Menuju konten utama

Baleg DPR Ungkap Alasan Orang Pilih Jadi Pekerja Rumah Tangga

Baleg DPR menilai tak ada seseorang yang ingin bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) apabila berpendidikan baik.

Baleg DPR Ungkap Alasan Orang Pilih Jadi Pekerja Rumah Tangga
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Sturman Panjaitan saat memberi keterangan pers di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (2/9/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.

tirto.id - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Sturman Panjaitan, menilai sebetulnya tak ada seseorang yang ingin bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT). Namun, pekerjaan itu banyak diambil sebagian masyarakat kelas menengah ke bawah demi bisa menyambung hidupnya sendiri, serta keluarganya.

Hal ini dia soroti ketika membahas antara hubungan pendidikan dan pekerja rumah tangga. Tak hanya masalah ekonomi, lanjutnya, kendala pendidikan juga menjadi salah satu seseorang memilih mencari pundi rupiah melalui pekerjaan PRT.

“Alasan orang menjadi pekerja rumah tangga. Mengapa dia mau menjadi pekerja rumah tangga? Antara lain, berarti ada yang lain juga, keterbatasan ekonomi. Ingin membantu keluarga, kurangnya kesempatan pendidikan,” kata Sturman dalam rapat membahas Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Jakarta, Rabu (10/9/2025).

Dia pun menilai apabila seseorang memiliki kemampuan dalam mengemban pendidikan yang baik, pasti tak akan memilih sebagai PRT.

“Yang saya ingin garis bawahi adalah kekurangan kesempatan pendidikan. Jadi kalau orang punya kemampuan pendidikan yang baik, dia tidak akan pernah mau menjadi pekerja rumah tangga,” kata Sturman.

Dia menyebut pendidikan vokasi penting untuk membantu persoalan tersebut. Dia pun menekankan PRT yang mendapatkan pendidikan itu harapannya tidak dibebankan biaya. Bahkan, pembiayaan itu juga tidak boleh dikenakan kepada si pemberi kerja PRT itu.

“Tidak bisa kita serahkan pembiayaan ke pemberi kerja karena pemberi kerja itu bukan karena dia punya uang tapi kebutuhan rumah tangganya yang baru, punya anak satu, istri-suami bekerja. Pekerja di luar negeri juga banyak yang tak punya pendidikan layak. Tak ada orang yang mau jadi PRT bila punya pendidikan tinggi,” jelas dia.

Di kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemen Dikdasmen), Biyanto, mengungkapkan kementeriannya mendukung agar RUU PPRT segera rampung. Dia mengakui sejauh ini pihaknya yak memiliki program spesifik terkait PRT. Meski begitu, dia mengatakan PRT tetap berhak menerima ilmu.

“Yang kami siapkan pendidikan yang lebih ke arah vokasional, dan juga terkait dengan pendidikan yang nonformal,” ucap Biyanto.

Kementerian Ketenagakerjaan memiliki Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), sedangkan Kemendikdasmen menyiapkan layanan paket A, B, dan C setara SD, SMP, dan SMA melalui Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD).

“Kami ingin menciptakan tenaga kerja yang berkualitas yang memadai. Kami juga ada PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), dengan layanan pendidikan kesetaraan, kursus dan pelatihan, serta layanan lain,” terang dia.

Dia mengatakan melalui LKPD yang mencakup pendidikan informal dan formal, harapannya orang yang memilih menjadi PRT bisa lebih siap dari berbagai aspek.

“Kami akan support regulasinya seperti apa dengan perangkat yang kami punya. Kami lebih fokus bagaimana menyiapkan sumber daya yang memadai terkait knowledge, life skill, dan kepribadian yang baik,” tutup Biyanto.

Baca juga artikel terkait RUU PPRT atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Flash News
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama