Menuju konten utama

BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,25 Persen pada Juli 2025

Langkah ini sejalan dengan membaiknya prospek inflasi tahun 2025 dan 2026 yang tetap berada dalam kisaran sasaran 2,5 ±1 persen.

BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,25 Persen pada Juli 2025
Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono beserta jajaran BI di Kantor BI, Jakarta, Rabu (19/2/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 15–16 Juli 2025. Keputusan ini juga diikuti dengan penurunan suku bunga Deposit Facility menjadi 4,5 persen dan Lending Facility menjadi 6,0 persen.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa langkah ini sejalan dengan membaiknya prospek inflasi tahun 2025 dan 2026 yang tetap berada dalam kisaran sasaran 2,5 ±1 persen. Di saat yang sama, nilai tukar rupiah dinilai masih stabil dan terjaga sesuai fundamental, sementara kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik kian mendesak di tengah ketidakpastian global.

“Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati ruang penurunan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi,” ujar Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Juli 2025, Rabu (16/7/2025).

Perry memaparkan, data terbaru menunjukkan bahwa inflasi indeks harga konsumen (IHK) pada Juni 2025 tercatat sebesar 1,87 persen (yoy), sementara inflasi inti berada di level 2,37 persen.

Inflasi volatile food juga tercatat rendah di angka 0,57 persen berkat kecukupan pasokan dan sinergi pengendalian inflasi pusat dan daerah melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Di sisi lain, inflasi administered price tercatat sebesar 1,34 persen, di tengah kenaikan harga hasil tembakau.

Perry meyakini bahwa inflasi akan tetap terkendali, seiring ekspektasi inflasi yang masih dalam target, kapasitas ekonomi yang memadai, serta kontribusi digitalisasi dan pengendalian impor.

Dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi melalui intervensi terukur di pasar spot, transaksi domestic nondeliverable forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Strategi operasi moneter juga dioptimalkan untuk mendukung efektivitas transmisi kebijakan suku bunga, termasuk melalui penggunaan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Suku bunga pasar uang IndONIA tercatat menurun ke level 5,14 persen per 15 Juli 2025, dari 5,77 persen pada Mei 2025.

Adapun nilai instrumen SRBI hingga 14 Juli 2025 tercatat sebesar Rp782,6 triliun, turun dari Rp923,5 triliun pada awal tahun.

Selama 2025, Bank Indonesia juga telah membeli SBN sebesar Rp144,9 triliun melalui pasar sekunder dan primer, sebagai bagian dari sinergi kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan ini dilakukan untuk memperkuat ekspansi likuiditas serta mendukung transmisi penurunan suku bunga ke sektor riil.

Di sektor kredit, penyaluran kredit tumbuh 8,43 persen (yoy) pada Mei 2025, meski masih diwarnai sikap hati-hati dari perbankan. Kredit investasi tumbuh 12,53 persen, konsumsi 8,49 persen, dan modal kerja 4,45 persen. Pertumbuhan kredit kepada UMKM masih rendah, hanya sebesar 2,18 persen.

Untuk mendorong penyaluran kredit, Bank Indonesia menyalurkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) senilai total Rp376 triliun hingga awal Juli 2025. Insentif ini disalurkan kepada bank BUMN, bank nasional, BPD, dan kantor cabang bank asing.

Secara sektoral, insentif KLM dialirkan ke sektor-sektor prioritas seperti pertanian, konstruksi, perdagangan, manufaktur, transportasi, pariwisata, ekonomi kreatif, serta UMKM dan sektor hijau. BI menyatakan kebijakan KLM akan terus diperkuat agar selaras dengan program pembangunan dan penciptaan lapangan kerja.

Kondisi sistem keuangan juga dinilai tetap sehat. Rasio kecukupan modal (CAR) per Mei 2025 berada di level tinggi yakni 25,48 persen. Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga sebesar 27 persen, sedangkan rasio kredit bermasalah (NPL) bruto sebesar 2,29 persen dan neto 0,85 persen.

Ketahanan perbankan Indonesia dinilai kuat, ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang stabil. Ke depan, BI akan terus memperkuat sinergi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk merespons risiko global maupun domestik.

Sementara itu, perkembangan sistem pembayaran dan keuangan digital tetap solid. Transaksi digital pada triwulan II 2025 tumbuh 30,51 persen (yoy) menjadi 11,67 miliar transaksi. Peningkatan juga terjadi pada transaksi melalui aplikasi mobile dan internet, serta volume transaksi QRIS yang tumbuh hingga 148,5 persen. Pertumbuhan ini didukung oleh meningkatnya akseptansi merchant dan penyempurnaan infrastruktur sistem pembayaran BI. Volume transaksi ritel yang diproses BI mencapai 1,12 miliar dengan nilai Rp2.788,3 triliun.

Bank Indonesia menyatakan akan terus memastikan keandalan dan keamanan infrastruktur sistem pembayaran serta ketersediaan uang rupiah dalam jumlah dan kualitas yang memadai di seluruh wilayah NKRI, termasuk daerah terdepan, terluar, dan terpencil. Selain itu, seluruh bauran kebijakan BI akan diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memperkuat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Insider
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dwi Aditya Putra