Menuju konten utama

Banggar Sebut Anggota DPR yang Dinonaktif Masih Terima Gaji

Banggar DPR memastikan Ahmad Sahroni hingga Uya Kuya yang nonaktif dari DPR tetap menerima gaji.

Banggar Sebut Anggota DPR yang Dinonaktif Masih Terima Gaji
Ketua DPP PDIP, Said Abdullah di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/9/2025). tirto.id/Nabila Ramadhanty Putri Darmadi.

tirto.id - Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, mengatakan sejumlah anggota DPR yang dinonaktifkan masih mendapatkan gaji. Hal ini disampaikan Said, merespons sejumlah anggota dewan yang telah dinonaktifkan usai melontarkan pernyataan kontroversial hingga aksi joget dalam acara Sidang Tahunan MPR RI 2025.

“Kalau dari sisi aspek itu ya terima gaji. Ya lah, seperti yang sudah saya sampaikan,” kata Said saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/9/2025).

Said menjelaskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan Tata Tertib (Tatib) DPR RI, tidak ada istilah nonaktif terhadap anggota dewan. Namun, dia tetap menghargai langkah partai Nasdem, Golkar, dan PAN yang menonaktifkan sejumlah kadernya dari DPR.

“Baik Tatib maupun Undang-Undang MD3 memang tidak mengenal istilah non-aktif. Namun, saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar,” ucap Said.

Dia menekankan setiap anggota dewan sebetulnya masih berstatus aktif hingga adanya pergantian resmi melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Dengan begitu, anggota dewan yang sudah dinyatakan nonaktif oleh masing-masing partainya tetap masih menerima gaji.

“Banggar sudah memutuskan (anggaran). Sekarang begitu diputuskan kan di bagian pelaksana. Pelaksananya bukan Banggar. Kalau itu ditanyakan ke banggar, ini, kan, sudah di Kementerian Lembaga masing-masing,” jelas Said.

Dihubungi terpisah, dosen Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menjelaskan istilah nonaktif memang ada dalam UU MD3. Namun, kata dia, penggunaannya sangat spesifik.

Menurut Titi, Pasal 144 UU MD3 menyebutkan pimpinan DPR dapat menonaktifkan sementara pimpinan dan/atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang diadukan dan pengaduannya dinyatakan memenuhi syarat serta lengkap untuk diproses.

“Jadi, konteks “nonaktif” dalam UU MD3 itu hanya berlaku pada posisi pimpinan atau anggota MKD, bukan pada anggota DPR secara umum,” kata Titi kepada Tirto.

Selain itu, Titi menuturkan bahwa Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR juga menegaskan hal yang sama, yakni pengaturan nonaktif hanya sebatas pada pimpinan/anggota MKD yang diadukan.

Selebihnya, status keanggotaan DPR baru bisa berubah melalui mekanisme pemberhentian antarwaktu (PAW) sebagaimana diatur dalam Pasal 239 UU MD3, yang prosesnya melibatkan usulan partai, Pimpinan DPR, dan penetapan Presiden.

Karena itu, lanjut Titi, ketika partai politik menyatakan menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR, hal tersebut sebenarnya masih berupa keputusan internal politik partai atau fraksi. Artinya, belum ada mekanisme hukum yang otomatis mengubah status mereka sebagai anggota DPR.

“Dari sisi hukum, mereka tetap berstatus anggota DPR sampai ada PAW. Penggantian antarwaktu bisa dilakukan setelah ada pemberhentian antarwaktu yang disampaikan pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR,” ucap Titi.

Dalam Pasal 239 UU MD3, diatur secara tegas mekanisme pemberhentian antarwaktu (PAW) bagi anggota DPR. Ketentuan ini menjadi satu-satunya dasar hukum yang dapat mengubah status keanggotaan seseorang di DPR, yakni apabila seorang anggota berhenti antarwaktu, seperti meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

Kedua, pemberhentian sebagaimana dimaksud pada diberhentikan, ialah hanya dapat dilakukan apabila anggota DPR memenuhi salah satu dari beberapa alasan tertentu, yaitu apabila tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan selama tiga bulan tanpa keterangan.

Selain itu, apabila melanggar sumpah/janji jabatan atau kode etik DPR, dijatuhi pidana penjara lima tahun atau lebih melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, diusulkan oleh partai politiknya, tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPR, melanggar larangan dalam UU MD3, serta diberhentikan sebagai anggota partai politik, atau menjadi anggota partai politik lain.

Sebelumnya, Fraksi NasDem menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach buntut pernyataan kontroversial yang menyulut amarah publik. Lalu, Fraksi PAN juga ikut menonaktifkan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, serta Surya Utama alias Uya Kuya.

Kemudian, Fraksi Golkar juga menonaktifkan kadernya sekaligus Wakil Ketua DPR, Adies Kadir.

Baca juga artikel terkait DPR RI atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Flash News
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama