuli, dan melempar batu ke suporter Persita yang ada di dalam lapangan maupun yang masih di atas tribun," kata Fajar.
Polisi tidak bertindak sama sekali ketika kerusuhan dan pengeroyokan terjadi. Mereka hanya diam dan melihat, sama sekali tidak melerai, atau misalnya menembaki gas air mata sebagaimana mereka biasa membubarkan aksi massa.
"Padahal saya lihat sendiri polisi sudah siap. Waktu akhir babak pertama, sekitar 10 polisi duduk di samping saya persis. Beberapa bawa gas air mata. Waktu di bawah (ketika kejadian) mereka bawa tameng dan helm. Lengkap seperti mau jaga orang demo," ujar Fajar.
Tapi Dimas dan Fajar masih sedikit beruntung ketimbang Dani, suporter Persita yang lain. Dani kena pukul dan tendangan dua kali saat menyelamatkan diri keluar stadion. Dani terkena bogem mentah bagian kuping kanan, dan tendangan di tulang kering kaki kanan serta punggung. Memar tidak terhindarkan. Pelaku ada dua orang, dan Dani memastikan bahwa keduanya adalah tentara.
"Bisa saya pastikan yang melakukan pemukulan ke saya itu aparat TNI dari ciri-cirinya. Mereka berseragam olahraga Kostrad dan mengenakan sepatu running, bercukuran cepak, dan dari perawakannya sepertinya tentara baru," kata Dani.
Baca juga: Sipil Versus Militer di Sepakbola
PSSI Berjanji Mengusut
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) berjanji mendalami kasus ini. "PSSI akan mendalami kasus yang sangat serius ini. Komisi Disiplin segera bersidang untuk membuat keputusan yang tepat terkait peristiwa itu," ujar Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono kepada Antara di Jakarta, Kamis.
Menurut Joko, peristiwa kerusuhan antarsuporter, apalagi menimbulkan korban jiwa, harus segera dihentikan. PSSI pun meminta semua pihak yang berkompetisi di seluruh liga di bawah PSSI untuk menahan diri supaya terhindar dari tindakan-tindakan kekerasan.
"Sisa pertandingan liga harus dijaga agar berjalan lebih baik," kata Joko.
PSSI pun mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Banu. Sebagai bentuk duka cita, Joko Driyono pun akan melayat langsung ke rumah duka.
"Kami sampaikan rasa duka yang mendalam untuk keluarga korban. Kami sangat prihatin dengan kejadian ini," tutur Joko.
Ada pun kabar meninggalnya suporter Persita Tangerang bernama Banu diumumkan melalui laman media sosial resmi Persita Tangerang pada hari ini, Kamis (12/10) sore.
Dalam keterangannya, Persita berharap pihak berwenang mengusut tuntas kejadian itu dan berharap tidak ada lagi suporter di Indonesia yang meninggal karena kerusuhan dalam sepakbola.
"Kami meminta semua untuk tenang dan tidak terprovokasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Persita harus tetap kompak dan mendoakan yang terbaik untuk para korban insiden kemarin," tulis Persita di pernyataan resminya.
Penulis: Muhammad Akbar Wijaya
Editor: Muhammad Akbar Wijaya