tirto.id - Sebuah insiden penusukan dua santri Pondok Pesantren (PP) Al-Fatimiyah terjadi di wilayah Prawirotaman, Kota Yogyakarta, pada Rabu (23/10/2024). Kini, Polresta Yogyakarta sudah menangkap si pelaku penusukan. Meski begitu, kejadian itu lantas mendapat sorotan dari masyarakat luas.
Satu kecaman dilayangkan oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY.
"LHKP PWM DIY mengutuk aksi kekerasan yang menimpa pembimbing santri PP Al-Fatimiyah Krapyak dan menuntut kepada aparat kepolisian dapat melakukan langkah-langkah penegakan hukum untuk menjamin rasa keadilan di tengah masyarakat," tutur Ketua LHKP PWM DIY, Farid Bambang Siswantoro, pada wartawan di Kelurahan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY pada Sabtu (26/10/2024).
Dalam situasi yang masih panas, Farid mengharapkan semua pihak untuk dapat menahan diri sehingga eskalasi konflik dapat diminimalisasi dan tetap tercipta kehidupan yang harmonis di Yogyakarta.
Selain hal itu, Farid juga menyoroti perihal terduga pelaku penusukanyang dikabarkan dalam pengaruh alkohol saat melancarkan aksinya. Oleh karena itu, Farid sekaligus pula memprotes maraknya peredaran minuman keras (miras) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Menurutnya, maraknya peredaran miras telah menjadi ancaman serius bagi kondusifitas, keamanan, dan ketertiban umum di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Kondisi ini membuat resah tidak hanya warga, tetapi juga orang tua dari luar daerah yang khawatir akan lingkungan tempat anak-anak mereka menimba ilmu di DIY," sebut Farid.
Farid pun menilai bahwa seiring dengan meningkatnya jumlah pelajar di DIY, tantangan terhadap ketertiban sosial, terutama yang berkaitan dengan konsumsi miras, menjadi semakin nyata.
“Banyak kasus kriminalitas, seperti perkelahian dan kejahatan lainnya, sering dikaitkan dengan konsumsi minuman beralkohol. Ini memunculkan kebutuhan mendesak untuk melakukan upaya mitigasi dan pencegahan dini guna menjaga DIY tetap aman sebagai Kota Pendidikan yang kondusif,” lontar Farid.
“Jadi, ini [penusukan santri PP Al-Fatimiyah Krapyak di Prawirotaman] bukan yang pertama kali,” imbuh Farid.
Farid juga menegaskan bahwa LHKP PWM DIY berharap agar dampak peredaran miras bisa ditekan agar kasus kejahatan juga dapat ditekan.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pengaturan distribusi miras secara lebih ketat dan tegas di DIY. Pasalnya, wilayah ini menyandang citra sebagai kota pendidikan yang merupakan basis pengembangan pendidikan karakter dan nilai-nilai budaya Jawa yang adiluhung.
Selain itu, kata Farid, regulasi yang mengatur peredaran miras di DIY telah usang. Pasalnya, peraturan yang ada saat inibelum mencantumkan soal pengendalian peredaran miras di pasar digital.
Peraturan itu mestinya diperbarui sesuai ketentuan dalamPasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Permendag Nomor 20/2014 Jo. Permendag Nomor 6/2015, serta merujuk pada Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 48/PDN/SD/02/2021 tentang Pelarangan Penjualan Minuman Beralkohol secara Daring.
“Regulasi jadul. Paling muda 2019, [saat disusun dan diterbitkan] belum marak perdagangan online,” cecar Farid.
Regulasi yang usang itu, menurut Farid,belum menampung perkembangan yang terjadi selama beberapa tahun belakangan. Di samping itu, penerapan undang-undang yang telah berlaku pun belum tegas. Salah satu contoh ketidaktegasan itu terkait soal jarak minimal lokasi perdagangan miras dari rumah ibadah dan sekolah.
“Ada celah regulasi dalam praktik penerapannya yang berlangsung di masyarakat.Dan keinginan kami untuk menata itu,” kata Farid.
Diperparah UU Cipta Kerja
Sementara itu, Sekretaris LHKP PWM DIY, Fani Satria, mengatakan bahwa merebaknya peredaran miras juga berkait dengan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Karena Omnibus Low (UU Cipta Kerja) ada dampak tidak menyenangkan. Perizinan dari pusat, [lewat] OSS [onlinesingle submission]. Izin usaha online, itu menghilangkan prosedur izin gangguan,” ujar Fani dalam konferensi pers LHKP di kantor PWM DIY, Sabtu (26/10/2024).
Sistem OSS tersebut dikelola oleh Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Hal itu menyebabkan daerah tidak punya kontrol atas jenis investasi yang bakal masuk ke daerah.
“Banyak izin bisa di pusat sehingga izin lingkungan dihilangkan untuk investasi,” kata Fani.
Menurut Fani, ketiadaan kontrol di daerah atas investasi itu bukan tidak mungkin membuat usaha-usaha semacam panti pijat plus-plus merebak bebas di daerah Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kemantren, atau Gondomanan yang tersohor sebagai kampung religius dan merupakan tempat tumbuhnya organisasi Muhammadiyah.
Oleh sebab itu, Fani mendorong DPRD DIY untuk menyuarakan revisi atas undang-undang dalam upaya pengendalian miras.
“Ada juga local wisdom, gubernur punya kewenangan aturan pengecualian. Karena menyangkut beberapa hal ada kontradiksi. Semoga ada formulasi bagus,” sebutnya.
Aksi Klitih Meningkat
Kadiv Humas Jogja Police Watch (JPW), Baharuddin Kamba, menyatakan bahwa kasus kejahatan jalanan atau klitih pun kembali marak terjadi di Yogyakarta. Hingga pertengahan Oktober 2024 ini,JPW mendapati tren peningkatan aksi klitih.
“Paling tidak hampir setiap bulan pada tahun 2024 ini, aksi klitih terjadi,” kata Baharuddin dihubungi kontributor Tirto, Sabtu (26/10/2024).
Hal itu tentunya menjadi alarm bagi kepolisian untuk meningkatkan upayanya menjaga keamanan dan kenyamanan di jalanan. Misalnya, dengan rutin melakukan razia, terutama pada malam hari hingga dini hari atau jam ganjil.
“Razia dapat dilakukan di tempat-tempat seringnya berkumpul para remaja pada malam hingga dini hari. Hal ini penting agar masyarakat Yogyakarta tidak lagi takut untuk bepergian pada malam hingga dini hari,” tutur Baharuddin.
Razia dapat pula dilakukan di lokasi-lokasi yang dinilai rawan terjadinya tindak kejahatan jalanan, terutama di jalan yang sepi dengan penerangan lampu jalan yang minim. JPW yakin kepolisian telah memiliki data dan informasi terkait titik-titik rawan aksi klitih, termasuk punya data terkait kelompok atau gang yang kerap melakukan aksi klitih.
Menurut Baharuddin, fungsi intelijen dan reserse harus dimaksimalkan. Jangan sampai, kepolisian kecolongan dan korban berjatuhan.
Oleh karena itu, JPW meminta kepolisian tidak hanya memfokuskan kegiatannyapada pengamanan kampanye Pilkada 2024 saja. Di luar perhelatan besar itu, pencegahan agar aksi klitih tidak kembali terjadi juga mesti tetap berjalan.
“Termasuk juga rutin melakukan razia terhadap peredaran ilegal miras. Karena tidak jarang pelaku klitih terpengaruh oleh minuman keras dalam melakukan aksi klitihnya,” tegas Bahruddin.
Aduan Keresahan
Ratusan orang yang tergabung dalam Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) DIY pun telah mendatangi kantor Gubernur DIY dan DPRD DIY pada Jumat (25/10/2024). Mereka menyampaikan keresahan akibat menjamurnya penjualan miras yang dilakukan secara terang-terangan di DIY. Bahkan, penjualan juga melayani pembeli anak-anak.
Aksi tersebut dilakukan setelah Salat Jumat di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Massa kemudian bergerak menuju Kantor Gubernur DIY di Kepatihan dan mereka diterima oleh Asisten Sekda Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiana.
“Mengendalikan peredaran miras sesuai regulasi yang ada, intinya itu,” kata Tri di Kepatihan Yogyakarta, Jumat (25/10/2024).
Massa kemudian bergerak ke DPRD DIY dan diterima oleh perwakilan Fraksi PKS, Imam Taufik, dan perwakilan Fraksi PPP, Muhammad Yazid. Imam Taufik dalam kesempatan itu mengatakan akan berkoordinasi dengan pimpinan DPRD DIY terkait keresahan masyarakat atas peredaran miras yang mulai tak terkendali.
Sementara itu, M. Yazid mengatakan akan menindaklanjuti aduan FUI DIY tersebut.
“Pada dasarnya, DPRD DIY sudah berbuat. Minimal sudah membuat Perda No 12/2015 yang sebetulnya kalau Perda ini ditegakkan, insyaallah miras tidak beredar marak,” ujarnya.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Fadrik Aziz Firdausi