tirto.id - Firman belum ada niatan untuk kembali mengajukan pinjaman di salah satu platform digital - atau dikenal dengan istilah pinjaman online (pinjol). Sebab, ia merasa kondisi keuangannya di Ramadhan tahun ini mulai sedikit membaik. Ini berbeda pada Ramadhan tahun lalu yang memaksanya untuk berutang di salah satu aplikasi pinjol.
Saat itu, pria asal Depok, Jawa Barat tersebut menggunakan pinjol resmi yang tercatat, berizin, dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Uang tersebut, digunakan untuk menambal beberapa keperluan yang dirasa mendesak. Seperti biaya untuk kebutuhan orang rumah, tradisi beli baju lebaran, hingga acara buka bersama (bukber) dengan teman-temannya.
“Tahun kemarin memang ada pinjam dari pinjol karena memang kondisi keuangan tidak mencukupi untuk masa Ramadhan menjelang Lebaran. Kalau ke depan sih kayaknya belum terpikir untuk pinjam,” jelas dia kepada Tirto, Jumat (28/2/2025).
Ramadhan, umumnya terjadi penyesuaian anggaran belanja bulanan yang dipenuhi masyarakat. Survei Jenius Study: Perilaku Digital Savvy selama Ramadhan & Jelang Idulfitri 2024, menunjukkan mayoritas masyarakat mengalokasikan pengeluaran selama Ramadhan untuk beli baju baru (43 persen), mudik (30 persen), zakat dan sedekah (30 persen), acara buka puasa bersama (29 persen), serta makan untuk sahur dan berbuka (29 persen).
Survei Jenius Study dilakukan terhadap 233 teman Jenius dalam rentang umur 17- 40 tahun untuk tahu kebiasaan finansial selama Ramadhan dan menjelang Idulfitri—baik yang merayakan maupun yang enggak merayakan. Survei ini dilakukan pada 2024 lalu.
“Intinya selama enggak butuh banget ya nggak perlu pinjam. Setelah pinjam usahakan bertanggung jawab. Tapi kalau memang ada kebutuhan urgensi terutama sebelum lebaran, bisa jadi opsional,” kata Firman.
Senada dengan Firman, Dede (bukan nama sebenarnya) sudah hampir tak mau lagi berurusan dengan pinjol. Sudah cukup tahun lalu ia merasakan gali lubang tutup lubang guna membayar pinjaman dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya. Dampaknya, pada Ramadhan tahun lalu seluruh gaji hingga THR-nya ludes hanya untuk bayarkan utang-utangnya.
“Kapok sudah, kalau bisa mending enggak usah pinjol-pinjolan lagi,” ujar dia kepada Tirto, Jumat (28/2/2025).
Kebutuhan pembiayaan memang kerap menjadi sebuah anomali setiap Ramadhan. Ramadhan yang semestinya identik dengan bulan penuh suasana ketakwaan, ternyata justru menjadi momen maraknya pinjaman online. Ini diperkuat dari data penyaluran kredit oleh startup pinjol terpantau meningkat saat Ramadhan 2022 dan 2023.
Berdasarkan data OJK, penyaluran kredit pinjol selama Ramadhan dan Lebaran pada 2 April- 1 Mei 2022 tercatat untuk Maret 2022: Rp23,07 triliun, April 2022: Rp17,9 triliun, Mei 2022: Rp18,6 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit oleh pinjol selama Ramadhan dan Lebaran pada 22 Maret-21 April 2023 yakni Maret 2023: Rp19,7 triliun, April 2023: Rp17,3 triliun Mei 2023: Rp19,6 triliun.
Sementara nilai penyaluran pinjol pada Maret dan April 2024 (periode Ramadhan dan Lebaran) juga tercatat tinggi. Pada Maret tahun lalu tercatat penyaluran mencapai Rp22,76 triliun. Nominal tersebut tumbuh 8,89 persen dari bulan sebelumnya (month-on-month/mom) yang sebesar Rp20,90 triliun. Angka ini juga meroket sekitar 15,35 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) yang sebesar Rp19,73 triliun pada Maret 2023.
Sedangkan jumlah penyaluran pada April 2024 tercatat sebesar Rp21,68 triliun. Penyaluran pinjaman fintech lending tersebut masih lebih tinggi 25,32 persen dibandingkan dengan setahun sebelumnya. Pada April 2023, jumlah penyaluran pinjaman fintech lending sebesar Rp17,3 triliun.
Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, menilai tren pinjaman online yang meningkat saat Ramadhan dapat dijelaskan dari dinamika ekonomi yang terjadi selama bulan tersebut. Ramadhan seringkali menjadi periode di mana pengeluaran rumah tangga melonjak, sementara pendapatan terutama bagi pekerja sektor informal dan non-esensial justru stagnan atau menurun.
“Ketika sektor formal menikmati tambahan pendapatan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) menjelang Lebaran, pekerja di sektor non-formal justru tidak mendapatkan insentif serupa. Hal ini semakin memperlebar kesenjangan ekonomi dan meningkatkan ketergantungan mereka pada sumber dana cepat seperti pinjaman online,” jelas Anwar kepada Tirto, Jumat (28/2/2025).
Tanpa THR, pekerja informal seperti pedagang kecil, buruh harian, pekerja lepas, dan pekerja rumah tangga harus menghadapi lonjakan kebutuhan Ramadhan hanya dengan penghasilan yang stagnan. Bahkan menurun jika bidang usahanya tidak berkaitan dengan konsumsi Ramadhan.
Ditambah lagi, mereka tidak memiliki jaring pengaman finansial seperti yang dimiliki pekerja sektor formal, sehingga ketika ada kebutuhan tambahan seperti baik untuk konsumsi, mudik, atau keperluan keluarga lainnya. Maka satu-satunya pilihan yang tersedia adalah berutang. “Dan disinilah pinjaman online masuk sebagai solusi instan,” imbuh Anwar.
Agar Masyarakat Terhindar Pinjol
Setidaknya, lanjut Anwar, ada tiga pendekatan yang harus dilakukan agar masyarakat tidak terjerat oleh pinjaman online. Pertama edukasi finansial bagi masyarakat, intervensi kebijakan yang melindungi mereka dari jeratan utang konsumtif dan optimalisasi perilaku kedermawanan sosial terutama di Ramadhan.
Edukasi finansial, dalam hal ini harus lebih ditekankan sebelum dan selama Ramadhan agar masyarakat lebih bijak dalam mengelola keuangan. Pemerintah dan lembaga keuangan, termasuk perbankan syariah, perlu aktif dalam mengkampanyekan konsep belanja yang sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing.
“Ini bisa dilakukan melalui sosialisasi di media massa, forum komunitas, dan penyuluhan langsung di lingkungan masyarakat,” ujar dia.
Penting bagi masyarakat juga untuk menyusun anggaran khusus selama Ramadhan, memprioritaskan kebutuhan esensial seperti bahan makanan pokok dan biaya transportasi, serta menghindari belanja impulsif yang hanya berdasarkan tren atau tekanan sosial.
Kedua, pemerintah dalam hal ini juga harus hadir dengan kebijakan yang melindungi kelompok rentan dari eksploitasi keuangan. Regulasi yang lebih ketat terhadap pinjaman online perlu diterapkan, baik dalam hal transparansi bunga, syarat peminjaman, maupun mekanisme penagihan.
Selain itu, pemerintah dapat mempertimbangkan skema bantuan khusus bagi pekerja informal menjelang Lebaran, semacam subsidi atau bantuan tunai bersyarat, yang bisa menggantikan peran pinjaman online sebagai sumber dana cepat.
Di sisi lain, pemerintah, kata Anwar, juga bisa mendorong penguatan koperasi simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro berbasis syariah bisa menjadi solusi jangka panjang. Jika masyarakat memiliki akses ke pinjaman berbunga rendah atau tanpa riba dengan mekanisme yang lebih adil, mereka tidak perlu lagi bergantung pada pinjaman online yang sering kali bersifat eksploitatif.
Ketiga, yang tak kalah pentingnya adalah optimalisasi kedermawanan selama Ramadhan menjadi kunci untuk membantu masyarakat kecil terhindar dari jeratan pinjaman online. Dalam perspektif kebijakan publik yang pro terhadap rakyat, filantropi tidak boleh hanya mengandalkan inisiatif individu, tetapi harus dikelola dengan sistem yang lebih terstruktur dan berdampak luas.
Sebab bagi Anwar, Ramadhan adalah momentum meningkatnya semangat berbagi, dengan zakat, infak, dan sedekah mengalir lebih deras dibandingkan bulan lainnya. Namun, tanpa tata kelola yang baik, potensi kedermawanan ini sering kali hanya bersifat sporadis, tidak merata, dan kurang efektif dalam menjangkau kelompok yang benar-benar membutuhkan.
“Jika kedermawanan masyarakat dapat dikelola dengan baik, maka fenomena meningkatnya pinjaman online saat Ramadhan bisa ditekan. Masyarakat yang membutuhkan tidak harus berutang dengan bunga tinggi, tetapi bisa mendapatkan bantuan dari ekosistem filantropi,” kata dia.
Singkatnya, Ramadhan adalah waktu yang baik untuk memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan sesama. Namun juga penting untuk menjaga hubungan kita dengan keuangan pribadi. Karena dengan perencanaan yang baik, kita dapat menikmati bulan suci ini tanpa harus terjerat masalah finansial yang merugikan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz