tirto.id - Patah hati adalah sindrom yang umum dirasakan seseorang setelah kehilangan atau berpisah dari orang yang dicintainya.
Namun, sindrom tersebut kerap dianggap sebagai hal yang lebay atau tidak penting. Padahal hal tersebut ternyata bisa mengganggu fungsi organ tubuh sehingga berdampak pada kesehatan seseorang.
Salah satu gangguan yang banyak orang alami saat patah hati adalah gangguan nafsu makan.
Mereka cenderung kehilangan atau tidak nafsu makan. Gangguan ini pun biasa disebut sebagai breakup diet. Namun, bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arthur Aron, profesor ilmu sosial dan kesehatan psikologi dari Stony Brook University, seseorang yang baru saja putus dan merasakan rasa pedih serta sakit berkaitan langsung dengan kerja otak mereka.
Sebab, rasa sakit dan sedih tersebut berhubungan dengan sebagian otak yang berkaitan dengan motivasi, kebahagiaan, dan adiksi.
Saat mengalami patah hati, otak juga akan diisi dengan banyak pikiran, memori yang dikenang, dan emosi yang mencuat. Lambat laun, hal tersebut akan menyebabkan stres.
Patah hati pun kerap disamakan dengan kondisi pecandu yang berusaha berhenti mengonsumsi narkoba.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rutgers University menemukan bahwa seseorang yang mengalami patah hati memiliki aktivitas otak yang sama dengan seorang pecandu yang sedang berusaha berhenti mengongsumsi kokain.
Hal tersebut dapat terjadi karena cinta menyebabkan adiksi. Jadi, sulit bagi mereka untuk move on dari kecanduan yang dialami, baik itu karena urusan percintaan maupun perihal konsumsi narkoba.
Selain itu, otak atau pikiran juga dapat berpengaruh pada tubuh secara fisik.
"Meningat bahwa tubuh dan pikiran saling berhubungan, masuk akal jika Anda merasa kesal (dari benak atau pikiran), tubuh Anda pun akan terpengaruh," jelas Marina Pearson, seorang penasihat hubungan dan juga penulis buku Goodbye Mr Ex., yang dikutip dari laman resmi Prevention.
Berikut adalah proses bagaimana pikiran Anda dapat memengaruhi kondisi badan:
- Jika seseorang mengalami stres karena banyak hal yang sedang dipikirkan, hal pertama yang dilakukan tubuh adalah menciptakan lebih banyak adrenalin.
- Adrenalin yang mengalir ke dalam tubuh dapat meningkatkan kadar kortisol seseorang. Kortisol adalah hormon yang dikeluarkan pada saat seseorang mengalami stres.
- Terlalu banyak kortisol dalam tubuh dapat menyebabkan seseorang mengalami peningkatan gula darah yang berkelanjutan, kehilangan banyak kalsium dari tulang, depresi respons imun yang penting, tekanan darah tinggi, hilangnya massa otot, peningkatan penumpukan lemak, dan bahkan hilangnya fungsi kognitif.
- Kondisi-kondisi tersebut pun dapat memengaruhi sistem kekebalan orang tersebut.
- Sistem kekebalan kita berada di dalam usus. Oleh karena itu tidak mengherankan jika nafsu makan kita akan ikut terganggu.
Bagaimana cara untuk menghindari atau mengatasi breakup diet?
Marina Pearson dan Debra Smouse, seorang penasihat kehidupan dan juga penulis buku, memiliki beberapa tips bagi Anda yang ingin menghindari atau mengatasi gangguan breakup diet atau gangguan tidak nafsu makan yang diakibatkan oleh putus cinta atau kehilangan seseorang. Berikut adalah tips-tipsnya:
1. Biarkan diri Anda merasakan segalanya. Terkadang seseorang memilih untuk mengabaikan perasaan yang dimiliki karena tidak ingin teringat dengan momen-momen tertentu.
Namun, semakin lama Anda menunda menerima perasaan tersebut, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pulih.
Jadi, cobalah terima dan biarkan perasaan tersebut ada agar perlahan dapat hilang dengan sendirinya.
2. Coba cari tahu peran makanan dalam hidup Anda. Peran makanan dapat saja berupa hadiah, bagian dari perayaan, rezeki, nafsu, atau yang lainnya.
Dengan menemukan kejelasan tentang peran makanan bagi hidup, Anda dapat melakukan pendekatan yang lebih baik tentang cara menangani tantangan makanan selama masa sulit ini.
3. Carilah bantuan. Bantuan bisa didapat dengan cara menceritakan pengalaman dan keluh kesah Anda pada orang-orang yang Anda percaya, seperti teman, keluarga, atau yang lainnya.
Mereka akan membantu Anda tertawa maupun menangis. Anda pun dapat bertemu terapis untuk membantu mendapatkan dukungan dan mencari tahu langkah yang perlu Anda ambil selanjutnya.
Penulis: Fatimah Mardiyah
Editor: Nur Hidayah Perwitasari