tirto.id - Indonesia begitu percaya diri, membuka keran destinasi alternatif wisatawan luar negeri di tengah wabah COVID-19. Ini berkebalikan dengan Arab Saudi. Mereka justru menutup pintu. Tujuannya, antisipasi penyebaran virus, salah satunya: penangguhan umrah.
KJRI Jeddah memberikan informasi, penangguhan tersebut berlaku sejak Kamis pekan lalu hingga janga waktu yang belum ditentukan. Setidaknya Ada sekitar 23 negara yang masuk daftar penangguhan Arab Saudi, salah satunya Indonesia.
“Penangguhan sementara akses masuk warga asing ke wilayah Arab Saudi, baik untuk tujuan umrah dan ziarah, termasuk Kawasan Masjid Nabawi di Madinah,” bunyi siaran pers KJRI Jeddah itu.
“Menunda masuknya turis asing ke Arab Saudi yang berasal dari negara-negara dengan kasus Virus Corona (COVID-19) yang oleh Otoritas Kesehatan Arab Saudi, dinilai berbahaya.”
Jemaah yang sudah berada di Saudi diminta kembali ke tanah air. Melalui lobi pemerintah Indonesia, tujuh penerbangan yang sudah terlanjur mendarat di Saudi, diperbolehkan mengikuti umrah.
Ribuan Jemaah Batal Berangkat
Imbas kebijakan itu, Istana Negara menyebutkan, sekitar 2.393 jemaah umrah batal berangkat, pada Kamis pekan lalu. Seluruhnya berasal dari: 75 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang diberangkatkan oleh delapan maskapai penerbangan.
Sekitar 1.685 jemaah, tertahan di negara ketiga pada saat transit dan dalam proses dipulangkan kembali ke tanah air oleh airline sesuai kontraknya.
Presiden Joko Widodo menghormati sikap Kerajaan Arab Saudi itu.
"Itu kebijakan dari pemerintah Arab Saudi. Kami menghargai, kami menghormati. Karena apa pun yang namanya kesehatan itu dinomorsatukan oleh pemerintah Arab Saudi," kata Presiden Jokowi usai mengisi acara Devcon Digital Economy Summit 2020 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Presiden mengaku baru menerima kabar penangguhan pelaksanaan umrah ini. Ia meyakini penundaan ini tidak hanya untuk Indonesia saja, tetapi juga diberlakukan kepada seluruh negara, demi mencegah penyebaran Virus Corona masuk ke Arab Saudi.
"Saya kira ini kan tidak hanya untuk Indonesia, tetapi untuk semua negara karena mereka ingin memproteksi, melindungi warga negaranya dari Virus Corona. Kami sangat menghargai itu," kata Jokowi.
Pengusaha Rugi Miliaran per Hari
Pelarangan sementara perjalanan umrah ke Arab Saudi, mendulang kerugian yang tak sedikit. Per harinya, diperkirakan selalu ada ribuan jemaah yang berangkat bergantung musim dan tanggal keberangkatannya.
Ketua Umum Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) Syam Resfiadi menyatakan, rata-rata per hari ada 5.000 hingga 10.000 jemaah yang diberangkatkan sesuai jadwalnya.
Per orangnya, ia perkirakan harus menanggung Rp20 juta sebagai biaya perjalanan. Bila dijumlahkan, maka setidaknya Rp200 miliar yang berpotensi hangus. Sampai dua minggu ke depan, kata Syam, total jemaah yang berangkat bisa mencapai 50 ribu orang. Dalam satu bulan, jumlahnya bisa mencapai 110 ribu jemaah.
“Kalau rata-rata Rp20 juta dikali 50 ribu orang saja sudah Rp1 triliun untuk dua pekan depan. Itu tidak bisa ditunda kalau sudah issued visa,” ucap Syam dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Kamis (27/2/2020).
Dari total biaya Rp20 juta itu, terdiri dari biaya visa sampai akomodasi maskapai dan hotel. Ia pun berharap jika maskapai maupun pihak hotel, bisa mengerti, agar deposit yang sudah dibayarkan biro tidak dihanguskan. Sebab jemaah sudah terlanjur membayar.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Haji Umrah Mucharom punya perkiraan per harinya ada 3.000 hingga 3.500 jemaah dari Indonesia yang terbang ke Arab Saudi.
“Biayanya kurang lebih rata-rata Rp25 juta. Dihitung sampai 1 sampai 10 hari ke depan. Kerugian ini bisa segera dicabut kebijakan ini,” ucap Mucharom saat dihubungi, Kamis (27/2/2020).
Tetap Minta Umrah
Berbekal klaim zero case COVID-19, pemerintah Indonesia justru tetap bersikeras mengupayakan agar Saudi tetap menerima Jemaah Indonesia untuk tetap umrah.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menginstruksikan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, untuk melakukan negosiasi dengan Saudi. Agar jemaah umrah Indonesia bisa tetap diterima untuk masuk ke Makkah dan Madinah.
“Saat ini sedang diusahakan agar jemaah umrah Indonesia menjadi tidak termasuk dalam daftar yang dilarang oleh Pemerintah Saudi Arabia," kata Ma'ruf, di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Ia menjelaskan, pembatasan jemaah dari Indonesia tidak beralasan. Sebab, kata Ma'ruf, tidak pernah ada kasus Corona di Indonesia. "Indonesia kan tidak terpapar virus. Jadi jemaah kita mustinya aman,” kata dia.
Wapres Ma'ruf mengharapkan Pemerintah Saudi memberikan atau membuka kembali akses kepada jemaah Indonesia untuk melakukan umrah. “Kita tunggu saja hasilnya,” jelas dia.
Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah telah melakukan komunikasi dengan Kerajaan Arab Saudi agar jemaah yang terlanjur atau akan mendarat tetap bisa melanjutkan umrah.
Hal itu ia sampaikan usai rapat bersama Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, serta jajaran kementerian terkait.
“Kami telah meminta agar jemaah yang sedang melakukan ibadah dapat melanjutkan ibadahnya. Kami juga meminta agar yang sudah terlanjur atau akan mendarat supaya diizinkan untuk melanjutkan ibadah atau ziarah," kata dia di Kantor Menko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).
Namun ia mengaku belum mendapat respons perihal permintaannya kepada Pemerintah Arab Saudi itu. Mantan Mendikbud itu mengatakan Pemerintah Indonesia memahami keputusan pemerintah kerajaan Arab Saudi berkaitan dengan penghentian sementara.
Menurut dia, keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan kepentingan kesehatan umat yang lebih besar, terutama jemaah umrah. Oleh karena itu, dia berharap penghentian jemaah Indonesia ke tanah suci tidak akan diperpanjang sampai waktu haji.
“Semakin cepat diizinkan lagi kan semakin baik," ucapnya. Setelah pertemuan ini, Muhadjir akan melakukan rapat koordinasi lanjutan dengan tujuan semaksimal mungkin melindungi kepentingan calon jemaah.
"Terutama yang berkaitan dengan biro perjalanan maskapai penerbangan, akomodasi, dan hotel maupun visa," kata dia.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengajukan keberatan terkait kebijakan yang dikeluarkan Saudi itu.
“Di dalam butir dua ada beberapa negara, 23 negara salah satunya Indonesia. Kenapa Indonesia? kan belum (terinfeksi Virus Corona),” kata Retno di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2020).
Retno menyoalkan posisi Indonesia yang dimasukkan sebagai bagian dari negara terinfeksi Corona. Retno sudah mengajukan keberatan dan meminta jawaban terkait masalah ini.
“Dubes Saudi akan sampaikan pertanyaan ini kepada capital-nya Riyadh dan Dubes kita di Riyadh juga akan menghubungi otoritas di Saudi untuk menanyakan masalah tersebut," kata Retno.
Risiko Meningkatkan Pandemik
Permintaan Wapres Ma’ruf Amin kepada Saudi untuk tetap menerima Jemaah Indonesia nampaknya cukup berisiko. Di atas kertas, Indonesia boleh saja mengklaim belum ada satu pun kasus positif Corona di negara ini. Namun banyak pihak meragukan keterbukaan pemerintah terkait perkembangan penyebaran COVID-19 di dalam negeri.
Shela Putri Sundawa dokter yang juga Host Podcast Relatif Perspektif, podcast khusus tentang dunia kesehatan menyebut belum ditemukannya kasus positif COVID-19 di Indonesia salah satunya disebabkan ketersediaan test kit yang tidak banyak dan berpusat di litbangkes.
“Selain itu, kriteria suspect juga sedemikian spesifik, sehingga yang dipantau lebih lanjut hanya mereka yang menunjukkan gejala seperti sesak napas,” kata Shela. Padahal, seperti diketahui, pembawa virus COVID-19 bisa tidak menunjukkan gejala sakit apapun.
Dengan kriteria yang demikian spesifik itu maka populasi sampel juga tidak luas, alhasil kemungkinan ditemukan kasus positif Corona juga sedikit bahkan zero seperti pada kasus di Indonesia.
Di sisi lain, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Persatuan RS Seluruh Indonesia, Hermawan Saputra menilai, Indonesia masih lemah dalam pengawasan virus Corona atau COVID-19.
“Di pintu-pintu masuk kita, baik di embargo, penerbangan, kita itu sebenarnya masih lemah. Kita masih banyak hanya mengandalkan thermal scanner," ujar Hermawan saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, pada Sabtu (29/2/2020).
Padahal, kata Hermawan, thermal scanners sebetulnya sama sekali tak mampu mendeteksi Corona. Alat tersebut hanya memberikan indikasi awal bahwa seseorang dalam keadaan demam tinggi. Itu pun bisa disebabkan oleh berbagai virus, tak hanya Corona.
"Dan bahkan, orang dengan infeksi Corona sekalipun belum tentu panas tinggi. Artinya, tak akan terdeteksi. Apalagi ia baru 2 atau 3 hari terinfeksi, ia tidak terdeteksi. Inkubasinya 14 hari sampai ia timbul keparahan," jelas Hermawan.
Selain itu, Hermawan pun menilai koordinasi antar-pemerintah untuk menangani masalah ini pun masih belum optimal.
"Saya indikasikan belum optimal. Antara pimpinan kementerian dan eselon 1, 2, 3, atau sampai ke kabupaten, kota, pandangan kami belum optimal. Makannya, kita anjurkan agar dioptimalkan dan jangan menganggap remeh," tegas Hermawan.
Hingga kini Kementerian Kesehatan tercatat baru memeriksa 143 spesimen dari 44 rumah sakit di 22 propinsi. Dengan tingkat surveilans yang cukup rendah jika dibandingkan dengan jumlah penduduk 240 juta jiwa dan angka wisatawan yang keluar masuk Indonesia, maka kebijakan untuk tetap membuka jalur pariwisata maupun permintaan ibadah umrah ke Saudi merupakan keputusan yang gegabah.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Dieqy Hasbi Widhana