tirto.id - Dalam debat putaran kedua yang mempertemukan para calon wakil presiden (cawapres), kepastian hukum sebagai solusi dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di pelbagai sektor beberapa kali mencuat.
Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD misalnya, dalam pemaparan visi-misinya menyatakan korupsi adalah biang kerok mandeknya pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga belum mampu mencapai angka 7 persen per tahun.
Menurut Mahfud, hal itu merupakan kebodohan karena dengan segala potensinya, negeri ini seharusnya mampu mencapai angka pertumbuhan tersebut.
“Itu memang betul terjadi, hasil sigi Transparency International menunjukkan ada korupsi di pertambangan, di laut, dan di udara sehingga akhirnya rakyat miskin,” ujarnya dalam acara debat yang bertempat di Ballroom Jakarta Convention Center, Jakarta.
Dia memberi contoh, ada beberapa masyarakat yang mengadu kepadanya soal kesulitan hidup. Korupsi, tambahnya, menjadi faktor penghambat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
“Saya ketemu dengan dua orang pegawai angkutan truk menyatakan bahwa mereka tidak pernah mendapat subsidi minyak yang disediakan oleh negara karena dikorupsi,” ujar Mahfud.
Mahfud juga bercerita, sejumlah pelaku usaha mendorong dirinya menjadi cawapres agar mereka tidak lagi diperas saat berbisnis. Pasalnya saat pelaku usaha membayar pungli, justru mereka ditangkap dan dituduh menyuap.
Sementara cawapres nomor urut 1, Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, lebih gamblang menyatakan bahwa kepastian hukum memang akan menarik para investor untuk menanam modal. Dia menilai kepastian hukum sebagai kunci kepercayaan yang akan dipegang dalam menggaet investasi.
“Investasi tidak akan masuk ke tanah air apabila kita tidak bangun trust (kepercayaan) internasional, dalam negeri, dengan kepastian hukum dan terjaganya kestabilan usaha yang berkembang di masyarakat kita,” kata Cak Imin.
Selain itu, ia menilai investasi saat ini sangat tertutup, juga mengusulkan agar investasi menyasar sektor padat karya. Sektor ini menurutnya dapat melibatkan seluruh anak bangsa untuk mendapat pekerjaan.
Dia menambahkan, investasi yang terbuka dan transparan akan membuka akses usaha kecil dan menengah. Maka itu, perlu ada jaminan terhadap investasi agar tidak disalahgunakan atau menjadi beban baru yang mengandung kecurigaan dan kerugian.
“Kredibilitas pemerintah dan hukum harus ditegakkan untuk membangun trust agar semua yang investasi merasa aman,” ungkapnya.
Di sisi lain, cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, sempat menyinggung soal penerapan regulasi lokapasar (e-commerce) dan kebijakan yang mampu melindungi UMKM.
Jika dirinya terpilih, Gibran ingin lokapasar mematuhi aturan main yang ada di Indonesia. Hal ini juga agar sirkulasi ekonomi di sektor UMKM bisa terus tumbuh.
“Jadi sudah tidak ada lagi ke depan namanya shadow banning, pricing dumping, dan barang barang cross border yang membunuh UMKM kita,” ujar Gibran.
Ia berkomitmen untuk melindungi UMKM, juga melibatkan anak-anak muda dalam membantu pertumbuhan ekonomi.
“Kita harus siapkan penguatan SDM, penguatan manusia-manusia digitalnya, karena itu kita ingin anak muda ikut andil dalam hilirisasi digital,” tambahnya
Saling Berkorelasi
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Andri Perdana, menyatakan relasi antara kepastian hukum dan pertumbuhan ekonomi sudah menjadi suatu konsensus. Di banyak studi, kata dia, membuktikan kepastian hukum berdampak baik pada masuknya investasi dan pertumbuhan ekonomi.
“Ataupun juga bagaimana legal fraternity atau ketidakpastian hukum akan sangat berpengaruh terhadap bagaimana terhambatnya ekonomi kita secara keseluruhan, tidak hanya dari investasi saja,” kata Andri dihubungi reporter Tirto, Jumat (22/12/2023) malam.
Andri menyampaikan, kepastian hukum bukan berarti selalu memberikan hak spesial pada kepentingan para investor. Sayangnya, kata dia, paradigma yang terbangun di pemerintah saat ini justru seperti itu.
“Padahal yang dimaksudkan dalam kepastian hukum, prinsipnya adalah memiliki konsistensi dan juga hukum yang benar-benar memiliki kejelasan yang definitif,” ujar Andri.
Dia mencontohkan, Undang-Undang Cipta Kerja yang digadang-gadang memberikan kepastian hukum bagi pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, justru kepastian hukum yang baik tidak menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan seperti yang dilahirkan UU sapu jagat itu.
“Artinya tidak ada pasal yang bisa disalahgunakan ataupun memberikan hak spesial yang tidak setara antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya,” tambah dia.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menyampaikan hal serupa. Menurutnya, peran penegakan hukum menjadi penting sebagai salah satu pilar dalam upaya mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Dia menyatakan, negara yang mempunyai kapasitas institusi yang baik, termasuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, terbukti berhasil mendorong pembangunan ekonomi.
“Saya kira ini menjadi relevan bagi Indonesia ketika misalnya kita kaitkan dengan indeks korupsi yang relatif masih tinggi saat ini,” ungkapnya kepada reporter Tirto, Jumat (22/12/2023) malam.
Sayangnya, kata dia, pemerintah kerap melakukan penyesuaian atau perubahan regulasi yang berbeda dengan ketentuan sebelumnya. Misalnya, ketika pemerintah mengeluarkan 16 paket kebijakan deregulasi di periode kepemimpinan pertama Presiden Joko Widodo demi menggenjot investasi.
“Setelah itu muncul undang-undang Omnibus Law (Ciptaker) yang menurut saya adalah lanjutan dari perubahan regulasi yang dilakukan oleh pemerintah,” ujarnya.
Di sisi lain, untuk membenahi UMKM perlu menghilangkan biaya tidak terduga yang kerap kali harus dihadapi para pelaku usaha kecil, yakni pungli.
“Saya kira hal seperti inilah yang perlu dibenahi terlebih dahulu sebelum kita mendiskusikan hal-hal besar,” tutur Yusuf.
Sementara Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menilai penegakan hukum tidak bisa menjadi upaya tunggal dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, para cawapres perlu memikirkan lebih jauh bagaimana mekanisme menggenjot investasi dilakukan.
Ditambah, bagaimana persoalan lapangan pekerjaan, sektor prioritas, dan segudang faktor lain yang sebetulnya mampu membantu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, hilirisasi juga perlu diiringi dengan perkembangan di industri hulu.
“Ada berbagai macam kebaruan kebijakan ekonomi yang dibutuhkan, yang tidak biasa, karena kalau yang biasa-biasa saja, ya, pertumbuhannya sama seperti kemarin, 5 persen,” kata Faisal kepada reporter Tirto, Jumat (22/12/2023) malam.
Urgensi Membenahi Korupsi
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Sahel Alhabsy, menyatakan hadirnya kepastian hukum akan membuat pelaku usaha percaya diri. Mereka akan yakin bahwa kontrak mampu dijalankan, hak atas properti dihormati (tidak dirampas tiba-tiba), dan ada aturan main konsisten yang bisa dijadikan patokan.
“Ketika penindakan terhadap korupsi lemah, ongkos berbisnis atau berusaha menjadi tidak pasti dan menjadi jauh lebih mahal,” kata Sahel kepada reporter Tirto, Sabtu (23/12/2023).
Sahel menilai, penegak hukum juga harus memiliki independensi dan integritas dalam bertugas. Pelaku bisnis akan merasa tidak aman jika penegak hukum memiliki konflik kepentingan dalam menjalankan tugasnya.
“Menyangkut legislasi, ketika negara sewenang-wenang dalam membuat aturan, formatnya suka-suka seperti Omnibus Law yang secepat kilat dan tidak partisipatif, maka stabilitas aturan main menjadi kurang dipercaya,” tambahnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Tibiko Zabar, menyatakan bahwa dalam Forum Ekonomi Dunia, korupsi disebut sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Maka itu, penindakan harus dipertegas serta hukuman bagi pelaku korupsi ditegakkan tanpa pandang bulu sampai akarnya.
“Regulasinya diperkuat dan penegak hukumnya juga harus dibersihkan. Kemudian, Perbaikan dan penguatan sistem pencegahan korupsi,” kata Tibiko dihubungi reporter Tirto, Sabtu (23/12/2023).
Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT), Zaenur Rohman, menegaskan bahwa mustahil ada investasi masuk dalam jumlah tinggi jika tidak ada kepastian hukum. Apalagi, kata dia, jika dalam proses penegakan hukum juga diwarnai korupsi, maka tidak akan ada lagi kepastian yang dipegang pelaku usaha.
“Kepastian hukum dapat dicapai dengan pemberantasan korupsi di sektor penegakan hukum itu sendiri. Itu yang harus dilakukan,” terang Zaenur kepada reporter Tirto, Jumat (22/12/2023) malam.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi