tirto.id - Restoran cepat saji internasional Domino's Pizza mengumumkan rugi bersih setelah pajak sebesar 3,7 juta dolar Australia atau sekitar Rp39,48 miliar (kurs Rp10.671 per dolar Australia) hingga akhir semester I 2025.
Maklumat via Australian Stock Exchange (ASX) tersebut disampaikan usai perusahaan mengambil langkah penutupan 312 gerai, dengan penjualan di Jepang dan Prancis yang terus membebani bisnis cepat saji ikonik tersebut.
Meski menyatakan mencatat kinerja yang solid di Australia dan sebagian kawasan Eropa, dengan capaian laba bersih setelah pajak mencapai 92,3 juta dolar Australia pada 2024, Domino’s mengurangi lebih dari separuh pembayaran dividen finalnya kepada para pemegang saham dan mengatakan bahwa mereka sedang mengurangi biaya dan menyederhanakan operasional.
Di ASX, saham Domino's telah anjlok 88 persen dari puncaknya dalam empat tahun terakhir akibat kenaikan biaya dan persaingan yang semakin ketat. Sementara Domino's Pizza yang terdaftar di AS juga telah merosot sekitar 10 persen dalam periode yang sama.
Hal tersebut membuat miliarder Jack Cowin, pemegang saham terbesar Domino's Pizza harus turun gunung membereskan masalah. Domino's Pizza Enterprises sendiri tercatat memiliki lebih dari 3.500 gerai dari Australia hingga Eropa.
Cowin, yang kini berusia 83 tahun, sebelumnya telah meraup banyak keuntungan dari kebangkitan jaringan Domino's Pizza. Hampir 25 persen sahamnya di perusahaan tersebut merupakan bagian dari kekayaannya yang mencapai 3,2 miliar dolar AS (Rp52,3 triliun) yang dihitung oleh Bloomberg Billionaires Index untuk pertama kalinya.
"Kami sedang mengambil tindakan untuk menjadikan Domino's bisnis yang lebih ramping dan efisien. Kami masih punya pekerjaan yang harus dilakukan. Tapi kami tahu apa yang penting," ujar Cowin seperti dikutip Business Time, Kamis (28/8/2025).
Sebelum ia turun langsung mengatasi persoalan tersebut, dewan direksi telah menyetujui rencana lima tahun kedepan—mencakup penutupan ratusan gerai yang tidak menguntungkan dan melakukan pemangkasan biaya. Namun, Cowin tidak setuju dengan kecepatan pelaksanaannya.
“Para pemegang saham telah kehilangan kesabaran, dan mereka yang tersisa akan kehilangan kesabaran (juga) jika kita tidak melihat perubahan cepat,” kata Romano Sala Tenna, manajer portofolio di Katana Asset Management di Perth.
“Pendekatan (penanganan) Cowin yang sangat langsung (atas masalah ini) merupakan hal yang positif,” tambahnya.
Sebagai infomrasi, Domino’s Pizza Enterprises mencapai rekor keuntungan hanya pada tahun 2021, karena pandemi mendorong permintaan layanan pesan antar.
Tapi hal itu tidak berlangsung lama, hingga restoran pizza itu kembali anjlok karena kenaikan biaya, persaingan dari platform pesan antar, dan munculnya jaringan restoran seperti Guzman y Gomez, jaringan restoran burrito yang terdaftar di bursa saham Sydney. Tantangan tersebut semakin berat karena tekanan untuk bertumbuh secara agresif di luar negeri.
Pendapatan di Asia menurun 7,1 persen, diikuti oleh penurunan sebesar 6,9 persen di Eropa dan 5,2 persen di Australia dan Selandia Baru.
Seiring dengan semakin banyaknya masalah, mantan CEO Don Meij mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November setelah sekitar empat dekade mengabdi di perusahaan tersebut. Penjualan yang lemah, terutama di Jepang dan Prancis, menjadi salah satu area perhatian utama.
Penerus Meij, van Dyck, mengatakan pada bulan Februari bahwa ia akan menutup lebih dari 200 toko yang tidak menguntungkan dalam upaya untuk menghidupkan kembali pertumbuhan laba, sebagian besar di Jepang. Bulan lalu, Cowin mengatakan bahwa van Dyck memilih untuk mengundurkan diri dan tidak dipecat.
Miliarder tersebut menyebutkan bahwa dewan direksi sedang memulai proses pencarian CEO grup baru. Ia juga menyebutkan bahwa elemen utama dalam pengurangan biaya adalah departemen TI, yang diaggap mahal dan tidak lagi memberikan keunggulan kompetitif.
Pemilihan CEO, di samping peran Cowin yang menstabilkan perusahaan, dipandang penting bagi pemulihan perusahaan.
“Pergantian kepemimpinan yang cepat mengaburkan arah, dan pergantian kepemimpinan di ruang rapat mempersulit investor untuk berinvestasi dalam kisah pertumbuhan jangka panjang,” kata Josh Gilbert, analis pasar di eToro di Sydney.
“Jelas, stabilitas dibutuhkan dan hingga saat itu, hal itu memengaruhi investasi.”
Menulis dalam laporan tahunan Domino’s Pizza Enterprises, yang dirilis pada hari Rabu, Cowin menilik kembali lebih dari 50 tahun pengalamannya di industri makanan cepat saji. Dia mengatakan bahwa pelanggan masih menginginkan makanan segar, panas, dan terjangkau.
“Saya sering ditanya apakah kebiasaan makan konsumen benar-benar berubah. Jawaban saya? Tidak banyak. Selera berubah, tren datang dan pergi, tetapi fundamentalnya tetap sama.
Sebagai informasi, Cowin dikenal sebagai maestro makanan dan minuman yang merintis usahanya sendiri. Lahir pada tahun 1942 di Windsor, Kanada, ia menjual asuransi di Toronto sebelum pindah ke Australia di akhir usia 20-an bersama istri dan putra sulungnya.
Ia juga membuka Kentucky Fried Chicken pertama di Perth pada tahun 1969, setelah mengumpulkan dana dari 30 investor Kanada. Ia kemudian mengoperasikan gerai KFC hingga menjualnya pada tahun 2013.
Penulis: Natania Longdong
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id






































