Menuju konten utama

Bisakah Bank Digital jadi Solusi Pengembangan Usaha UMKM?

Bhima menilai kehadiran bank digital diharapkan dapat mempercepat konsolidasi bank, yang tidak efisien akan kalah bersaing.

Bisakah Bank Digital jadi Solusi Pengembangan Usaha UMKM?
Ilustrasi nasabah bank digital. foto/Istockphoto

tirto.id - McKinsey pada Juli 2020 menerbitkan laporan “Financial Life During the COVID-19 Pandemic” yang menyebut teknologi digital akan terus mendorong transformasi industri keuangan, sesuai dengan kebutuhan masyarakat di tengah situasi pandemi, sehingga pada akhirnya dapat berpengaruh pada peningkatan literasi keuangan.

Pandemi telah meningkatkan adaptasi masyarakat terhadap beragam layanan digital termasuk layanan keuangan digital di dalamnya. Riset e-Conomy yang diterbitkan Google dan TEMASEK mencatat, makin banyak masyarakat yang memilih menyelesaikan urusannya melalui layanan digital. Buktinya, jumlah konsumen yang mencoba layanan pembelian kebutuhan sehari-hari lewat e-commerce di ASEAN telah bertambah dua kali lipat karena pandemi.

Sejalan dengan itu, tren yang berkembang adalah konsumen lebih banyak menghabiskan waktu di internet. Masih berdasarkan riset e-Conomy, rata-rata waktu pemakaian internet Indonesia 3,6 jam/hari sebelum pandemi dan 4,7 jam/hari saat pandemi. Setelah pandemi diperkirakan tetap tinggi di kisaran 4,3 jam/hari.

Ekonom sekaligus peneliti di Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero mengatakan, segala macam bentuk pembatasan telah mengubah perilaku masyarakat dalam bertransaksi. Mereka ingin beragam kebutuhannya, termasuk transaksi keuangan bisa diselesaikan dari telepon genggam.

“Akan ada segmen pasar baru yang besar yang belum tergarap sebelumnya dan hanya bisa terlayani oleh arsitektur digital,” kata Poltak dalam diskusi Bank Digital, di Denpasar, Bali, Kamis (28/10/2021).

Kondisi inilah yang jadi pemicu suburnya industri perbankan digital yang bermunculan di tengah pandemi. Contohnya adalah PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) yang dibeli Sea Group, induk e-commerce Shopee. Nama BKE selanjutnya diubah menjadi SEA Bank pada awal 2021.

Sebelumnya, Gojek mengakuisisi Bank Artos yang kemudian diubah menjadi Bank Jago sebagai bank digital pada Juni 2020.

Bank konvensional jelas tak mau ketinggalan. Bank Central Asia (BCA), misalnya, pada 2020 mengakuisisi Bank Royal dan kemudian mengubahnya menjadi Bank Digital BCA. Bank KB Bukopin juga dikabarkan berminat merambah bisnis bank digital ini.

Apa Beda Bank Digital dan Mobile Banking?

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, berbeda dengan mobile banking yang sudah lebih dulu dikenal masyarakat, bank digital merupakan sebuah proses virtual yang mencakup seluruh layanan online banking dan layanan lain yang lebih dari sekadar online.

Digital banking tidak sekadar mobile banking. Digital banking bisa didefinisikan sebagai seluruh online banking yang dilakukan menggunakan peranti digital,” kata Piter di acara diskusi yang sama.

Secara sederhana, bank digital adalah bank yang memfasilitasi seluruh fungsi bank dalam layanan platform digital. “Bank digital memiliki seluruh fungsi dari head office, branch office, online service, bank cards, ATM and point of sale machines," sambung dia.

Layanan bank digital memang dirancang untuk menjadi sangat intuitif dan mudah untuk digunakan oleh semua pengguna. Dengan perbankan digital, seolah-olah cabang bank buka dalam waktu 24 jam.

Dengan karakteristik tersebut, kata Piter, bank digital diramal bakal menjadi tulang punggung sistem keuangan dunia termasuk di Indonesia. “Pada akhirnya semua bank akan menjadi ke digital. Hanya saja, cara ini tidak mudah mengingat bank konvensional terutama BUMN,” kata dia.

Adapun kesulitan dari bank konvensional untuk bertransformasi adalah banyaknya aset yang tak efisien dalam sistem operasional bank konvensional saat ini.

“Bank konvensional itu enggak mudah untuk pindah ke digital. Mereka membawa beban baru, bahkan aset saja bisa jadi beban untuk mereka," ujar dia.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, bagi konsumen, bank digital akan memudahkan segala kebutuhan terkait layanan keuangan dari mulai transaksi dan belanja harian, kebutuhan perlindungan diri hingga mengintegrasikan dengan beragam chanel investasi.

“46,9 persen porsi kapitalisasi pasar saham terhadap PDB, relatif kecil. Kehadiran bank digital mampu menjadi pemicu naiknya minat investasi,” tutur Bhima dalam sebuah diskusi bertajuk ‘Manfaat Bank Digital untuk UMKM,’ di Denpasar, Bali, Kamis (28/10/2021).

Sementara, bagi masyarakat pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), kata Bhima, bank digital bisa membantu mereka mengatasi masalah dalam hal pengembangan usaha. Dengan sifatnya yang bisa diakses secara online, bank digital bisa membuat pelaku usaha lebih mudah mengakses beragam layanan permodalan usaha.

Machine learning akan membuat UMKM terbantu, penghematan drastis biaya transport dan waktu tatap muka," jelasnya.

Selain itu, kata Bhima, sifatnya yang mudah diakses melalui telpon genggam, akan membantu nasabah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian keuangan dalam bisnis mereka.

Sementara, bagi perbankan sendiri, kata Bhima, kehadiran bank digital diharapkan bisa meningkatkan efisiensi persaingan antrabank.

“Kehadiran bank digital diharapkan dapat mempercepat konsolidasi bank. Yang tidak efisien akan kalah bersaing. Efek jangka panjang biaya operasional bank secara agregat turun, layanan semakin baik dan bunga kompetitif,” kata Bhima.

Bank digital nantinya ditantang untuk menjadi salah satu industri yang akan membantu memulihkan perekonomian Indonesia melalui penyaluran kredit usaha. Perlunya kredit modal kerja untuk UMKM tampaknya bisa difasilitasi oleh bank digital yang penetrasinya bisa diakses melalui skema online.

“Setidaknya butuh pertumbuhan kredit 15 persen untuk mencapai 5 persen pertumbuhan ekonomi yang sustain,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Presiden Direktur PT Bank Jago Tbk, Karim Siregar. Ia mengatakan, keberdaan bank digital akan semakin mempermudah proses bisnis yang selama ini kerap terhambat karena bank konvensional masih mengharuskan sejumlah layanan keuangan didapat dengan cara tatap muka.

Ekosistem digital yang ditopang layanan bank digital bisa mengintegrasikan banyak layanan keuangan tanpa perlu tatap muka, kata Karim.

Dalam ekosistem digital yang dimiliki Bank Jago misalnya, kata Karim, nasabah bisa menikmati fitur layanan investasi yang disediakan Bank Jago bekerja sama dengan Bibit.id. Nasabah juga bisa memperoleh layanan permodalan usaha hingga kredit konsumsi yang disediakan Bank Jago bersama 11 mitra penyedia jasa peer to peer lending (P2P).

“Kami akan mempererat kerja sama dengan Bibit.id untuk fokus pada pasar milenial,” kata Karim.

Namun, layaknya semua peluang, tentu ada tantangan yang mungkin harus dihadapi. Dalam kaitannya dengan layanan keuangan digital, kata dia, kemanan data menjadi isu penting yang harus mendapat perhatian dari semua pihak.

Untuk itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan sinergi autentifikasi data nasabah lewat integrasi layanan perbankan dengan pusat data dukcapil. Dengan cara ini, diharapkan data dan aset keuangan nasabah yang disimpan bisa dijaga dengan aman. Terlebih saat ini pihaknya tengah fokus pada bisnis tabungan, sementara kolaborasi bersama P2P lending dilakukan untuk menyalurkan kredit akan terus dijalankan sambil menunggu terkumpulnya data nasabah yang saat ini diklaim sudah mencapai 700 ribu orang.

Nantinya, kata Karim, Bank Jago akan beroperasi seperti bank konvensional lain yang menyalurkan kredit secara langsung. Namun dengan pengelolaan data nasabah dan keuangan yang lebih ketat. “KTP elektronik itu akan matching dengan sistem perbankan,” kata dia.

Baca juga artikel terkait BISNIS BANK DIGITAL atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz