tirto.id - Industri pariwisata Indonesia mulai cemas oleh virus Corona yang mewabah di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Sebabnya, sekitar 12 persen kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) berasal dari negeri tersebut.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kunjungan wisatawan asal Cina sepanjang 2019 mencapai 2 juta orang dan merupakan yang tertinggi setelah Malaysia.
Di luar Corona, kekhawatiran juga muncul lantaran kunjungan wisman Indonesia juga sedang berada dalam tren menurun.
Sepanjang tahun lalu, total kunjungan wisman cuma mencapai 16,11 juta atau jauh di bawah target 18 juta kunjungan. Pertumbuhannya juga cuma sebesar 1,82 persen alias melambat dari pertumbuhan tahun 2018 yang menyentuh 12,58 persen.
Lantaran itulah, kata Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Elly Hutabarat, tahun 2020 akan jadi tahun yang sulit bagi industri pariwisata Indonesia.
Belum lagi, target jumlah wisman tahun 2020 sudah diturunkan dari 2019 menjadi hanya 17 juta kunjungan. Jika wisatawan dalam negeri ikut menurun, maka bisnis pariwisata bakal benar-benar merasa tertekan.
“Pasti jadi sangat menantang. Enggak mungkin tercapai,” ucap Elly saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (31/1/2020).
Menurut Elly, larangan pemerintah Cina kepada warganya untuk tak bepergian keluar negeri bisa dipahami. Selain mencegah penularan wabah Corona, ia menilai pemerintah Cina tak mau ambil risiko warganya dicurigai dan diisolasi di negara tujuan.
Terlebih, sejumlah negara kini tak mau lagi menerima kunjungan apa pun dari Cina. Gara-gara ini pula, Astindo mendapat laporan pembatalan 10 ribu wisman asal Cina batal berkunjung ke Bali.
“Memang akan rugi ya tapi yang penting jangan masuk ke sini dulu. Kita perhatikan keselamatan warga kita,” ucap Elly.
Tak hanya kunjungan dari Cina, wabah Corona ternyata juga membuat potensi pendapatan yang bisa diperoleh dari kunjungan WNI ke luar negeri hilang. Terlebih, pemerintah telah resmi melarang kunjungan dari dan ke Cina.
Sebelum larangan ini pun, Elly menjelaskan, banyak wisatawan baik Indonesia maupun mancanegara juga semakin enggan terbang karena khawatir akan kemungkinan penyebaran virus di sirkulasi udara.
Akibatnya banyak wisatawan menunda penerbangan baik dari Indonesia maupun dari negara ke negara lainnya.
Okupansi Hotel Anjlok
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyampaikan, wabah Corona sangat berdampak pada pengusaha. Kepada wartawan di DPR RI, Senin (3/2/2020) Hariyadi pun berkata, “Kita bicara pariwisata-paling terpukul.”
Hariyadi menjelaskan kekhawatiran pengusaha pun semakin menjadi-jadi karena tanda-tanda wabah virus ini akan teratasi masih buram.
Belum lagi, akhir-akhir ini virus flu burung H5N1 juga dilaporkan mulai mewabah di Provinsi Hunan, Cina, dan menelan korban meninggal 500 jiwa. “Kami tidak pernah menyangka akan seperti itu situasinya,” ucap Hariyadi.
Sejumlah anggota PHRI, lanjut Hariyadi, juga sudah melaporkan penurunan jumlah wisman secara signifikan. Ia menyebut, misalnya, okupansi hotel di Bali drop lumayan dalam.
Sementara hotel di Kabupaten Bandung yang biasanya masih mampu memperoleh okupansi 40 persen di low season, kini hanya di bawah 30 persen. Lainnya, ia mencatat okupansi hotel di Kota Manado turun menjadi 30 persen padahal biasanya mencapai 70 persen.
Jika wabah Corona berlarut-larut, ia cemas turis dari negara lain menahan diri untuk bepergian dan membuat pariwisata Indonesia makin sepi. “Itu yang kita khawatirkan,” ucap Hariyadi.
Menanggapi situasi ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya dapat berharap antivirus atau vaksin Corona bisa segera ditemukan.
Ia bilang banyak negara masih menunggu dan melihat efek virus ini serta belum ada yang sampai membuat pedoman atau roadmap untuk mengantisipasi dampak virus ini bagi pariwisata dan perekonomian.
"Karena kalau tanpa antivirus tinggal tunggu nasib saja semuanya. Tergantung dari daya tahan tubuh masing-masing," ujar Airlangga Hartarto, Senin (3/2/2020) seperti dikutip dari Antara.
Sementara sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai was-was dampak Corona bisa ikut menghantam perekonomian Indonesia.
Terlebih, sumbangan sektor pariwisata terhadap devisa RI cukup besar. Selama 2018 saja, devisa pariwisata mencapai 17 miliar dolar AS dan hanya kalah satu level dari Crude Palm Oil (CPO) alias minyak sawit mentah.
Karena itu pula, Sri Mulyani berharap pada kinerja sektor lain di luar pariwisata dapat digenjot dan menstimulus pertumbuhan ekonomi RI di tahun ini.
"Perdagangan masih cukup bagus, pertanian kita harus tetap bisa jaga. Pertanian, perikanan, pertambangan. Itu harus kita jaga,” ucap Sri Mulyani kepada wartawan saat ditemui di UI Salemba, Senin (3/2/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana