Menuju konten utama

BOM Waktu Ledakan Kasus Covid-19 Menghantui PON XX Papua

Epidemolog mengkritik relawan PON XX Papua yang dibiarkan tanpa penginapan terpusat. Sedangkan IDI Papua menawarkan simulasi prokes, tetapi belum direspons.

BOM Waktu Ledakan Kasus Covid-19 Menghantui PON XX Papua
Ilustrasi PON Papua. tirto.id/Lugas

tirto.id - Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua akan digelar pada masa pandemi Covid-19. Padahal strategi pencegahan dan penanganan Covid-19 masih dianggap minim. Terlebih semalam pukul 22.00, berdasarkan data SIRANAP 3.0, fasilitas IGD di RSUD Kabupaten Mimika penuh dan terdapat antrian dua pasien terjangkit Covid-19. Elvira Rumkabu, dosen Fakultas Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Cenderawasih mengkritik hal ini.

"Sampai detik ini, saya belum dengar strategi penanganan Covid-19 jika kasus meningkat. Hanya sebatas prokes dan vaksin saja tidak cukup. Penanganan harus jelas, apakah sudah memperhitungkan fasilitas rumah sakit di Papua yang bulan lalu sempat penuh," kata Rumkabu kepada reporter Tirto, akhir Agustus lalu.

RSUD Jayapura memang penuh pasien Covid-19 pada Juli lalu. Pasien dirawat di teras ruang IGD sampai tenda, bahkan RS Provita menutup layanannya selama sepekan sejak Rabu (14/7/2021). Alasannya, 36 tenaga kesehatan mereka terjangkit virus mematikan itu. Pada hari yang sama, RS Bhayangkara menyatakan tidak menerima layanan IGD lagi bagi pasien umum maupun Covid-19.

Pada Juli lalu, Elvira mendapat kabar enam orang terdekatnya meninggal. Kemudian dua pekan yang lalu, dua kerabatnya meninggal dunia.

"Masyarakat diminta untuk mendukung PON, tapi masyarakat takut. Pemerintah kasih jaminan apa agar kasus Covid-19 tidak melonjak tinggi di masyarakat?" ujarnya.

Sejauh ini terdapat 33.099 kasus positif Covid-19 di Papua. Sebanyak 21.842 pasien dinyatakan sembuh, 394 orang meninggal dunia, dan 10.863 pasien masih dalam perawatan. Ini berdasarkan data resmi pemerintah Indonesia. Rinciannya, terdapat 1 daerah berisiko tinggi, 11 daerah berisiko sedang, dan 17 daerah lainnya berisiko rendah.

PON XX Papua yang digelar pada 2 hingga 15 Oktober 2021, akan memancing kedatangan banyak orang. Setidaknya, minimal 52 orang. Itu terdiri dari atlet, official, wasit, panitia pelaksana, technical delegate, dan relawan. Setengahnya atau 25 ribu, merupakan relawan PON XX yang tersebar di 4 klaster yakni: Kota Jayapura 8.300 relawan, Kabupaten Jayapura 8.400 relawan, Mimika 4.100 relawan, dan Merauke 3.400 relawan.

Ketua Panitia Pengawas dan Pengarah (Panwasrah) PON XX Papua Mayjen TNI (Purn) Suwarno mengatakan, semua relawan PON berasal dari Papua. Misalnya relawan Merauke, direkrut dari warga daerah tersebut. Akan tetapi nantinya, relawan tidak ditempatkan di satu lokasi bersama.

"Jadi kalau bicara tempat tinggal, ya tinggal di rumahnya. Begitu mereka bertugas, baru datang. Tidak ada istilah ditampung untuk relawan, enggak ada itu. Saat mereka tugas, datang. Saat selesai, mereka sudah boleh pulang," kata Suwarno kepada reporter Tirto, Senin, (30/8/2021).

Dia mengklaim, nanti panitia yang mengawasi dan menegakkan prosedur penanganan protokol kesehatan terhadap para relawan agar tidak terjadi kerumunan di venue, akomodasi atlet, dan official. Sayangnya, di luar tempat kegiatan, ia mengakui tidak bisa mengawasinya.

"Kalau di tengah pasar ya enggak bisa [awasi prokes relawan]," katanya.

Ketua Harian PB PON XX Papua Yunus Wonda juga berbicara hal serupa. Menurutnya, fasilitas akomodasi relawan tergolong minim. Ini membuat para relawan tak disediakan penginapan yang terpusat.

“Jadi mereka tidak ditampung di satu tempat. Langsung dari rumah, makanya kita rekrutnya per klaster. Langsung berangkat dari rumah,” kata Wonda kepada reporter Tirto, Jumat (3/9/2021).

Selain itu, lokasi penginapan atlet dan delegasi dari 34 provinsi tersebar di empat klaster: Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Mimika, dan Merauke. Totalnya ada 35 asrama dan rusun yang disediakan panitia. Kondisi penginapan yang menyebar bakal menyulitkan panitia melakukan pengawasan.

Konsep Bubble & Tawaran Simulasi dari IDI Papua

Dicky Budiman, epidemiolog Griffith University mengatakan, relawan yang pulang-pergi dari rumah ke lokasi PON XX Papua akan sangat berisiko. Mereka berpotensi membawa atau menyebar virus kepada atlet maupun keluarga di rumah. Untuk menjamin terselenggaranya PON XX Papua yang minim risiko, relawan harus ikut dikarantina di lokasi acara.

"Enggak ada risiko, enggak mungkin. Pasti ada celah tapi upayakan mitigasi dengan mengurangi risikonya," kata Budiman kepada reporter Tirto, Senin (1/9/2021).

Nantinya, kata Budiman, karantina itu menggunakan konsep gelembung atau bubble. Para atlet, official, relawan, dan sebagainya harus tinggal di satu lokasi terpusat, agar mudah diawasi. Konsep bubble diberlakukan untuk membatasi kontak dengan orang lain di luar kelompok.

Jika panitia tetap menggunakan konsep relawan pulang-pergi, berpotensi menjadi bom waktu kedepannya. Menurut Budiman, lebih baik mengeluarkan biaya karantina relawan daripada bolak-balik ke rumah, bahkan di perjalanan bisa saja relawan mampir beli makanan, dan bertemu keluarga.

“Walaupun mengeluarkan biaya karantina untuk dua minggu ke depan. Tapi bila dibandingkan dengan biaya rumah sakit, sampai meninggal, itu jauh lebih merugikan kita dibandingkan biaya karantina relawan," ujarnya.

Menggunakan konsep bubble, bukan hanya bisa mengawasi dan mengendalikan secara terpusat, melainkan panitia PON XX Papua bisa menjaga kualitas baik dari segi makanan maupun kebersihan. Konsep pengelompokan itu dilokalisir di satu wilayah besar seperti kompleks olahraga Jakabaring, Palembang pada pagelaran PON XVI 2004.

Apalagi pemerintah Indonesia, harus mengantisipasi masuknya varian baru C12 yang berasal dari Afrika Selatan. Varian ini berpotensi resisten terhadap vaksin. Bahkan varian ini telah tersebar di Inggris, Cina, Republik Demokratik Kongo, Mauritius, Selandia Baru, Portugal, dan Swiss.

Infografik Bahaya Covid19 Pasca PON Papua

Infografik Bahaya Covid19 Pasca PON Papua. tirto.id/Lugas

Berdasarkan data GISAID, sejauh ini terdapat 2.471 temuan kasus Covid-19 varian Delta di Indonesia—varian yang menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan: sulit dikendalikan. Kini terdapat 25 kasus varian Delta di Papua, awal Agustus lalu hanya terdapat 10 kasus. Seluruhnya temuan, diperiksa di laboratorium yang berada di Jakarta baik itu milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium, maupun Eijkman Institute for Molecular Biology.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Papua, Donald Aronggear mengatakan, untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19, perlu sebuah evaluasi kondisi di lapangan setiap hari. Dia berharap, jangan sampai terjadi lonjakan kasus seperti bulan Juli terulang lagi. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan simulasi penanganan Covid-19 pada saat pelaksanaan PON XX Papua.

"Banyak orang tapi tidak terkoordinir juga tidak bagus. Kalau mau terkoordinir dengan baik caranya melakukan simulasi," kata Aronggear kepada reporter Tirto, Selasa (31/8/2021).

IDI Papua, kata Aronggear, sudah mengusulkan pelaksanaan simulasi kepada panitia PON XX Papua. Namun sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya. Padahal jika dalam simulasi menemukan kelemahan, panitia bisa melakukan perbaikan. Misalnya, bagaimana persiapan melakukan koordinasi antara tim medis di lapangan dengan rumah sakit.

Yang menjadi masalah, kata Aronggear, berapa besar kekuatan fasilitas kesehatan di Papua? Semua orang tahu, kondisi fasilitas kesehatan di Papua sehari-hari itu kurang, apalagi dengan adanya PON XX.

"Jadi harus dipersiapkan masalah bed occupancy rate [BOR]. Kalau bisa harus turun angka BOR sesuai dengan yang diharapkan pemerintah," tuturnya.

Menurut Aronggear, situasi pandemi saat ini belum terkontrol. Terlebih di Papua, belum stabil.

Penambahan Faskes Papua Berkat PON XX

Panitia PON XX Papua telah menetapkan berbagai prosedur. Pertama, peserta disarankan untuk melakukan karantina terlebih dahulu selama lima hari sebelum berangkat ke Papua. Kedua, peserta wajib vaksin. Ketiga, peserta harus lolos skrining atau tes PCR sejak di wilayah asal.

Kemudian keempat, ketika tiba di bandara Papua, peserta akan dicek suhu badan, penukaran id card, dan mendapatkan akomodasi berdasarkan cabang olahraga, bukan per kontingen. Lalu pada saat akan dilakukan pertandingan, atlet wajib melaksanakan swab antigen. Jika non reaktif, bisa melanjutkan pertandingan. Sebaliknya jika reaktif, atlet harus melanjutkan tes PCR.

Selanjutnya, jika PCR dinyatakan positif, peserta langsung dilakukan isolasi di rumah sakit rujukan Covid-19 yang sudah bekerja sama dengan panitia PON Papua. Ada 16 rumah sakit di Papua dan satu kapal motor KM Tidar sebagai lokasi isolasi terpusat Covid-19, milik PT Pelni dengan kapasitas 800 tempat tidur.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Robby Kayame mengatakan fasilitas kesehatan yang ada selama ini di Papua diklaim memadai. "Ya, lumyanlah. Standar Papua, ya lumayanlah," ungkapnya, Minggu (29/8/2021).

Berdasarkan data Kemenkes, Papua memiliki 16 rumah sakit rujukan Covid-19 dari total 41 RS yang ada. Mayoritas RS Rujukan Covid-19 berstatus kelas C dan D. Hanya Rumah Sakit Umum Jayapura berstatus kelas B. Kondisi itu dibenarkan pengurus IDI Papua.

Selain itu, RSUD Merauke berstatus RS kelas C, hanya punya 10 kamar khusus Covid-19 di IGD dan 6 ICU untuk tekanan negatif dengan ventilator. Padahal ada 12 temuan varian Delta di daerah ini. RSUD Merauke juga pernah menutup layanan IGD dan ruang bersalin karena sejumlah tenaga kesehatan mereka terjangkit Covid-19

Ketersediaan tenaga kesehatan juga berbanding lurus dengan minimnya fasilitas yang ada di setiap RS. Di RSUD Mimika berstatus C misalnya, hanya memiliki 21 dokter umum, 2 dokter spesialis penyakit dalam, 2 dokter spesialis bedah, 2 spesialis anak, 2 spesialis obgyn, dan 2 dokter gigi.

Ketua IDI Papua Donald Aronggear menyoroti rendahnya ketersediaan dokter spesialis baru di Papua.

"Dokter spesialis paru kita terbatas. Riilnya hanya 5 orang di provinsi Papua. Merauke satu orang, Kota Papua 4 orang. Artinya, satu dokter berharga sekali. Jangan sampai mereka terpapar karena akan mempengaruhi pelayanan kesehatan," ujar Aronggear.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Robby Kayame menuturkan, Kemenkes telah melayangkan bantuan berupa 20 unit oksigen konsentrator per rumah sakit. Alat tersebut ditempatkan di rumah sakit dengan kasus Covid-19 terbesar seperti Timika, Merauke, Biak, Nabire, Wamena, dan Jayapura.

Bantuan lainnya vaksinasi. Kemenkes mendorong percepatan vaksinasi bagi masyarakat yang berada di sekitar venue PON XX Papua. Targetnya, ada sekitar 600 ribu orang divaksin di empat klaster PON XX Papua. Realisasi vaksinasi kini, di Merauke sudah 50 persen, Mimika 47 persen, dan Kota Jayapura 46 persen. Diharapkan dua minggu lagi, sudah mencapai 70 persen untuk masing-masing klaster.

Kemenkes juga memberikan bantuan pasang oksigen generator supaya rumah sakit bisa produksi oksigen sendiri. Selanjutnya penambahan mobil PCR lima unit dan 15 unit ambulans untuk mendukung pelaksanaan PON XX Papua dan penambahan obat-obatan. Di luar bantuan Kemenkes, Kayame bekerjasama dengan PT Indogas Kriya Dwiguna.

"Kami harap, penambahan mobil PCR itu akan membantu percepatan pemeriksaan dan pemutusan mata rantai penularan, testing, dan tracing," kata Kayame.

Selain itu, Dinkes menyiapkan 50 dokter yang direkrut dari kabupaten atau kota yang tidak menyelenggarakan PON XX Papua. Bahkan menyiapkan sekitar 9 sampai 10 tenaga kesehatan (nakes): dokter, perawat, dan sopir ambulans per cabang olahraga (cabor). Artinya dengan 37 cabor yang dipertandingkan, maka jumlah nakes sekitar 370 orang.

Data Kemenkes, penyediaan SDM kesehatan dirincikan. Tim kesehatan; 54 tim terdiri dari 102 dokter, 304 perawat, 104 supir, dan 1.000 relawan. Sarana; medical cluster, medical station (venue), 10 RS Rujukan, dan 51 ambulance.

Panitia PON XX Papua, ingin mencontek kesuksesan Olimpiade Tokyo 2020 di tengah pandemi. Jika dibandingkan penanganan dan alat kesehatannya, tentu jauh sekali perbedaannya. Jepang disiplin tinggi, aturan tegas, alat kesehatan sudah modern dan kehidupan individualis tinggi. Ini berbeda dengan kondisi di Indonesia. Terlebih di Tokyo, usai pagelaran Olimpiade, kasus Covid-19 meningkat.

"Ini menjadi persoalan atau pekerjaan rumah kita ke depan dan menjadi beban yang besar buat Papua," ujarnya.

Menurut Dicky Budiman, epidemiolog Griffith University, walaupun Kemenkes membawa tim, itu tidak sebanding. Ini bukan persoalan sesaat, sebab pandemi Covid-19 masih berlangsung. Jika tidak diminimalisir bakal meninggalkan masalah.

“Kalau kita abai, bukan hanya Papua dan Papua Barat, tapi seluruh provinsi [yang terkena dampaknya],” kata Budiman.

Baca juga artikel terkait PON XX PAPUA atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Dieqy Hasbi Widhana