Menuju konten utama
16 Juni 2008

Buster Keaton, Si Bocah Kebal Legenda Film Bisu

Film-film Keaton banyak menampilkan adegan berbahaya, berani, sekaligus elok bagai puisi yang bercerita lewat gambar.

Buster Keaton, Si Bocah Kebal Legenda Film Bisu
Header Mozaik Buster Keaton. tirto.id/Tino

tirto.id - Tepuk tangan bergemuruh. Semua yang hadir dalam Venice Film Festival tahun 1965 berdiri untuk menghormati sang bintang yang beroleh tribute. Ia adalah Buster Keaton, sineas legendaris terutama di era film bisu. Usianya 70 tahun ketika menghadiri festival film tertua di dunia itu, juga ajang pemutaran sebuah film penghormatan untuknya karya Samuel Beckett berjudul Film.

Di masa keemasannya, pada dekade kedua dan ketiga tahun 1900-an, ia aktif memproduksi film pendek dan panjang. Keaton adalah sutradara sekaligus aktor di film-film yang ia tulis sendiri skenarionya. Dalam film tanpa suara, Keaton sangat kreatif menciptakan adegan-adegan yang alih-alih membosankan, justru sangat hidup, inventif, dan indah.

Komedi fisiknya yang ajaib memanfaatkan presisi penempatan properti dan akurasi momen serta perkakas-perkakas ala sulap yang ia buat sendiri. Semua adegan didukung oleh ekspresi wajahnya yang datar tanpa ekspresi, yang malah berhasil memunculkan berbagai macam emosi lewat sorot matanya. The Great Stone Face, itulah julukannya.

Menurut film dokumentasi The Great Buster, film-film Keaton mencerminkan idealisme dan kemerdekaan kreativitas Buster Keaton dalam produksi film, termasuk semua adegan berbahaya yang ia lakoni sendiri. Salah satunya adalah film panjang The General (1926) yang berlatar Perang Saudara Amerika Serikat pada 1861-1865.

Latar abad ke-19 dalam The General tidak hanya ditampilkan lewat seragam prajurit, baik prajurit wilayah Utara (Union) maupun Selatan (Konfederasi) serta pakaian laki-laki dan perempuan. Kesetiaannya pada sejarah, Keaton mengupayakan bahwa film perang yang menggambarkan perang pertama di era revolusi industri ini akurat dalam memamerkan kekuatan industri senjata api, kereta api dan jalurnya, jembatan, serta produksi senjata dan perlengkapan militer secara massal.

The General adalah nama sebuah kereta api, Buster Keaton berperan sebagai Johnny Gray, seorang mekanik kereta api. Dalam film ini ia juga menjadi sutradara, penulis skenario, sekaligus editor. Salah satu adegan dalam film ini adalah penghancuran kereta tentara Union di atas jembatan. Tanpa teknologi grafis komputer yang menghasilkan efek visual, adegan itu sungguh-sungguh dilakukan dengan menghancurkan sebuah jembatan dan kereta api hingga menghabiskan dana sekitar 42.000 dolar AS--sekira Rp 8,9 miliar kurs sekarang--hanya untuk satu adegan tersebut.

Film Keaton lainnya adalah Sherlock Jr. (1924), yang memberikan terobosan baru dalam penyajian film sekaligus menunjukkan kejeniusan Keaton sebagai aktor dan sutradara. Di film ini ia berperan sebagai seorang anak muda pemutar proyektor film sekaligus detektif. Ketika sedang bertugas menjaga proyektor, ia tertidur dan bermimpi masuk ke dalam film yang sedang dipertunjukkan. Di dalam mimpi, ia berpindah-pindah dimensi dengan peralihan adegan yang sangat halus, sehingga menampilkan perpindahan multiverse yang tidak hanya jenaka tetapi juga indah, sekaligus mengagumkan karena penonton tahu rangkaian adegannya murni mengandalkan kepiawaian sang aktor.

The General dan Sherlock Jr. adalah dua dari tujuh film panjang Buster Keaton yang masuk ke dalam daftar National Film Registry—Library of Congress AS, menunjukkan bahwa karya-karya Keaton signifikan secara budaya, seni, maupun sejarah. Lima film lainnya yang masuk dalam daftar bergengsi ini adalah One Week (1920), Cops (1922), The Navigator (1924), Steambot Bill Jr. (1928), dan The Cameraman (1928).

Soal kelucuan, American Film Institute menjamin bahwa penonton akan terpingkal-pingkal melihat aksi Keaton yang tak pernah kehabisan akal dalam lakon-lakon yang semestinya tragis. Setidaknya terdapat tiga film bisu Keaton masuk dalam daftar yang dikeluarkan oleh American Film Institute pada Juni 2000 lalu, “AFI’s 100 Years… 100 Laughs”. The General adalah film paling kocak di posisi ke-18, Sherlock Jr. di peringkat ke-62, sedangkan The Navigator jadi film terlucu nomor 81.

Film-film Keaton banyak menampilkan kebetulan-kebetulan berbahaya, mengikuti nasib tokoh utama yang seringkali mengenaskan. Adegan-adegannya berani sekaligus elok bagai puisi yang bercerita lewat gambar. Salah satu trik adegan yang terus diproduksi ulang dalam film-film komedi hingga hari ini adalah adegan dalam Steamboat Bill. Jr.

Keaton muda yang baru lulus sekolah dari Boston berusaha mencari kembali ayahnya yang sudah lama terpisah, tetapi terjadi badai sehingga rumah-rumah di sekelilingnya beterbangan dan dinding-dindingnya roboh. Dalam salah satu adegan, Keaton berdiri membelakangi sebuah rumah yang sedang ambruk ke arahnya. Ia selamat karena berdiri tepat di posisi jendela. Adegan ini tidak hanya terus diproduksi ulang dalam film-film modern, tetapi juga menjadi bahan meme yang tak ada habisnya di internet untuk menggambarkan sebuah nasib baik.

Kemampuan Keaton menjalani sendiri adegan-adegan yang sangat berbahaya merupakan kombinasi tempaan fisik sejak balita dan anugerah tubuhnya yang sepertinya kebal meski harusnya berkali-kali mati, atau minimal patah tulang.

Orang tua Keaton adalah pemilik Keaton Medicine Show Company yang menampilkan hiburan pertunjukan keliling sembari jualan obat. Pesulap Harry Houdini adalah bagian dari pertunjukan keliling tersebut. Konon, ketika masih bayi, Keaton terjatuh dari tangga. Houdini yang melihat kejadian itu panik dan lari menuruni anak tangga, khawatir Keaton terluka parah atau malah sudah meninggal. Alih-alih meninggal, si bayi tertawa girang seolah baru turun dari wahana permainan. Bayi yang terlahir dengan nama Joseph Frank Keaton itu pun beroleh nama baru, “Buster”, yang bisa diartikan “bocah kebal”.

Infografik Mozaik Buster Keaton

Infografik Mozaik Buster Keaton. tirto.id/Tino

Setahun kemudian, hiburan pertunjukan obat keliling dengan Houdini itu pecah kongsi. Tetapi kedua orang tua Keaton kini punya Buster dan mereka membentuk sebuah kelompok pertunjukan dengan nama The Three Keatons. Atraksi utamanya adalah si Keaton kecil yang dilempar ke sana-ke mari di atas panggung bagai sekarung kentang oleh ayahnya. Adegan itu selalu berhasil memancing gelak tawa penonton.

Hidup Buster Keaton sendiri tidak selalu menyenangkan seperti dalam film-filmnya. Setelah menandatangani kontrak dengan studio film terbesar di Hollywood, Metro-Goldwyn-Mayer (MGM) pada 1928, Keaton kehilangan kemerdekaannya dalam memproduksi film. MGM mengontrol kreativitas dan anggaran pembuatan filmnya. Keaton menyebut kontrak tersebut sebagai keputusan paling buruk dalam hidupnya. Dan seiring munculnya film yang dapat menampilkan suara di tahun itu juga, karier Keaton pun redup. Pernikahan-pernikahan yang gagal, kecanduannya pada alkohol, dan kebangkrutan merupakah kisah hidup Keaton selanjutnya.

Buster Keaton mulai diapresiasi lagi di usia tuanya. Penghargaan di Venice Film Festival adalah salah satunya. Beberapa bulan sekembalinya dari Venice, tepatnya pada 1 Februari 1966, Buster Keaton meninggal karena kanker paru-paru. Setidaknya kali ini, di akhir hidupnya, ia didampingi istri ketiga yang sungguh-sungguh mencintainya, Eleanor.

Untuk mengingat kontribusinya yang sangat besar dalam sejarah film, pada 16 Juni 2008, tepat hari ini 14 tahun lalu, The International Buster Keaton Society menanam sebuah plakat di lokasi studio film tempat Buster Keaton dan Charlie Champlin menciptakan film-film komedi mereka di Los Angeles. Walikota Los Angeles kemudian menetapkan tanggal 16 Juni sebagai Hari Buster Keaton.

Baca juga artikel terkait FILM BISU atau tulisan lainnya dari Uswatul Chabibah

tirto.id - Film
Kontributor: Uswatul Chabibah
Penulis: Uswatul Chabibah
Editor: Irfan Teguh Pribadi