tirto.id - Dino Patti Djalal meradang. Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ini memviralkan di Twitter mengenai kasus pemalsuan tanah yang menimpa keluarganya sendiri.
Rumah di Cilandak Barat, Jakarta Selatan milik ibunya jadi sasaran mafia tanah di perkotaan. Gerak cepat eks Wakil Menteri Luar Negeri direspons oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau BPN dan kepolisian. Jalan untuk membatalkan dalam sertifikat tanah yang dipalsukan masih panjang. Otak pemalsuan tanah masih berkeliaran.
Penasihat utama di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ini sudah membawa dugaan pemalsuan sertifikat tanah milik keluarganya ke Polda Metro Jaya. Pelakunya ternyata sudah dibui dalam kasus pemalsuan tanah lain di Ibu Kota DKI pada 2019 silam. Namun, dalang pemalsuan masih bebas dan “diduga terlibat upaya pemalsuan sertifikat dua rumah lain milik ibu Dino Patti Djalal”.
“Update mafia tanah, ternyata polisi pernah tangkap dalang sindikat tanah Fredy Kusnadi tanggal 11 November 2020 pukul 9 malam. Namun setelah dibawa ke Polda Metro, malam itu juga Fredy dibebaskan tanpa proses hukum yang transparan dan jelas. Setelah itu, dalang tersebut kabur dari rumahnya,” cuit Dino Patti Djalal, Kamis (11/2/2021).
Agar publik waspada : satu lagi rumah keluarga saya dijarah komplotan pencuri sertifikat rumah. Tahu2 sertifikat rumah milik Ibu saya telah beralih nama di BPN padahal tidak ada AJB, tidak ada transaksi bahkan tidak ada pertemuan apapun dgn Ibu saya. pic.twitter.com/Je1mU7C8xu
— Dino Patti Djalal (@dinopattidjalal) February 9, 2021
Modus komplotan yakni lewat pemetaan target, memalsukan KTP pemilik sertifikat, berkolusi dengan broker tanah dan notaris ‘hitam’. Untuk meyakinkan BPN, komplotan punya orang dengan wajah di KTP mirip pemilik tanah.
Dari 10 tersangka tersebut, tak Fredy Kusnadi. Padahal aset tanah milik ibunya, Zurni Hasyim Djalal atas nama Yurmisnawita (keponakan Dino) telah diubah sindikat menjadi atas nama Fredy Kusnadi.
Ibu Dino juga tidak pernah meneken akta jual beli (AJB), tidak ada transaksi hingga tidak ada pertemuan apa pun antara ibu dengan sindikat maupun ke kantor BPN. Hanya ada satu peristiwa pada 2019 terkait mafia ini. Saat itu seorang bernama Lina mengenalkan Fredy Kusnadi sebagai calon pembeli tanah. Namun gagal karena ibu Dino enggan menjualnya.
BPN Kecolongan?
Kementerian ATR 'kecolongan' sindikat Fredy Kusnadi. Menteri ATR, Sofyan Djalil mengakui peralihan hak objek tanah milik ibu Dino ke Fredy Kusnadi sudah sesuai prosedur. Kementerian baru tahu sertifikat nomor 8516 atas nama Yurmisnawita dipalsukan setelah korban protes.
Sofyan menyebut dari segi hukum adnministrasi tanah, “kelihatannya semua sesuai prosedur”.
Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN, Agus Widjayanto mengatakan, ada tiga sertifikat tanah yang jadi sasaran pemalsuan. Sertifikat atas nama Yurmisnawita dan Jurni Hasyim Djalal. Ketiganya milik keluarga besar Dino Patti Djalal.
Sertifikat nomor 8516 atas nama Yurmisnawita seluas 751 meter persegi dilakukan pengecekan pada 3 April 2020 oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Siswanto Nugroho. Dalam buku tanah tanggal 16 April 2020 sertifikat 8516 beralih dari Yurmisnawita kepada Fredy Kusnadi dengan akta jual beli tanggal 10 Januari 2020 yang dibuat oleh PPAT Kristano.
“Dalam berkas peralihan ada tanda terima dokumen, fotokopi KTP, NPWP, surat permohonan, surat kuasa akta jual beli. Dilihat dari sisi administrasi pertanahan, sebetulnya proses penerbitan sesuai dengan apa yang terdapat dalam buku tanah dan akta jual beli dan kemudian dibalik nama,” kata Agus, Kamis (11/2/2021).
Sertifikat yang sudah beralih nama bisa dibatalkan bila di pengadilan terbukti terjadi pemalsuan. Untuk itu, BPN mendukung langkah Dino untuk mempolisikan pelaku. Karena wilayah pemalsuan sudah ranah kepolisian.
Kasubdit Harta Benda Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Dwiasi Wiyatputera mengatakan saat ini sudah memeriksa empat saksi terkait pelaporan Dino Patti Djalal.
E-Sertifikat Tanah Bukan Solusi
Di tengah kasus pemalsuan ini, BPN justru mendorong sertifikat tanah digital. Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN, Agus Widjayanto mengatakan program ATR/BPN untuk mendigitalisasi sertifikat tanah sudah saatnya berjalan agar kasus “Dino Patti Djalal tak terulang”.
“Ini tidak akan terjadi kalau dilakukan secara elektronik. Oleh karena itu, Pak Menteri sedang mencoba sistem elektronik, maka pengecekan KTP dalam jual beli akan lebih mudah terdeteksi,” imbuh Agus.
Sertifikat elektronik, kata dia, juga memudahkan memeriksa pejabat pembuat akta tanah apakah sudah terdaftar atau belum. Karena jika belum terdaftar, maka akta jual beli tak dapat didaftarkan dan “tidak akan terjadi pendaftaran peralihan hak”.
Sejumlah pihak justru menilai sebaliknya. Sertifikat tanah elektronik tidak menjamin hilangnya mafia tanah, justru bakal menyuburkan konflik agraria.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan banyak badan usaha punya sertifikat di tanah sengketa masyarakat. Seharusnya konflik tanah diselesaikan dahulu baru urusi sertifikat elektronik.
Program ini juga bakal terkendala disparitas teknologi antara kota-desa, sehingga lebih baik sosialisasi dahulu lima tahun. Minimal elite pejabat memberikan contoh dahulu.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Rio Apinino