tirto.id - “Adek, cinta tak selamanya indah, dek…”
Sudah berapa kali kita dengar audio tersebut dalam konten-konten di media sosial tentang anak muda yang tengah tergila-gila dimabuk asmara—dan dikecewakan karenanya.
Kisah cinta tidak selamanya berakhir dengan manis. Ada kalanya, sebuah relasi romantis harus kandas di tengah jalan, atau bahkan sebelum sempat dimulai, lantaran salah satu pihak merasa tidak cocok.
Meski penolakan adalah pengalaman yang wajar di berbagai titik kehidupan kita, tidak semua orang bisa menerimanya dengan legawa.
Melansir Very Well Mind, penolakan bisa disampaikan dengan cara kasar sehingga terasa menyakitkan.
Kendati begitu, penolakan yang diungkapkan dengan lemah lembut pun berpotensi menimbulkan reaksi emosional yang tak kalah mengguncang.
Terkadang, rasa sakit emosional ini bisa sangat intens. Bukan sekadar mental, kondisi fisik pun bisa sampai ikut terdampak.
Dengan kata lain, kita benar-benar dapat merasakan sesuatu seperti penolakan sebagai nyeri fisik.
Pertanyaannya, mengapa penolakan terasa begitu menyakitkan?
"Penolakan bukan hanya berarti kehilangan impian yang kamu kembangkan, tetapi juga biasanya dialami sebagai pukulan bagi harga dirimu," tutur Molly Burrets, PhD, psikolog di Los Angeles dan dosen di University of Southern California, seperti dikutip dari SELF.
Ketika kita dipertemukan dengan harapan-harapan baru, misalnya untuk bekerja di kantor impian atau menjalin hubungan serius dengan orang yang kita taksir, Burrets menjelaskan, otak akan menciptakan semacam visi ideal tentang apa yang kelak terjadi di masa depan.
Selain itu, pengalaman ditolak dapat memunculkan perasaan insecure dan pikiran negatif tentang diri sendiri. Misalnya, setelah mengalami penolakan cinta beberapa kali, kita jadi mempertanyakan apakah diri kita layak dicintai.
Apalagi kalau penolakan tersebut tidak dilengkapi dengan penjelasan. Tiba-tiba saja, setelah memberikan penolakan, si dia langsung pergi menjauh dan tidak membalas pesanmu.
Penolakan memang sakit dan menantang. Sampai sekarang, tidak ada pula cara yang pasti atau paling benar untuk menyembuhkan luka dan kekecewaan akibat penolakan.
Namun setidaknya ada beberapa langkah kecil yang bisa kamu coba lakukan untuk membantumu move on.
Langkah yang terpenting adalah penerimaan.
Seperti dikutip dari TODAY.com, psikoterapis Sharon Martin, LCSW menyarankan pentingnya untuk mengakui perasaanmu dan memperlakukan penolakan seperti proses berduka.
Proseslah rasa tersebut, sadari pengalaman tersebut, misalnya dengan merenung, membiarkan diri untuk menangis, atau menuliskan segala pertanyaan dan kebingunganmu di jurnal atau buku harian.
Tidak ada salahnya juga untuk membicarakannya dengan teman atau anggota keluarga yang kamu percayai.
Jia Jiang dari layanan self-help game Rejection Therapy menambahkan, apabila situasinya memungkinkan, coba minta masukan mengapa kamu ditolak.
Kalimat yang bisa diutarakan, kata Jiang, misalnya, “Aku ingi tahu betul tentang apa yang sebenarnya sudah terjadi karena itu bakal membuat perasaanku jadi lebih lega untuk bisa move on, tidak dipendam terus.”
Meski jawabannya bisa membuatmu merasa tidak nyaman, bukan tidak mungkin informasi yang diberikan dapat membantumu untuk memperbaiki diri atau belajar sesuatu yang baru, alih-alih berkutat pada pengalaman penolakannya.
Langkah lain yang bisa dicoba untuk memahami penolakan, kata psikolog berbasis di Brooklyn, Lauren Phillips, PsyD, adalah mempertimbangkan POV alias sudut pandang pihak yang menolak kita.
Seperti Phillips sampaikan pada SELF, alih-alih terus mengulang-ulang pertanyaan tentang apa yang salah pada diri kita sampai-sampai ditolak , coba pertimbangkan perspektif pihak lain.
Misalnya, orang yang kamu jumpai di aplikasi kencan itu ternyata baru saja putus dari kekasihnya. Bisa jadi, alasan dia menolakmu berkaitan dengan ketidaksiapannya untuk menjalin asmara lagi, alih-alih gara-gara dirimu.
Selain itu, pada beberapa kasus, kamu juga bisa berempati dengan situasi rumit yang mungkin tengah dijalani oleh orang yang menolakmu.
Maka hati dan pikiranmu akan menjadi jauh lebih tenang alih-alih terjebak dalam mentalitas “aku versus dia/ mereka”.
“Ketika kalian melihat orang lain, atau institusi lain, sebagai entitas terpisah dan memiliki pengalamannya sendiri, kalian akan paham bahwa ini [penolakan dari mereka] bukanlah karena cacat atau kekurangan pada diri kalian,” kata Phillips.
Setiap orang merespons penolakan dengan cara berbeda. Dari sekian reaksi yang ada, tidak sedikit yang sampai jadi kurang tidur atau terjerumus pada pola makan tidak sahat.
Gaya hidup sehat adalah salah satu langkah yang dapat menyelamatkan. Demikian disampaikan oleh Leslie Becker-Phelps, Ph.D, psikolog dan penulis Bouncing Back from Rejection: Build the Resilience You Need to Get Back Up When Life Knocks You Down (2019).
Simpel, tetapi tentu dapat membantu fisik tetap kuat dan mental tetap waras.
"Semakin sehat gaya hidupmu, semakin banyak sumber daya yang kamu miliki untuk menghadapi situasi sulit," kata Becker-Phelps dikutip dari Good Housekeeping.
Terakhir, jangan biarkan penolakan sampai membuatmu kapok untuk menemukan cinta yang baru.
Tidak ada salahnya untuk mulai memperluas lingkaran sosialmu, misalnya dengan berpartisipasi di klub lari, komunitas baca buku, kegiatan apapun yang memungkinkanmu berjumpa dengan banyak orang baru.
Ingat apa yang sudah disampaikan oleh Jiang, "Dunia ini jauh lebih besar daripada sekadar satu orang, satu pekerjaan, atau satu hubungan. Jauh lebih besar.”
Penulis: MN Yunita
Editor: Sekar Kinasih
Masuk tirto.id






































