tirto.id - Penyebaran Covid-19 tampaknya tak menunjukkan adanya penurunan. Hingga 25 Februari 2020, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekam 80.239 kasus terinfeksi Corona dan 2.700 kematian di seluruh dunia.
Sebaran penyakit itu juga makin melebar hingga ke beberapa negara Eropa seperti Italia yang kasusnya meningkat ke angka 105. Ketika negara lain sedang ketar-ketir menangani virus Corona dan mulai memberlakuan travel banned di sana sini, Indonesia justru melakukan sebaliknya.
Pemerintah Indonesia menganggarkan Rp72 miliar untuk mendanai pengguna media sosial atau influencer dalam paket insentif pariwisata guna menangkal efek negatif penyebaran virus Corona atau Covid-19.
Anggaran senilai Rp72 miliar ini diklaim dapat meningkatkan promosi pariwisata, sehingga lebih banyak orang mau bepergian ke destinasi di Indonesia.
“Kemudian ada untuk anggaran promosi Rp103 miliar dan juga untuk kegiatan turisme sebesar Rp25 miliar. Dan influencer sebanyak Rp72 miliar,” ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Negara, Selasa (25/2/2020).
Airlangga tidak menjelaskan lebih detail mengenai anggaran influencer ini. Ketika ditanya lebih lanjut usai CNBC Economic Outlook di Ritz Carlton Pacific Place, Rabu (26/2/2020), ia juga memilih irit bicara. Ia hanya menjelaskan skema insentif ini secara umum.
“Ah itu semuanya di pariwisata, karena itu bagian dari paket wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Teknisnya dengan industri pariwisata, airline masing-masing. Kita akan dorong bahwa paket-paket ini leading sektornya di menteri pariwisata,” ucap Airlangga saat ditemui secara terpisah.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Whisnutama menjelaskan penggunaan dana Rp72 miliar untuk influencer.
Whisnutama menerangkan, pemerintah kini masih mendata influencer yang akan digandeng pemerintah. Salah satu indikatornya yakni pengguna media sosial yang punya engagement dan viewers. Ia mengklaim, para influencer yang disewa dengan dana APBN berasal dari luar negeri.
"Paling enggak kan ada dari Amerika, dari India misalnya, middle east. Negara-negara yang kira kira punya potensi yang luar biasa," kata Whisnutama. Ia juga memasukkan Australia dalam daftar asal influencer. "Itu kan udah deket. Visitor banyak, spending-nya gede. Paling mudah kalau bisa Australia dulu lah. Kita taktis aja. Lagian 5-6 jam sudah sampai Indonesia," ujar dia.
Whisnutama mengatakan, pelaksanaan biaya untuk pariwisata akan segera dilaksanakan. "Secepatnya. Sekarang kan kami masih menunggu dari Kemenkeu budgetnya," kata Whisnutama. Ia menerangkan anggaran Rp72 miliar tidak hanya untuk influencer.
Anggaran tersebut juga memuat promosi dan familiarization trip untuk pengenalan pariwisata. Anggaran tersebut termasuk juga biaya travel agent, kerja sama, joint promotion hingga travel operator.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengaku khawatir anggaran itu bisa jadi mubazir.
Hal ini lantaran, berdasarkan data yang ada Bhima menemukan pengikut akun media sosial para influencer internasional lebih banyak merupakan akun robot.
“Artinya, kalau sasarannya belum jelas dan outputnya belum bisa terukur jadinya tetap mubazir,” ujar Bhima.
Menurut Bhima, jika memang ngotot ingin menggunakan jasa influencer luar negeri maka harus dilihat target audiens. seperti apa yang ingin disasar berdasarkan kelas sosial dan atau umur audiens.
“Jangan sampai yang disasar influencer yang followernya kebanyakan anak-anak. Percuma banyak tapi mereka tidak punya kemampuan untuk memutuskan pergi berlibur di Indonesia,” lanjutnya.
Indonesia bisa memilih negara alternatif yang masih minim terdampak Corona seperti negara-negara di Eropa Timur.
Pemerintah Gagap Tangani Corona
Seorang pasien suspect Corona dikabarkan meninggal di RS Kariadi, Semarang. Namun otoritas terkait bersikeras kematian tersebut bukan lantaran pasien terinfeksi Covid-19.
Pemerintahan Joko Widodo nampak begitu khawatir dan cenderung menutup-nutupi informasi mengenai hal itu.
Pasalnya, ada kejanggalan atas kematian tersebut, seperti pihak dokter yang tak mau ungkap penyebab sesungguhnya kematian pasien dan pasien yang dimakamkan dengan plastik.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah tidak bisa sembarangan memberitahu informasi penyakitnya karena menyangkut rekam medis sehingga dilarang oleh kode etik kedokteran.
Sementara menyoal pemakaman dengan plastik, ia beralasan, sang pasien meninggal dalam situasi pneumonia sehingga harus dibungkus. Muhadjir menegaskan pembungkusan itu sama sekali tak terkait Virus Corona.
Di sisi lain, pemerintahan Joko Widodo terlihat justru lebih fokus pada sektor pariwisata yang dipukul mundur akibat Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan wabah virus Corona atau Covid-19 telah menyebabkan kerugian setengah juta dolar AS per bulan bagi pariwisata Indonesia.
Presiden Joko Widodo memang sejak awal masa pemerintahan periode keduanya ini menjadikan perekonomian sebagai panglima. Maka hampir seluruh kebijakannya di tiap masalah menggunakan pendekatan ekonomi. Tak terkecuali dalam menangani wabah Corona.
Namun jikapun demikian, keputusan untuk menggelontorkan anggaran sebesar Rp72 miliar untuk influencer demi meredam dampak virus Corona juga tak bijak.
“Pemerintah sedang gagap mencari cara,” ujar Bhima.
Bhima berpendapat pemerintah sebenarnya bisa menggunakan pendekatan yang lebih tepat sasaran dengan mengeluarkan paket kebijakan baru khusus untuk mengantisipasi Corona.
Pertama, dengan memberi insentif perpajakan pariwisata yang terkena dampak Corona cukup parah. MIsalnya dengan penangguhan PPh Badan atau PPn.
Kedua, Bhima menyarankan agar pemerintah berfokus menyediakan promosi yang lebih berfaedah. Misalnya langsung menyentuh pada Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE).
Jika perlu, menurutnya, uang senilai Rp72 miliar itu bisa digunakan agar rapat kementerian lembaga bisa dilakukan di luar Jakarta.
“Lebih baik anggaran sebanyak itu digunakan untuk promosi bersama dengan pelaku usaha di negara asal wisman alternatif. Lebih berfaedah. Multiplier effect-nya tentu langsung terasa,” ucap Bhima.
Ketiga, Bank Indonesia menurunkan suku bunga hingga 50 basis point. “Dan terakhir ya dengan promosi tepat sasaran ke negara-negara alternatif,” pungkas Bhima.
Dari segi pencegahan wabah, membuka keran pariwisata lebar-lebar seperti itu juga bukan keputusan bijak. Hingga saat ini, di Indonesia belum ditemukan satu pun kasus positif Covid-19. Hal ini di sisi lain menjadi mengkhawatirkan.
Shela Putri Sundawa dokter yang juga host podcast Relatif Perspektif, podcast khusus tentang dunia kesehatan menyebut belum ditemukannya kasus positif Covid-19 di Indonesia salah satunya disebabkan ketersediaan test kit yang tidak banyak dan berpusat di litbangkes.
“Selain itu, kriteria suspect juga sedemikian spesifik, sehingga yang dipantau lebih lanjut hanya mereka yang menunjukkan gejala seperti sesak napas,” kata Shela. Padahal, seperti diketahui, pembawa virus Covid-19 bisa tidak menunjukkan gejala sakit apapun.
Dengan menggenjot pariwisata sedemikian rupa, Shela justru khawatir. “Malah meningkatkan risiko pandemik”.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Gilang Ramadhan