Menuju konten utama

Dampak Sertifikat Tanah Elektronik yang Perlu Diantisipasi BPN

Salah satu masalah yang berpotensi muncul saat digitalisasi sertifikat tanah dijalankan ialah adanya modus-modus baru kejahatan mafia tanah. 

Dampak Sertifikat Tanah Elektronik yang Perlu Diantisipasi BPN
Warga mengurus surat tanah di Kantor Perwakilan Pertanahan Kabupaten Bogor, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/wsj.

tirto.id - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berencana menggelar program digitalisasi sertifikat tanah. Peralihan sertifikat tanah analog atau fisik menjadi sertifikat tanah elektronik direncanakan berjalan secara bertahap, mulai tahun 2021.

Pelaksanaan program tranformasi digital di administrasi pertanahan itu dialasi dengan penerbitan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik.

Program ini juga melanjutkan proses digitalisasi administrasi pertanahan sebelumnya. Pada 2020 lalu, Kementerian ATR/BPN mengintegrasikan 4 layanan konvensional menjadi layanan elektronik.

Empat layanan itu ialah Hak Tanggungan Elektronik (HT-El); Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT); Pengecekan Sertipikat Tanah; dan Informasi Zona Nilai Tanah (ZNT).

"Tujuannya ialah untuk memudahkan masyarakat dan mengurangi praktik mafia tanah yang kerap terjadi serta guna melanjutkan pelaksanaan transformasi digital," demikian keterangan resmi dari Kementerian ATR/BPN.

Potensi Modus Baru Kejahatan Mafia Tanah

Dalam sebuah webinar pada awal Februari 2021 lalu, Sekjen Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto menegaskan penerbitan sertifikat elektronik oleh BPN akan didasari dengan data yang valid sekaligus aman. Lain itu, sistem data BPN nanti bisa pula dihubungkan dengan sistem perbankan.

Himawan mengklaim, pemberlakuan sertifikat elektronik bakal membuat pengurusan administrasi pertanahan lebih efisien dan cepat.

Potensi kejahatan berupa pemalsuan sertifikat, kata dia, juga akan dapat dihilangkan. Risiko akibat kehilangan sertifikat yang kerap dialami oleh masyarakat pun bisa diminimalisir.

Namun, meski digitalisasi berpeluang bisa meminimalisir terjadinya praktik kejahatan mafia tanah, bukan berarti sertifikat tanah elektronik benar-benar aman.

Sebab, peralihan sistem ke elektronik tetap mungkin diiringi dengan kemunculan praktik kejahatan dalam bentuk baru.

Dosen Ilmu Hukum Perdata Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Sri Harini Dwiyatmi bilang, potensi kemunculan kejahatan baru itu merupakan salah satu masalah yang perlu diantisipasi oleh Kementerian ATR/BPN.

"[Keberadaan] Sistem baru juga berarti akan muncul kemungkinan kejahatan baru," kata Rini di Salatiga, Jawa Tengah, pada Kamis (18/2/2021) lalu.

Oleh karena itu, menurut Rini, pemerintah harus bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

Dia mencontohkan, kejahatan peretasan merupakan salah satu potensi yang patut diwaspadai saat digitalisasi sertifikat tanah sedang maupun sudah dilaksanakan.

Kata Rini, peretasan sistem database center, dan berbagai aksi penipuan atau manipulasi untuk mencuri sertifikat elektronik dari pemiliknya, perlu dicegah sedini mungkin.

Upaya pencegahan juga tidak cukup dengan memperkuat sistem data milik Kementerian ATR/BPN. Rini mengatakan, pemerintah perlu membentuk regulasi baru untuk mengantisipasi beragam jenis kejahatan yang bisa menyerang sistem administrasi pertanahan digital.

"Secara garis besar hukum [regulasi] yang mengatur [penanganan] kejahatan mafia tanah, baik di sertifikat analog dan elektronik adalah sama," ujar Rini.

"Tetapi, perlu ada hukum [regulasi] baru semacam pengembangan untuk sistem yang kini juga sudah baru [elektronik]," dia menambahkan.

Lebih lanjut, Rini mengatakan regulasi baru tersebut bisa berupa Peraturan Menteri (Permen) yang terbit untuk menyelaraskan beragam ketentuan administrasi pertanahan dengan sistem elektronik yang kini mulai diberlakukan.

Alternatif lain, seturut pendapat Rini, ialah dengan menyempurnakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang belakangan diwacanakan akan direvisi.

Masyarakat Perlu Dapat Jaminan saat Proses Peralihan

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh Kementerian ATR/BPN, terutama saat proses transisi sertifikat tanah analog ke elektronik, adalah jaminan keamanan bagi masyarakat.

Rini mengatakan proses digitalisasi sertifikat tanah perlu disertai dengan pemberian jaminan pada masyarakat terkait hak kepemilikan.

"Yang perlu diantisipasi waktu menyerahkan sertifikat asli untuk peralihan ialah apa jaminan, atau bukti kepemilikan tanah itu, setelah tidak memegang sertifikat aslinya. Kalau misalnya saya butuh segera, apa proses peralihannya bisa cepat atau justru lama," ujar Rini.

Maka itu, ia menyarankan BPN tidak meminta masyarakat menyerahkan dokumen sertifikat tanah analog sebagai syarat digitalisasi.

Jika diperlukan data sertifikat analog, lanjut Rini, pengambilan informasi bisa melalui data kantor pertanahan.

Adapun alternatif lainnya, menurut Rini, ialah melalui penyerahan foto atau scan sertifikat analog, yang lantas divalidasi secara fisik untuk mengecek kesesuaiannya dengan data kepemilikan dan luasan tanah.

Sebelumnya, sempat muncul polemik mengenai digitalisasi sertifikat tanah karena tersiar informasi bahwa BPN akan menarik sertifikat fisik milik masyarakat.

Namun, dalam webinar pada awal Februari lalu yang disiarkan oleh Youtube Kementerian ATR/BPN, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil membantah kabar tersebut.

"BPN tidak akan menarik sertifikat [tanah yang fisik]. Semua sertifikat [tanah] lama akan tetap berlaku, sampai dialihkan dalam bentuk sertifikat elektronik," kata Sofyan.

Sementara melalui siaran resmi Kementerian ATR/BPN pada 12 Februari lalu, Sofyan mengatakan sosialisasi mengenai sertipikat tanah elektronik akan terus dilakukan pada masyarakat.

"Kita akan terus memperkenalkan produk-produk elektronik lain, termasuk sertipikat. Namun, kita akan ada uji coba dulu dan sangat hati-hati agar tidak terjadi polemik seperti ada kesan seolah-olah BPN akan menarik semua sertipikat dari masyarakat, itu tidak benar, BPN tidak akan pernah menarik sertipikat masyarakat," ujar dia.

Selain itu, kata Sofyan, digitalisasi sertifikat tanah akan dijalankan secara bertahap. Pada tahap awal, digitalisasi itu akan dilakukan untuk tanah milik instansi pemerintah dan BUMN.

"Sertipikat elektronik ini belum dimulai, kita baru izin mendaftarkan di Badan Sekuriti and Siber Nasional [BSSN], [serta] kepada Kominfo," ujar Sofyan.

Dia menambahkan Kementerian ATR/BPN saat ini sedang menyiapkan infrastruktur untuk yang diperlukan untuk sertifikat tanah elektronik.

Baca juga artikel terkait SERTIFIKAT TANAH atau tulisan lainnya dari Mulia Budi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Olivia Dona Putri
Penulis: Mulia Budi
Editor: Addi M Idhom