tirto.id - Dinas Kesehatan DKI Jakarta baru merilis korban demonstrasi 21-23 Mei pada Senin pekan lalu, 17 Juni 2019. Sebagian besar korban yang dirawat di rumah sakit, yakni 59 persen, berasal dari Jakarta. Sementara 33 persen lain dari luar Jakarta. Sisanya, 8 persen, tanpa ada keterangan.
Tetapi, meski data itu bisa diminta wartawan, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes DKI Jakarta Dokter Lies Dwi enggan memberikan data detail pasien. Menurutnya, wartawan tidak boleh mendapatkan nama, alamat, umur, dan keluhan medis dari ratusan korban aksi Bawaslu itu.
“Data individual tidak bisa di-share karena ada hak kerahasiaan pasien,” kata Lies kepada kolaborasi antara Tirto dan Jaring.id, 20 Juni lalu.
Bukan hanya kami, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik kesulitan mendapatkan data tersebut dari Dinkes DKI Jakarta. Padahal, institusinya sudah mengirim dua kali surat permohonan. Rencananya, Damanik menemui Gubernur Jakarta Anies Baswedan guna meminta data tersebut.
"Ngapain ditutupi?" kata Damanik sat datang ke RS Polri, 17 Juni lalu.
"Tim kami resmi, mandat undang-undang, masak harus dihalang-halangi untuk mendapatkan fakta?" imbuhnya.
Kami mendapatkan data lain dari Dinkes DKI Jakarta, yang sudah diolah dan ada beberapa informasi yang disajikan tanpa proses verifikasi.
Misalnya, data soal Muhammad Reza, 24 tahun, korban kesembilan yang meninggal. Dinkes Jakarta mencantumkan Reza beralamat di DKI Jakarta. Padahal, berdasarkan penelusuran kami, Reza tinggal di daerah Tangerang Selatan. Selain itu, tak ada data penyebab kematian Reza.
Kombes Asep Adi Saputra dari Divisi Humas Polri mengatakan bahwa empat dari sembilan korban tewas akibat peluru tajam. Mereka adalah Abdul Aziz (27 tahun), Harun Al Rasyid (15 tahun), Bachtiar Alamsyah (32 tahun), dan Muhammad Raihan Fajari (16 tahun).
Dinas Kesehatan Jakarta justu mengikuti hasil rilis polisi itu. Tertulis dalam data mereka: korban meninggal karena luka tembak yang dirilis Polri.
Ada 87 Korban Luka Tembak
Berdasarkan data Dinkes DKI Jakarta, ada 87 korban luka tembak. Sebanyak 35 orang luka trauma berat karena tembakan itu. Tidak didefinisikan secara detail apakah mereka terluka tembak oleh peluru tajam atau karet. Dari jumlah itu, 16 di antaranya masih anak-anak (di bawah umur 18 tahun).
Selain itu, 283 orang menderita luka ringan akibat lecet dan robek. Sedangkan 40 orang menderita ISPA dan sesak napas--mungkin akibat gas air mata, asap petasan dan kembang api.
Rumah sakit yang paling banyak menangani korban adalah RSUD Tarakan (196 pasien). Urutan kedua adalah RS Budi Kemuliaan (187 pasien). Sedangkan RSCM dan RS Polri menangani 49 dan 48 pasien.
Total, dari 893 korban yang didata Dinas Kesehatan Jakarta, mayoritas dari mereka berasal dari Tanah Abang (100 orang). Sementara terbesar kedua berasal dari Palmerah (60 orang).
Kami mendapatkan surat kematian dari delapan korban, kecuali Muhammad Reza. Temuan kami, lima korban meninggal cuma ditilis akibat "cedera lainnya."
Adapun kolom penyebab kematian Adam Nooryan (19 tahun) dan Widianto Rizky Ramadan (17 tahun), misalnya, dikosongkan oleh pihak rumah sakit. Alasannya apa dikosongkan, pihak rumah sakit dan Dinas Kesehatan Jakarta enggan menjawab.
Keterangan penyebab kematian paling berbeda adalah Sandro (31 tahun), yang tertulis dalam data Dinkes DKI karena hemothorax dextra--yakni ada sumbatan darah dalam paru-paru.
=======
Laporan ini adalah kolaborasi antara Tirto.id danJaring.id. Reporter dari Tirto dalam proyek ini adalah Dieqy Hasbi Widhana dan Mawa Kresna. Wan Ulfa Nur Zuhra dari Tirto terlibat dalam visualisasi data. Dari Jaring.id: Abdus Somad dan Debora Blandina Sinambela. Materi laporan telah diperiksa oleh Fahri Salam (Tirto) serta Damar Fery Ardiyan dan Kholikul Alim (Jaring.id).
Sila baca laporan dari Jaring.id:
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Fahri Salam