tirto.id - Nabi Muhammad saw. diutus ke dunia oleh Allah Swt. salah satunya untuk mengajarkan serta memperbaiki akhlak manusia. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan akhlak-akhlak terpuji yang dapat diterapkan umat muslim dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan sifatnya, akhlak dalam Islam dapat dibagi menjadi dua yakni akhlak baik (akhlaqul-karimah) dan akhlak buruk (akhlaqul-mazmumah).
Contoh akhlak buruk adalah sifat keras hati, munafik, sombong, serta keras kepala. Pembahasan kali ini akan berfokus pada sifat keras kepala menurut Islam.
Apa yang Dimaksud dengan Sifat Keras Kepala?
Keras kepala tergolong salah satu penyakit hati. Dalam bahasa Arab, keras kepala disebut dengan istilah 'inad.
Pengertian keras kepala adalah sikap seseorang yang menolak untuk mengubah pendirian, bahkan dengan bantuan pengaruh dan nasihat orang lain sekalipun. Dalil tentang keras kepala di dalam Al-Qur'an salah satunya termuat dalam Surah Al-A'raf ayat 71.
"Dia [Hud] berkata, 'Sungguh, sudah pasti kamu akan ditimpa azab dan kemarahan dari Tuhanmu. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan Aku tentang nama-nama [berhala] yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah tidak menurunkan sedikit pun hujah [alasan pembenaran] untuk itu? Maka, tunggulah [azab dan kemarahan itu]! Sesungguhnya aku bersamamu termasuk orang-orang yang menunggu,'” (QS. Al-A'raf [7]: 71).
Watak Keras Seperti Apa?
Makna watak keras kepala cenderung subjektif, mengikuti perspektif atau pandangan orang lain, terutama terkait kadar tingkatannya.
Orang dengan watak keras biasanya susah dinasihati, khususnya yang berkaitan dengan hal baik. Berikut ini contoh sikap keras kepala terhadap orang lain:
- Seseorang keukeuh dengan ide atau rencananya, meskipun itu keliru.
- Seseorang bersikeras bahwa rencananya harus terwujud, tanpa memandang dan mempertimbangkan pendapat orang lain.
- Seseorang tidak mau dinasihati dalam kebaikan, dengan alasan yang tidak logis.
- Bersikeras melakukan suatu hal dalam suatu kelompok, padahal orang lain tidak ingin melakukannya.
- Apabila menemui pendapat berbeda yang menampilkan pandangannya, orang yang keras kepala akan menuduh ide atau gagasan orang lain buruk.
Apa Bedanya Keras Hati dan Keras Kepala?
Keras hati dan keras kepala merupakan dua sifat yang tidak terpuji bagi seorang muslim. Oleh karenanya, Islam menganjurkan agar umatnya menghindari sifat tercela tersebut.
Perbedaan keras hati dan keras kepala salah satunya terletak pada ruang lingkupnya.
Orang yang keras hati cenderung tidak peduli dengan apapun atau orang lain serta tidak punya empati. Sementara itu, orang keras kepala cenderung keukeuh dengan pendapatnya dan ngeyel.
Cara Menghadapi Orang yang Keras Kepala menurut Islam
Orang keras kepala sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, diperlukan cara yang tepat menghadapi orang yang keras kepala sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Berikut ini cara menghadapi orang yang keras kepala menurut Islam:
1. Bersabar
Orang yang menghadapi orang yang keras kepala harus bersabar mulai menerima dan berusaha melihat lebih dulu sudut pandangnya. Setelah itu, jelaskan dengan tegas argumen yang mematahkan pendapat orang tersebut.2. Menghindari konfrontasi
Saat menghadapi orang yang keras kepala, usahakan menghindari konfrontasi langsung. Jika dilawan secara langsung, orang keras kepala akan semakin bersikeras dengan pandangannya dan biasanya marah.3. Berbicara jelas dan tegas
Untuk menghadapi orang yang keras kepada dan keukeuh dengan pendapatnya, Anda harus menjawab secara jelas dan tegas, disertai fakta-fakta serta argumen yang mendukung.Bagaimana Cara Menghilangkan Sifat Keras Kepala?
Dampak keras kepala dalam kehidupan di antaranya dikucilkan dan dijauhi masyarakat. Oleh sebab itu, keras kepala sebaiknya menjadi sifat yang dijauhi terutama kaum muslim. Berikut ini cara menghilangkan keras kepala menurut Islam:
- Mendengar pendapat orang lain, kendati memiliki pandangan yang berbeda.
- Terbuka atas segala kemungkinan, artinya tidak semua hal harus sesuai dengan keinginannya.
- Mengakui kesalahan apabila berbuat sesuatu yang tidak baik, dan dilanjutkan menyampaikan permintaan maaf.
- Dapat menyesuaikan dengan segala keadaan, tidak fanatik atau menghakimi sesuatu yang berbeda.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fadli Nasrudin