tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Yogyakarta menggelar debat perdana pasangan calon (paslon) kontestan Pilwalkot Yogyakarta 2024, di Hotel Tara pada Jumat (8/11/2024) malam. Tema yang diusung dalam gelaran ini adalah “Tata Kelola Kota yang Inklusif dan Menyejahterakan.”
Debat dibagi dalam empat sesi. Sesi pertama para kontestan diberi kesempatan untuk menyampaikan visi dan misinya. Pada sesi kedua, kandidat menjawab pertanyaan dari panelis. Sesi ketiga diisi dengan tanya jawab antarpaslon. Keempat, diisi dengan penyampaian pernyataan penutup.
Penyampaian Visi Misi
Paslon nomor urut 1, Heroe Poerwadi-Sri Widya Supena, mengusung visi ‘Mewujudkan Kota Yogyakarta yang Unggul, Berdaya Saing, Berkelanjutan, dan Berlandaskan Nilai Keistimewaan’. Heroe mengatakan, persaingan antarkota semakin ketat, maka perlu memastikan Kota Yogyakarta sebagai kota yang memiliki daya saing.
“Berangkat dari persoalan bahwa kota-kota ke depan, akan ada kompetisi antarkota, yang membuat kota harus mempersiapkan diri unggul dalam setiap kompetisi,” sebut Heroe.
Supena menambahkan ada 11 program strategis yang nantinya akan dilaksanakan jika dia dan Heroe terpilih. Antara lain penuntasan sampah, penyediaan hunian bagi keluarga muda, zonasi di tingkat sekolah, penyediaan pos kreasi bisnis, koneksi transportasi, Jogja (Gayeng) 24 Jam, Jogja Gerbang Selatan, Jogja ramah bersama, Bantu Lelayu, Jogja Kota Festival, sampai Jogja Jaga Warga dengan optimalisasi sistem keamanan.
Paslon nomor urut 2, Hasto Wardoyo-Wawan Harmawan, melontar visi untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, lestari, dan berkeadaban. Hasto menyatakan, Kota Yogyakarta tidak memiliki sumber daya alam (SDA) maka diperlukan penguatan sumber daya manusia (SDM).
“Oleh karena itu, pembangunan manusia harus diperhatikan dalam membangun kota yang maju. Road map sehat jasmani-rohani, berpendidikan, bekerja, investasi, dan pemberdayaan perempuan,” kata Hasto.
Wawan menambahkan, peningkatan SDM dapat melibatkan swasta. “Perlu mengangkat Yogyakarta jadi kota global melalui sister city,” kata dia.
Sementara paslon nomor urut 3, Muhammad Afnan Hadikusumo-Singgih Raharjo, menyatakan komitmennya dalam mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai kota inklusif. Afnan turut membeber beberapa program unggulannya. Mulai dari penanganan tuntas sampah dalam 100 hari, Rp100 juta untuk RW per tahun, menyediakan fasilitas publik inklusif, sampai pemberdayaan masyarakat yang inklusif.
“Kami berkomitmen menyediakan fasilitas publik dan transportasi yang inklusif. Perempuan, lansia, dan difabel akan mendapat ruang setara,” ujar Afnan.
Pandangan Paslon dalam Penguatan Difabel dan Marginal
Pertanyaan pertama dari panelis yang dibacakan oleh panelis adalah bagaimana strategi paslon memperkuat difabel dan marginal. Hal itu dilatarbelakangi oleh Kota Yogyakarta yang terkenal ramah difabel dan marginal.
Heroe Poerwadi mendapat kesempatan pertama untuk menjawab, dia memulai dengan pemaparan latar belakangnya sebagai Wakil Walikota Yogyakarta periode 2017-2022. Dia menyatakan, salah satu pokok kerja (pokja) saat dia menjabat adalah menuju kota inklusi.
“Salah satu yang dikembangkan, Yogyakarta buat perda dan perwal. Sekolah inklusi juga ada,” ujarnya.
Kendati begitu, dia masih ingin memperbaiki sarana transportasi. Kota Yogyakarta yang sempit, kata Heroe, menyisakan PR penataan transportasi umum yang memudahkan difabel. “Ke depan kami ingin itu lebih baik,” sebutnya.
Sedangkan paslon nomor urut 2, melontarkan gagasan tentang difabel mental. Hasto Wardoyo bilang, “Difabel juga ada intelektual dan mental. Banyak layanan yang harus dilakukan, kami akan menyediakan adolescence healthy center.”
Hasto menyebut, difabel perlu mendapat perhatian. Termasuk pula kelompok rentan. Hasto pun membeberkan pengamatannya terhadap trotoar jalan yang sempit dan justru beralih fungsi.
“Seperti di jalan Tamansiswa ramai, tidak ada trotoar dan di Pasar Kembang sama. Saya bayangkan saat ke puskesmas sulit diakses oleh difabel dan kelompok rentan, kami akan hadirkan layanan satu kampung satu bidan,” ucapnya.
Muhammad Afnan Hadikusumo, calon walikota Yogyakarta nomor urut 3, pun mengeklaim berkomitmen pada pentingnya menjaga pengarusutamaan gender, difabel, dan inklusi sosial. Terutama pengawalan terhadap anggaran yang cukup.
“Kami juga akan melakukan pelatihan bagi para difabel yang nantinya akan diteruskan ke perusahaan membutuhkan. Kami akan mengawal pelaksanaan Perda No 4/2019 serta kebijakan perusahaan/unit usaha untuk mewajibkan mempekerjakan difabel,” sebut Afnan.
Singgih Raharjo menambahkan, tentang fasilitasi transportasi publik yang menurutnya punya tantangan tersendiri. Dia bilang akan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi DIY untuk meningkatkan pelayanan fasilitas.
“Halte ada ram tapi perlu fasilitasi lagi. Kami berkomitmen memberikan layanan terbaik bagi difabel,” tandasnya.
Singgung Soal Pluralitas
Calon walikota nomor urut 2, Hasto Wardoyo, melontar pertanyaan pada paslon nomor urut 3 tentang konflik sosial. Salah satu yang mendapat perhatian luas adalah penusukan santri di wilayah Prawirotaman, Kota Yogyakarta.
“Yogyakarta, bukan hanya masalah fisik yang mengganggu ketenangan dan kesejahteraan, tapi juga kota pendidikan dan pariwisata. Tapi juga konflik sosial. Bagaimana paslon nomor urut 3 dalam hal peran pemerintah dalam menghadapi kasus konflik sosial,” tanya Hasto.
Menjawab itu, calon walikota Yogyakarta nomor urut 3, Muhammad Afnan Singgih, menyatakan bahwa masalah di Kota Yogyakarta terbilang sedikit jika dibanding wilayah lain. Dia lantas mengatakan bahwa konflik tercipta karena komunikasi yang terhambat.
“Konflik sosial karena ada hambatan komunikasi antarkelompok, bisa diantisipasi dengan komunikasi baik. Kami ada program Young Camp, kemah bareng lintas sektor. Juga ada Pendidikan Kebangsaan supaya masyarakat paham malah pluralitas,” kata Afnan.
Hasto Sempilkan Sindiran di Sesi Penutup
Sesi keempat jadi pamungkas acara dalam debat Pilwalkot Yogyakarta semalam. Para kontestan diberi kesempatan untuk menyampaikan pernyataan penutupnya.
Dalam pernyataan penutup, Heroe Poerwadi mengatakan tema debat malam tadi selaras dengan tagline mereka, yaitu Jogja untuk Kita, Jogja untuk Semua. “Itu adalah napas kami kalau kami diberi amanah akan memberi kesempatan siapa pun,” ujarnya.
Heroe juga bilang, tagline yang diusungnya membawa penyadaran bahwa Kota Yogyakarta secara faktual beragam. Mempunyai banyak orang dan kepentingan yang harus dijadikan bagian dari keberagaman.
“Dalam mengemban tidak boleh melepaskan diri, tapi harus saling menjaga, menghormati, melindungi. Tidak ada orang jagoan bisa menyelesaikan semua. Semua harus bekerja bersama,” sebut Heroe.
Sementara Hasto, mengawali pernyataan penutupnya dengan me-mention Heroe yang memiliki tagline Hepi. Akronim dari Heroe-Pena.
“Jalan lupa Pak Heroe, sebelum hepi sehat dulu. Sudah berdiskusi banyak dalam layanan inklusi difabel yang luar biasa. Kita sebetulnya hanya melayani, tapi juga lupa customer internal PNS honorer, PPPK harus diperhatikan. Mohon maaf Pak Heroe, dan Pak Afnan-Singgih kader di Kota Yogyakarta tidak dapat insentif,” sebutnya.
Hasto pun menyindir pentingnya pemerintahan yang bersih dari korupsi. “Jangan lupa, pemerintahan yang bersih itu penting. Sehingga menciptakan zona integritas dan melayani itu penting sekali. Banyak kita bicara tentang kepentingan tapi tidak sampai karena terjebak korupsi. Di samping memberikan layanan inklusi dan menyejahterakan jangan lupa dimulai bersih-bersih birokrasi,” kata dia disambut teriakan simpatisan.
Pernyataan penutup paslon nomor urut 3 disampaikan oleh Singgih Raharjo. Dia mengatakan, punya rencana jelas dalam membawa Yogyakarta lebih baik. Hal itu dilakukan dengan pengarusutamaan Gen Z dan pemberdayaan setiap warga tanpa terkecuali.
“Juga memastikan pembangunan infrastruktur yang bukan hanya rata, tapi juga ramah bagi semua. Mengatasi stunting KDRT dengan langkah konkrit dan terukur. Keberagaman bukan hanya diterima tapi juga mendorong masyarakat Yogyakarta yang lebih solid. Lebih berdaya saing,” kata dia.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz