tirto.id - Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menilai pemerintah seharusnya tak memberi akses nomor unik ponsel atau International Mobile Equipment Identity (IMEI) kepada Fintech Peer to Peer (P2P) Lending.
Menurut Heru, pemberian akses ini membuat data konsumen semakin rentan untuk disalahgunakan. Ia menilai pemerintah seharusnya melakukan pembatasan dan pengaturan akses IMEI yang diberikan ke perusahaan peminjaman online.
Apalagi saat ini layanan pinjaman online atau P2P Lending ilegal kembali memakan korban yang disinyalir ponselnya disadap.
Heru mengatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku yang memberi restu perlu berhati-hati dalam memfasilitasi penyedia layanan P2P Lending.
“Enggak ada pentingnya [pinjol] diberi akses IMEI. Bahkan apa saja yang boleh diakses platform saat instalasi justru itu yang sangat penting dibatasi. Jangan semua-semua boleh diakses,” ucap Heru saat dihubungi reporter Tirto pada Kamis (25/7/2019).
Heru mengatakan saat ini sudah banyak aplikasi P2P Lending terutama yang ilegal dapat mengakses informasi dan data konsumen. Caranya sederhana karena cukup mengandalkan persetujuan konsumen pada syarat dan ketentuan sebelum aktivasi aplikasi.
Untuk bagian ini, Heru mengatakan pemerintah saja masih kurang memberi perhatian. Karena itu, ia ragu bila kebijakan OJK untuk membuka akses IMEI malah dapat berdampak baik seperti yang dijanjikan yaitu membantu pemetaan lokasi.
“Banyak aplikasi saat instalasi terlihat memintakan sejumlah data, atau izin mengakses kamera, GPS, kontak dan lain-lain. Di sini kemungkinan pengguna tidak begitu menyadari mungkin ada akses yang diizinkan termasuk akses media sosial atau SMS,” ucap Heru.
Sebelumnya, beredar informasi soal seorang perempuan berinisial YI (50), ibu dua anak asal Solo, Jawa Tengah, yang terjerat utang pinjaman online lewat aplikasi Incash.
Karena tidak melunasi utang, pihak peminjam menyebarkan isu tentang dirinya. Informasi dalam bentuk meme yang berisi tulisan: "Dengan ini saya menyatakan bahwa saya rela digilir seharga Rp1.054.000 untuk melunasi hutang saya di aplikasi InCash. Dijamin puas yang minat segera hubungi." Kabar ini disebar dalam grup WhatsApp.
"Iya, yang buat [grup WhatsApp] dari Incash itu, mau mempermalukan saya," ujar YI, ketika dihubungi Tirto, Rabu (24/7/2019).
Isi grup itu ialah 20-an rekannya. Ia menyebut, pihak Incash diduga menyadap telepon selulernya, sehingga dapat mengetahui seluruh isi pesannya. "Isi SMS saya pun mereka tahu," kata dia.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri