tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih mengkaji nasib telepon seluler yang tidak terdaftar usai pemberlakuan regulasi Internasional Mobile Equipment Identity (IMEI).
Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo, Ismail mengatakan pemerintah tengah mengkaji kemungkinan perlakuan terhadap ponsel dengan IMEI tidak terdaftar.
“Misal ponsel di pedagang itu ada dua kemungkinan impor dan hasil produksi atau ilegal jadi perangkat black market. Ini masih didiskusikan bagaimana treatment-nya seperti apa,” ucap Ismail.
Dia menyatakan hal itu dalam acara bertajuk “Membedah Potensi Kerugian Konsumen, Industri Negara Akibat Ponsel Black Market dan Solusinya” di Gedung Kominfo, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Ismail mengatakan ponsel black market(BM)yang sudah terlanjur dibeli oleh pedagang dan dijual pada masyarakat perlu segera dilaporkan. Bila sudah diinformasikan pada SIBINA (system Informasi Basisdata IMEI Nasional) maka ada tiga opsi.
“Ada tiga kemungkinan. Pertama ya sudah digunakan saja karena peraturan berlaku ke depan [aturan tidak berlaku surut]. Kedua bayar pajak tertentu. Ketiga kita blok sama sekali. Untuk pedagang, kami beri kesempatan melaporkan barangnya,” kata Ismail.
Untuk masyarakat yang membeli ponsel di luar negeri harus segera mendaftarkan barangnya ke SIBINA. Sebab, data ponsel itu tidak tersedia baik sebagai barang impor maupun produksi dalam negeri.
“Untuk bisa life di Indonesia harus dilaporkan kalau bawa [ponsel] dari luar negeri. Jadi bisa gunakan Sim Card lokal. Kami akan diskusikan dengan Kemenkeu apa mau bayar pajak atau batasi per NIK bisa bawa berapa,” ujar Ismail.
Ismail juga membahas mengenai nasib ponsel para turis asing dan diplomat. Ismail mengatakan bagi ponsel milik turis asing akan dibuatkan daftar pengecualian atau exception list.
“Ada exception list ini data-data yang di luar ini. Data-data diplomat dan penegak hukum,” kata dia.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom