Menuju konten utama

Duduk Perkara Masalah Pupuk Subsidi dalam Debat Prabowo & Ganjar

Pupuk subsidi menjadi bahasan debat perdana capres saat Prabowo bertanya ke Ganjar soal kelangkaan pupuk di Jateng.

Duduk Perkara Masalah Pupuk Subsidi dalam Debat Prabowo & Ganjar
Suasana debat perdana Calon presiden nomor urut satu Ganjar Pranowo (kiri), Calon presiden nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah), dan Calon presiden nomor urut satu Anies (kanan) Baswedandan di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana dengan tema "'Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, dan Penguatan Demokrasi" berlangsung selama 120 menit. Terdapat 6 segmen dan 18 pertanyaan pada debat nanti.

tirto.id - Isu kelangkaan pupuk subsidi dibunyikan dalam debat perdana calon presiden (capres) yang digelar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023) malam. Masalah pupuk subsidi ini disinggung Prabowo ketika menanggapi program kesejahteraan kelompok rentan yang disampaikan oleh Ganjar Pranowo.

Prabowo menilai kelompok petani dan nelayan sebagai bagian kelompok rentan. Capres nomor urut dua itu, lantas menyinggung program Kartu Tani Ganjar saat menjadi Gubernur Jawa Tengah yang dinilai tidak efektif bagi petani.

“Yang saya dapat fase keliling khususnya di Jawa Tengah, Pak Ganjar, petani-petani di situ sangat sulit dapat pupuk dan mereka mengeluh dengan Kartu Tani yang bapak luncurkan. Ini mempersulit mereka dapat pupuk," kata Prabowo.

Ganjar kemudian membalas Prabowo dengan menyebut bahwa kelangkaan pupuk tidak hanya di Jawa Tengah, melainkan juga di daerah lain seperti, Papua, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia pun mengingatkan posisi Prabowo yang sempat menjadi ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).

“Mungkin bapak sedikit agak lupa untuk saya bisa mengingatkan karena bapak pernah menjadi Ketua HKTI. Pak, data petani kita tidak pernah beres,” kata calon presiden nomor urut tiga tersebut.

Menurut Ganjar, masalah data petani yang tidak beres menjadi salah satu penyebab distribusi pupuk di tingkat petani menjadi sulit dan tidak tepat sasaran. Akibatnya, banyak masyarakat berhak mendapatkan pupuk, justru tidak mendapatkan haknya.

“Maka kalau kemudian satu data petani itu bisa kita kelola, maka distribusi pupuknya harus bisa sampai dan tempat sasaran,” kata dia.

Kelangkaan pupuk subsidi yang diributkan akhir-akhir ini sebenarnya sudah berulang terjadi. Persoalannya juga masih sama. Petani tidak bisa memperoleh pupuk ketika ingin menanam, padahal pupuknya sering kali ada di kios resmi, distributor, dan gudang-gudang produsen baik di lini III (kabupaten) sampai l (pabrik).

Namun, karena persoalan hal lainnya terjadi di lapangan, akhirnya petani tidak bisa mendapatkan pupuk. Faktanya, hingga saat ini berdasarkan data diperoleh Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia, tingkat penyerapan atau penebusan pupuk subsidi oleh petani pada kios pengecer secara nasional masih di bawah 60 persen hingga per awal Oktober 2023.

Selain itu, terdapat 22 provinsi yang memang penyerapannya masih sangat rendah. Salah satunya di Banten yang berada di bawah 35 persen.

Pada saat bersamaan, dari data yang sama menunjukkan ada sekitar 4,3 juta petani yang terdaftar di e-Alokasi, tapi belum bisa menebus pupuk bersubsidi hingga per 6 Oktober 2023. Sementara terdapat 15 provinsi dengan presentasi di atas 40 persen ke atas yang pertaniannya belum atau tidak bisa menebus pupuk bersubsidi.

Tingginya petani yang belum bisa mendapatkan pupuk bersubsidi mengonfirmasi ada permasalahan dalam mekanisme penebusan pupuk subsidi. Masalah utama yang menjadi hambatan karena adanya penerapan mekanisme penebusan secara tunggal di kios.

Anggota Ombudsman RI, Miftah Firdaus, menyebut hingga saat ini ada beberapa daerah yang kiosnya secara saklek menerapkan satu mekanisme penebusan seperti kartu tani. Ketika mekanisme itu dilakukan secara tunggal, sedangkan infrastruktur kartu tani di setiap daerah belum memadai, tentu banyak petani yang tertolak. Masalahnya masih banyak petani di Indonesia belum memiliki kartu tani.

“Jadi ketika misalnya satu daerah menetapkan secara saklek hanya menggunakan kartu tani, tentu petani yang tidak punya tidak bisa menembus pupuk subsidi,” kata dia dalam webinar 'Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi' pada Rabu (6/12/2023).

Mifta melanjutkan, potret permasalahan lainnya membuat petani tidak bisa menebus pupuk bersubsidi karena gangguan teknis kartu tani. Ini terjadi karena titik kios tidak terjangkau jaringan atau signal. Belum lagi soal data petani pada e-Alokasi tidak padu padan dengan data di dukcapil.

“Terkahir, kerap kita temukan, tapi jarang muncul. Jadi petani terhambat dalam penebusan karena tidak bisa dilakukan secara kelompok petani atau diwakilkan,” imbuh dia.

Namun, di tengah isu kelangkaan dan sulitnya petani mendapatkan pupuk subsidi, pemerintah justru anehnya sempat berencana membuka keran ekspor. Rencana ekspor tersebut telah dibunyikan oleh Kementerian Pertanian yang saat itu dijabat Plt Menteri Pertanian, Arief Arief Prasetyo Adi.

Debat perdana Capres Cawapres

Capres nomor urut satu Anies Baswedan (kanan), Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah), Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (kiri) beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/wpa/YU

Perlunya Pembenahan Data Petani

Terlepas dari potret masalah di atas, pembenahan data petani memang mutlak harus dilakukan. Konon, pemerintah sendiri juga sedang mengarahkan jadi single identitas dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan untuk penyaluran pupuk bersubsidi dan mengubah bentuk dari subsidi barang (pupuk) menjadi subsidi langsung dalam bentuk tunai.

“Ini bisa jadi terobosan,” ujar Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, kepada reporter Tirto, Kamis (14/12/2023).

Meski demikian, kata Said, perlu juga diiringi tindakan atau kebijakan lainnya. Mulai dari bagaimana proses pengawasan yang masih harus terus dilakukan, terutama dalam proses pendataan.

“Jika salah, maka bisa memicu persoalan baru terutama konflik di antara petani,” imbuh dia.

Said menuturkan, selama ini soal data yang salah menjadi penyebab persoalan ketidaktepatan subsidi pupuk. Di samping juga banyak kasus yang memanipulasi data. Kondisi tersebut membuat petani yang harusnya dapat, justru tidak tidak kebagian pupuk subsidi.

“Hal-hal ini yang mestinya dipastikan. Apalagi dengan subsidi langsung dalam bentuk uang sangat riskan memunculkan konflik," kata dia.

Oleh karena itu, Said mendorong agar pengawasan bisa dilakukan dari bawah sampai pusat. Salah satu caranya dengan memperkuat keterlibatan publik dalam prosesnya.

“Publik bisa dilibatkan dalam proses pendataan terutama pada saat pendataan dan verifikasi,” kata dia.

Ketua Pusat Perbenihan Serikat Petani Indonesia (SPI), Kusnan, menyampaikan sebenarnya pihaknya sudah mengusulkan agar subsidi input (pupuk, benih, alsintan) dialihkan ke subsidi output (hasil pertanian yang disubsidi) oleh pemerintah. Cara ini bisa dilakukan untuk meminimalisasi kebocoran anggaran selama ini terjadi.

“Kami pernah investigasi bersama pupuk subsidi sudah diincar kebocorannya oleh oknum pejabat, ini sudah menjadi rahasia umum, tapi tidak ada yang berani bertindak,” kata Kusnan kepada Tirto, Kamis (14/12/2023).

Tak hanya itu, Kusnan juga mendorong agar subsidi pupuk bisa diberikan langsung tunai ke petani. Sehingga petani bebas memilih jenis pupuk yang diperlukan, baik itu kimia maupun organik sesuai dengan cara budidaya petani masing-masing.

Persoalan Petani Tidak Sekadar Pupuk Subsidi

Meskipun sebenarnya offside, bahasan soal pupuk ini, akan menjadi menarik untuk kemudian kembali dibahas saat debat tema ekonomi. Khususnya ketika berbicara masalah kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani.

“Tapi, terkait isu pupuk di debat capres, pertanyaan besar saya kenapa yang dibahas hanya pupuk? Bukankah variabel, isu, dan masalah pertanian itu tidak sesederhana dan sesimpel itu,” kata Said mempertanyakan.

Said memahami, bahwa isu pupuk jadi hal yang sensitif dan penting untuk dapat memengaruhi voters, terutama dari kalangan petani. Namun, persoalanya setiap debat capres dari beberapa periode sebelumnya juga telah diungkap dan tidak ada perubahan sama sekali.

“Kenapa enggak ya para capres itu menawarkan yang lain. Misalnya soal penataan pasar dan pendapatan petani,” imbuh dia.

Sebab, kata Said, meningkatkan pendapatan dan ketersediaan pangan lewat pertanian tidak cukup hanya dengan pupuk. Sekurangnya ada lima hal yang harus diurus: infrastruktur (termasuk input pertanian-pupuk dll), riset dan pengembangan, penggunaan teknologi pertanian, pendampingan, dan penataan pasar.

“Atau kalau ada capres yang berani bilang kita akan mengubah pendekatan pertanian yang lebih berkelanjutan dengan menggunakan pupuk organik,” imbuh dia.

Ketika masih berkutat dengan pupuk kimia, kata Said, maka Indonesia tidak akan pernah lepas dari ketergantungan dari negara lain. Karena sebagian besar bahan bakunya masih diimpor dari negara lain.

“Misalnya Rusia dan ketika mereka perang seperti sekarang supply bahan baku terhenti, kita kelabakan,” kata dia.

Presiden tinjau tanam padi di Kabupaten Pekalongan

Presiden Joko Widodo berbincang dengan petani saat kunjungan kerja di area persawahan Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (13/12/2023). Dalam kunjungan itu, selain meninjau petani menanam padi, Presiden Joko Widodo bersama Menteri dan Pemda setempat berdialog dengan petani mengenai kondisi persawahan dan pupuk pertanian di Kabupaten Pekalongan. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/foc.

Jokowi Janji Bakal Tambah Subsidi Pupuk

Ribut-ribut soal permasalahan pupuk subsidi ini nampaknya sampai ke telinga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tak ingin mencoreng pemerintahannya, Jokowi pun berjanji akan menambah subsidi pupuk untuk meningkatkan produksi pangan para petani.

Kepala Negara itu bahkan menyampaikan, bahwa pemerintah akan terus melakukan pengawasan secara berkala. Tujuannya untuk mencegah terjadinya permasalahan yang saat ini dikeluhkan oleh para petani.

“Tadi disampaikan oleh Pak Menteri Pertanian [Amran Sulaiman], urusan pupuk, Pak Mentan tadi sudah menyanggupi pupuk 2024, 2023 akhir, dan 2024 awal, beliau akan kontrol terus agar tidak ada masalah di lapangan. Subsidi pupuknya, subsidi pupuknya akan saya tambah, karena suplai pupuknya juga ada,” ucap Jokowi di Jawa Tengah dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (14/12/2023).

Terkait dengan angka subsidi pupuk, Jokowi menyampaikan bahwa pemerintah masih akan menghitung angka tersebut terlebih dahulu. Jokowi akan meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, untuk menghitung kekurangan anggarannya.

“Nanti akan saya umumkan kalau saya sudah ketemu menteri keuangan, sebentar, semuanya itu dihitung, kurangnya berapa, itu yang akan saya minta untuk diselesaikan oleh menteri keuangan," kata dia.

Selanjutnya, Kepala Negara menyebut bahwa ia memahami segala keluhan petani terkait permasalahan pupuk. Jokowi juga memastikan bahwa permasalahan pupuk akan menjadi fokus penyelesaian oleh pemerintah.

“Problemnya memang di tahun-tahun terakhir ini memang semuanya mengeluhkan para petani urusan pupuk,” ujar Jokowi.

Di sisi lain, Jokowi juga menyetujui prosedur pembelian pupuk subsidi agar lebih mudah diakses. Menurut dia, pembelian pupuk subsidi tidak hanya dapat menggunakan kartu tani, tetapi juga dengan menggunakan KTP.

“Saya sudah menyetujui, untuk pembelian pupuk asal di KTP-nya itu ada tulisan petani, silakan itu dipakai. Jadi bisa pakai kartu tani, bisa memakai juga KTP. Tapi jangan sampai KTP-nya nanti di sini tertulis pengusaha, beli pupuk," tutur dia.

Lebih lanjut, eks Gubernur DKI Jakarta itu menginstruksikan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan Babinsa untuk mendampingi para petani agar produksi beras di Provinsi Jawa Tengah dapat meningkat dengan baik. Ia juga mendorong peningkatan produksi bahan pangan agar harga tetap stabil.

“Kita semuanya bertekad agar produktivitas gabah, padi, dan beras di Jawa Tengah tahun depan sudah meningkat dan surplus sehingga seluruh petani sejahtera,” kata Jokowi.

Baca juga artikel terkait PUPUK SUBSIDI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz