tirto.id - Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) meminta pemerintah mempertimbangkan nasib masyarakat yang sudah terlanjur membeli ponsel black market (BM) dalam pemberlakukan regulasi Internasional Mobile Equipment Identity (IMEI).
Wakil Ketua Umum ATSI, Merza Fachys berharap pemerintah mengizinkan ponsel BM yang terlanjur beredar di konsumen tetap bisa aktif usai aturan IMEI berlaku.
“Regulasi ini harus pro-pelanggan. Pelanggan yang sudah menikmati hape black [market] or white jadi tidak menjadi kesalahan mereka. Jadi layanan tetap harus dapat dinikmati,” ucap Merza.
Dia menyatakan hal ini dalam diskusi bertajuk “Membedah Potensi Kerugian Konsumen, Industri Negara Akibat Ponsel Black Market dan Solusinya” di Gedung Kominfo, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Merza mengatakan regulasi yang akan diberlakukan mulai Februari 2020 itu seharusnya menyasar perangkat ponsel baru. Menurut dia, ponsel yang sudah terlanjur beredar perlu diberi kelonggaran.
“Penetapan regulasi harus dimulai dengan perangkat seluler baru. Jadi future [ke depan] bukan lihat ke belakang. Itu apa boleh buat dosa masa lalu kita ampuni,” ucap Merza.
Dia juga berharap langkah Kementerian Kominfo memberlakukan regulasi IMEI tidak memengaruhi wisatawan asing yang datang ke Indonesia.
“Regulasi ini tetap harus mengizinkan turis atau orang asing untuk menggunakan ponselnya. ini perlu kita pikirkan,” ucap Merza.
Meskipun demikian, Merza memastikan ATSI mendukung pemberlakuan aturan IMEI. Selain tetap memperketat impor, Merza meminta pemerintah memperhatikan investasi yang mungkin akan dilakukan operator agar biaya yang dikeluarkan tetap dapat berada di angka seminimal mungkin.
“ATSI mendukung adanya tata kelola IMEI. Apakah kami dukung? Kami dukung. Kami enggak pernah menolak,” ujar Merza.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom