tirto.id - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerbitkan regulasi baru mengenai sertifikat tanah elektronik. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik.
Penerbitan aturan baru ini bertujuan mendorong tranformasi digital pada administrasi pertanahan. Namun, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menyayangkan adanya kesalahpahaman terhadap isi peraturan itu.
Yang disorot Sofyan ialah kabar bahwa BPN akan menarik sertifikat fisik milik masyarakat. Menurut Sofyan, kabar tersebut tidak benar dan muncul akibat pengutipan aturan yang tak sesuai konteks.
"Itu tidak benar. BPN tidak akan menarik sertifikat [tanah yang fisik]. Semua sertifikat [tanah] lama akan tetap berlaku, sampai dialihkan dalam bentuk sertifikat elektronik," kata Sofyan melalui webinar yang disiarkan kanal Youtube Kementerian ATR/BPN, pada Kamis (4/2/2021).
"Oleh sebab itu, kalau ada orang mengaku dari BPN mau menarik sertifikat, jangan dilayani," dia menambahkan.
Rencana Digitalisasi Sertifikat Tanah
Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021, pasal 13 ayat 3 memang berbunyi bahwa "Kepala Kantor Pertanahan menarik Sertipikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan."
Pasal itu masuk di Bagian Ketiga tentang "Penggantian Sertipikat Menjadi Sertipikat-el untuk Tanah yang Sudah Terdaftar."
Namun, menurut Sekjen Kementerian ATR/BPN Himawan Arief Sugoto, apabila melihat pasal-pasal lainnya, proses penukaran sertifikat fisik menjadi bentuk elektronik dilakukan pada tahap akhir.
Penukaran itu, kata Himawan, dilakukan pada saat proses validasi data fisik maupun yuridis sudah selesai dilakukan secara keseluruhan di suatu daerah.
"Permen itu dikeluarkan karena kami sudah memulai pelayanan elektronik," ujar Himawan ketika berbicara dalam webinar yang sama.
"Tentu, secara bertahap [penerapan aturannya]. Dimulai dari instansi pemerintah, badan hukum, dan di daerah-daerah yang sudah siap," dia menambahkan.
Himawan menambahkan, proses yang mendahului pengalihan bentuk sertifikat fisik ke elektronik masih panjang. Sebab, banyak daerah yang belum tervalidasi datanya.
Maka itu, lanjut Himawan, BPN akan memulai proses digitalisasi sertifikat dari instansi-instansi pemerintah yang ada di sejumlah kota atau daerah yang sudah siap terlebih dahulu.
"Kalau tanah pemerintah, sudah tidak bergerak lagi, [maksudnya] sudah tidak dipecah lagi, atau dijual lagi," ujarnya.
Dia memperkirakan proses digitalisasi sertifikat tanah milik instansi pemerintah bisa dilaksanakan pada semester I tahun 2021, sekitar April mendatang. Baru kemudian digitalisasi sertifikat milik badan hukum dilakukan, dan yang terakhir masyarakat.
Mengenai digitalisasi sertifikat tanah milik masyarakat, lanjut dia, juga akan dimulai dari daerah-daerah yang sudah siap, atau proses validasi data pertanahannya telah tuntas.
"Prosesnya, adalah mereka [masyarakat] diberi tahu. Tentunya jika sudah ada sertifikat elektronik, jangan ada 2 sertifikat. Itulah sebenarnya nanti prosesnya, jadi [sertifikat elektronik] mengganti," terang dia.
Himawan pun memastikan, penerbitan sertifikat elektronik oleh BPN akan didasari data yang valid dan aman. Apalagi, sistem data BPN nanti bisa dihubungkan dengan sistem perbankan.
Himawan mengklaim, pemberlakuan sertifikat elektronik akan membuat pengurusan administrasi pertanahan lebih efisien dan cepat, sekaligus menghilangkan potensi praktik pemalsuan sertifikat. Risiko akibat kehilangan sertifikat, yang kerap dialami oleh masyarakat, juga bisa diminimalisir.
Untuk membaca isi aturan sertifikat elektronik, klik link Permen ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021.
Editor: Agung DH