tirto.id - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menilai polemik yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, akibat wacana yang diumumkan Bupati Pati, Sudewo, tak harus berakhir dengan pemakzulan oleh DPRD.
Diketahui, Sudewo ingin menaikkan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. Hal itu pun lantas memicu protes dari masyarakat Pati.
“Menurut pandangan saya, kasus Pati ini tidak harus berakhir sampai dengan DPRD setempat mengeluarkan hak menyatakan pendapat pemakzulan terhadap bupati,” kata Rifqinizamy dalam pernyataannya, dikutip Kamis (14/8/2025).
Menurutnya, alih-alih pemakzulan, Rifqinizamy menilai masih ada cara lainnya untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Dia menilai semestinya Sudewo masih bisa diberikan kesempatan untuk memperbaiki kebijakannya yang dianggap kurang baik.
“Bisa dilakukan proses yang saling kontrol, saling imbang, checks and balances antara eksekutif dan legislatif di sana dengan memperbaiki sejumlah kebijakan bupati yang selama ini mungkin dianggap kurang baik,” katanya.
“Waktu satu tahun kurang terhadap jabatan Mas Sudewo sebagai bupati Pati, mestinya masih diberi kesempatan untuk beliau memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik,” ucapnya.
Dia pun berpendapat bahwa wacana ini harus dilihat dari berbagai perspektif, tak hanya dari masyarakat saja. Rifqinizamy melihat bahwa kemandirian fiskal pendapatan asli daerah di hampir seluruh provinsi, kabupaten, hingga kota di Indonesia cukup rendah.
Sedangkan, katanya, pemerintah daerah sangat bergantung terhadap transfer dana pusat ke daerah, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ke daerah.
Namun, mengingat APBN diefisiensi oleh pemerintah, maka berimbas kepada daerah-daerah. Tentu saja kebijakan ini membuat pemerintah daerah kelimpungan sehingga memutuskan untuk menaikkan pajak-pajak daerah untuk bisa meningkatkan pendapatan asli daerah.
“Problem ini menjadi sengkarut karena masalah ekonomi daerah, ekonomi regional, bahkan ekonomi nasional kita Itu kan pada posisi yang sedang tinggi dinamikanya dan tidak baik-baik saja,” ucapnya.
“Karena itu kebijakan ini tidak populer di masyarakat yang cenderung mendapat kritik oleh publik,” imbuhnya.
Dia juga menyoroti komunikasi politik antara Bupati Sudewo dengan masyarakat Pati. Apapun kebijakan yang ingin diambil, sedapat mungkin pemerintahan pusat atau daerah harus menggunakan akuntabilitas dan transparansi.
Dengan begitu, APBD sebisa mungkin harus dibuka ke publik agar masyarakat mengetahui pendapatan hingga kebutuhan daerahnya berapa dan apa saja. Dalam hal ini Sudewo sebagai kepala daerah semestinya harus bertanggung jawab agar dapat menyampaikan secara terbuka, meskipun kebutuhan daerahnya belum cukup mampu dibiayai oleh APBD, termasuk sejumlah program yang direncanakan.
“Nah komunikasi ini menjadi penting untuk kita membangun tata kelola pemerintahan yang baik sekaligus sensitif terhadap publik serta melibatkan publik,” ucapnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































