tirto.id - Belakangan minyak makan merah yang diteliti oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sedang menjadi topik perbincangan. Pasalnya, minyak makan merah PPKS disebut-sebut lebih sehat dari minyak goreng biasa, benarkah demikian?
Kabar mengenai minyak makan merah PPKS tersebut menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia telah secara langsung meninjau proses penelitian minyak makan merah di PPKS yang berlokasi di Kampung Baru Kota Medan pada Kamis, 7 Juli 2022.
Kepala PPKS, Edwin Lubis, mengatakan minyak makan merah merupakan inovasi minyak sawit yang dapat membantu mencegah stunting karena memiliki kandungan gizi yang tinggi.
“Minyak makan merah ini tidak hanya bisa berfungsi untuk menggoreng, tapi bisa juga untuk suplemen untuk membantu masyarakat kita dari stunting karena nilai gizi dari minyak makan merah ini sangat besar dibanding dengan minyak goreng yang beredar di pasaran,” ujar Edwin Lubis dalam keterangannya dikutip laman Kominfo.
Edwin menerangkan bahwa keunggulan utama dari minyak makan merah ini adalah kandungan gizi seperti vitamin A dan E yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat terjadi kata dia, karena pihaknya mengutamakan nutrisi dalam pengolahannya.
Dia juga berharap produksi minyak makan merah dapat dibangun di sentra atau di daerah pedesaan, sehingga nantinya distribusi minyak makan merah akan jadi lebih murah, karena biaya logistik yang dapat diminimalisir.
Lebih lanjut dalam keterangannya itu, Edwin menyampaikan perlunya edukasi mengenai minyak makan merah di tengah masyarakat. Sebab, seperti namanya minyak makan ini berwarna merah, berbeda dengan minyak makan pada umumnya yang berwarna kuning.
Apa Itu Minyak Makan Merah dan Kandungannya?
Minyak makan merah memiliki nama lain refined palm oil. Produk minyak makan ini diproduksi dari minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Untuk mendapatkan minyak makan merah, minyak sawit mentah akan melewati proses penyulingan, setelah itu tidak dilanjutkan ke proses selanjutnya seperti yang terjadi bila memproduksi minyak makan pada umumnya.
Oleh karena prosesnya yang tidak melalui banyak penyaringan, warna asli dari minyak kelapa sawit yang merah tua masih sangat terlihat. Inilah mengapa minyak makan ini disebut dengan minyak makan merah. Selain itu, minyak makan merah juga memiliki aroma yang lebih mencolok ketimbang minyak makan biasa.
PPKS di laman Kementerian Pertanian menjelaskan, minyak makan merah masih mempertahankan fitonutrien, senyawa alami yang dihasilkan oleh tumbuhan dalam hal ini buah sawit. Sejumlah kandungan tersebut meliputi vitamin A, vitamin E, dan squalene.
Minyak makan merah kaya akan asam oleat dan asam linoleat, yang berfungsi mendukung perkembangan otak dan metabolism anak. Maka itu, minyak makan merah direkomendasikan sebagai salah satu pangan fungsional untuk mencegah stunting.
Benarkah Minyak Makan Merah Lebih Sehat dari Minyak Goreng?
Ketua Kelompok Peneliti Hilirisasi PPKS, Frisda Rimbun Pandjaitan, mengatakan, tidak ada minyak nabati atau minyak goreng jenis lain yang mengandung vitamin A dan E lebih tinggi seperti yang dimiliki minyak makan merah.
“Warna merah (yang terkandung dalam minyak makan merah) mengandung beta karoten (jenis vitamin A) dan tokotrienol (jenis vitamin E) yang kandungannya lebih tinggi daripada minyak nabati lainnya,” ujar Frisda dikutip Antara.
Dia juga menjelaskan bahwa minyak makan merah juga mengandung fitosterol dan squalen yang baik untuk metabolisme tubuh. Pasalnya dua kandungan itu, dapat menyeimbangkan lemak jahat dan lemak baik dalam tubuh, sehingga minyak makan merah diklaim lebih sehat dibandingkan minyak goreng biasa.
“Minyak makan merah juga mengandung fitosterol dan squalen yang mengatur metabolisme antara lemak jahat dan baik sehingga jadi ada balancing (lebih sehat). PPKS berinovasi, dan ingin mengangkat kembali kandungan nutrisi di dalam minyak yang bisa menjadi akses cepat dalam memperbaiki gizi masyarakat,” ucapnya.
Frisda menambahkan, minyak makan merah dapat digunakan 3 – 4 kali seperti minyak goreng pada umumnya. Meski demikian, kandungan nutrisi dalam minyak makan merah tetap bisa dipertahankan.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Dipna Videlia Putsanra